Syekh Siti Jenar Murid Syekh Datul Kafi

138 dibaca

Setelah ilmunya dirasa cukup kemudian  menuju  ke Gujarat untuk menyebarkan agama Islam. Karena di daerah tersebut menjadi pusat perdagangan dan banyak ulama-ulama tinggal. Ratusan ulama mendatangi untuk sekadar  berdiskusi. Dari sinilah ia mendapatkan gelar dengan nama  Ki Syekh Jabalrantas atau Ki Syekh Datuk Abdul  Jalil. Berikut kelanjutan tulisan Husnu Mufid posmonews.com

Karena dianggap telah memiliki ilmu setinggi gunung  dan memiliki keyakinan  yang teguh. Hal itu terlihat dari cara pandangnya terhadap ajaran Islam saat berdiskusi dengan sejumlah syekh-syekh dalam suatu adu hujjah (argumentasi).

Setelah  dari  Gujarat menetap di  Malaka tempat kelahirannya selama beberapa tahun. Setelah itu,  menuju ke Pulau Jawa tinggal beberapa waktu  di Amparan, Jati, Cirebon, bersama Syekh Datul Kahfi dan selanjutnya ke Cirebon Girang dengan mendirikan padukuhan baru bernama Padukuhan Lemah Abang sebagai pusat menyebarkan agama Islam.

Padukuhan  Lemah Abang

Padukuhan Lemah Abang merupakan pusat  kegiatan mengajarkan ajaran Islam. Setelah itu mendirikan padukuhan lemah abang ditempat lain di Pulau Jawa. Mulai dari Bekasi Jawa Barat hingga Banyuwangi Jawa Timur. Istilahnya ia membentuk kantong-kantong  dalam bentuk perkampungan. mengingat di luarnya merupakan perkampungan masyarakat beragama Hindu dan Budha. Darisini Syekh Siti Jenar ingin membentuk perkampungan yang  masyarakatnya terdiri dari umat Islam 100 persen. Bukti-bukti padukuhan lemah abang hingga kini masih ada dan namanya masih diabadkan oleh masyarakat Jawa.

Dalam kurun waktu yang singkat banyak masyarakat yang berlajar ajaran Islam. Karena metode pengajaran yang digunakan adalah diskusi secara bebas dan ilmu yang diberikan sangat mendalam, baik itu tentang roh, hakikat  kehidupan, kedudukan manusia dan Tuhan. Tidak ada ilmu yang ditutup-tutupi.

Dari sinilah nama Syekh Siti Jenar semakin terkenal. Hingga para pangeran keturunan raja Pajajaran dan Majapahit berguru kepadanya. Seperti Ki Ageng Pengging, Ki Domba dan Pangeran Panjunan. Mereka tertarik dengan ajaran Wahdatul Wujud atau Manunggaling Kawula-Gusti.

Pendekatan penyebaran ajaran Islam  tersebut  oleh sebagaian masyarakat sangat disukai. Dalam waktu singkat  menyebar diberbagai daerah Pulau Jawa. ***