Jarik, Pakaian Bawahan Adat Jawa

577 dibaca

Pakaian khas bawahan, yang dipakai baik oleh wanita maupun pria Jawa adalah Jarik. Yaitu sebuah kain batik yang panjangnya  berukuran 2.5 meter, lebar 1.5 meter. Cara pemakaiannya dililitkan di pinggang, sehingga menutupi anggota tubuh bagian bawah.

Jarik merupakan sebuah sebutan dalam Bahasa Jawa untuk sebuah kain yang bermotifkan batik. Coraknya banyak sekali. Jarik sendiri biasa digunakan oleh sesepuh orang Jawa untuk keseharian.

Jarik merupakan kain Indonesia yang sangat melekat pada kehidupan masyarakat Jawa, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jarik sendiri adalah sebuah sebutan untuk kain khas Jawa yang mempunyai motif batik dengan berbagai corak.

Dalam Bahasa Jawa, jarik memiliki makna ‘Aja gampang sirik’, atau dalam Bahasa Indonesia berarti jangan mudah iri hati. Ketika memakai jarik, seseorang akan berjalan dengan hati-hati. Perempuan akan berjalan lebih anggun dan terkesan lemah lembut ketika memakai jarik. Kini jarik hanya digunakan pada saat hari pernikahan dan acara-acara di keraton.

Jarik mengandung makna,  sebagai gambaran diantaranya :

  1. Sebagai gambaran tingkat hidup dan status sosial. Makna jarik dengan motif tertentu akan menunjukan status sosial orang tersebut.
  2. Jarik dapat menggambarkan darimana orang tersebut berasal, karena setiap daerah mempunyai ciri dan motif yang berbeda beda.

Sekarang jarik sudah berubah fungsinya tidak lagi sebagai kain yang menutupi kaki saja, melainkan sudah dapat menjadi bahan untuk koleksi.

Dulu, masyarakat Jawa menggunakan kain Indonesia ini dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari dipakai sebagai bawahan, alas tidur bayi, alat gendong bayi, hingga selimut tidur, dan lainnya.

Tak hanya itu, perempuan yang baru selesai melahirkan juga dianjurkan untuk memakai jarik agar sikap tubuhnya terjaga untuk mempercepat proses pemulihan. Dulu atau bahkan hingga saat ini, di desa-desa jarik digunakan untuk menutup tubuh dari dada hingga lutut atau betis saat mereka mandi di sungai. Biasanya jarik itu dalam Bahasa Jawa disebut telesan atau berarti basahan dalam Bahasa Indonesia.

Kain Indonesia  berukuran 2.1 x 1.5 meter atau 2.5 x 11 meter ini memiliki beragam motif yang memiliki makna berbeda-beda tergantung dengan cara pemakaian atau status sosial penggunanya. Motif terkenal yang ada pada jarik adalah motif sidomukti, sidomulyo, sekar jagad, dan beberapa motif lainnya. Bahkan, jarik bisa menggambarkan seseorang itu berasal dari mana karena setiap daerah memiliki ciri dan motif kain jarik masing-masing.

Di era modern saat ini, fungsi jarik telah banyak berubah. Kebanyakan khas Jawa ini hanya digunakan untuk padu padan kebaya saat menghadiri acara pernikahan atau saat wisuda, sebagai selendang, atau bahkan dijahit ulang untuk dijadikan baju atau rok.

Bagi pria, jarik merupakan paduan pakaian atasan berupa surjan atau berkap. Pada bagian pinggang dililitkan sebuah stagen atau bengkung. Sehingga tampak serasi. Apa lagi terselip sebila keris pusaka di bagian punggungnya.

Pria akan terkesan tampan dan mempesona, jika bagian kepala memakai penutup blangkon, dipadu dengan baju surjan, bagian bawah memakai jarik, alas kakinya memakai sandal slop. Dan terselip sebila keris pusaka di bagian pinggang.

Motif Jarik

Jarik memiliki banyak motif. Diantaranya Sidomukti, Parang, Jawa, Solo, Jogja, Parang Barong, parang rusak, dan lainnya. Masing-masing mengandung filosofi. Misalnya batik Sidomukti yang biasanya digunakan dalam perkawinan. Arti Sido dalam Sidomukti adalah jadi, menjadi, terjadi atau terlaksana, dimaksud agar segala yang diharapkan menjadi kenyataan. Filosofi senada juga diusung oleh batik Parang Kusumo, dimana kusumo artinya kembang. Yang kemudian dimaknai sebagai kembangnya ratu, atau untuk gampangnya berarti generasi muda atau keterunan dari raja. Jadi batik jenis ini hanya boleh dipakai oleh anak-anak raja dalam prosesi pernikahan. Ada juga batik Kawung. Salah satu pengertiannya adalah kembali kea lam suwung (sepi) sehingga di zaman dulu batik ini dipergunakan sebagai lurup atai kain penutup jenazah. ****

Cak Yon N.