Meditasi di Goa Susuh Angin

699 dibaca

Dalam cerita pewayangan ada kisah yang menuliskan perjalanan hidup seorang Werkudara. Salah seorang kesatria Pandhawa ketika mencari susuh angin dan air kehidupan yang bernama Tirta Pewirtasari atau air kehidupan sesuai dengan petunjuk gurunya, Pandhita Durna. Di lereng Merapi apa yang dicari oleh Bima nyata adanya. Berikut jelajah Zuly K dari posmonews.com.

 Berada jauh dari keramaian kota dan berada di Lereng Merapi membuat susuh angin menjadi tempat yang tepat bagi mereka yang olahrasa dan olahspiritual. Untuk menuju lokasi susuh angin rute yang harus ditempuh oleh pengunjung tergolong mudah. Jika perjalanan dimulai dari pusat Kabupaten Boyolali, pengunjung tinggal mencari arah kawasan wisata Cepogo. Nah, jika sudah, pengunjung tinggal mengikuti papan petunjuk arah di mana letak susuh angin.

Perjalanan untuk mencapai susuh angin tergolong cukup menguras tenaga. Sebab, semua jenis kendaraan bermotor tidak ada yang bisa dibawa sampai lokasi. Pengunjung yang ingin datang ke susuh angin harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Perjalanan dengan berjalan kaki setidaknya membutuhkan waktu sekitar 15 menit. Rute yang harus ditempuh pun cukup menguras tenaga. Jalan menanjak dan menurun sebagaimana jalan khas pegunungan cukup menguras tenaga.

Letaknya yang terbilang cukup jauh dari pemukiman warga merupakan tantangan tersendiri bagi siapa saja yang hendak mengunjungi susuh angin. Jalan setapak yang masih alami juga akan menjadi tantangan jika hujan turun. Namun, semua jerih payah pengunjung dalam mencari susuh angin akan terbayar lunas ketika pengunjung sampai di lokasi.

Terletak di tebing sungai dengan air khas pegunungan yang jernih nan bersih semakin menguatkan keindahan susuh angin. Ada baiknya pengunjung yang ingin merasakan hembusan angin dari lubang yang berada di tepi tebing. Sebaiknya pengunjung datang di waktu pagi atau sore hari. Ini perlu diperhatikan karena pada saat-saat itulah hembusan angin yang berasal dari lubang di pinggir sungai ini terasa.

Bagi pengunjung yang memiliki tinggi badan di bawah 170 cm, ada baiknya membawa semacam papan atau pancatan agar dapat mencapai lubang susuh angin tersebut. Kejelian pengunjung untuk menemukan susuh angin ini juga akan diuji. Sebab, di sepanjang aliran sungai terdapat banyak sekali lubang. Tetapi hanya ada satu lubang yang mampu mengeluarkan angin. Adanya lubang yang mengeluarkan angin inilah yang menjadikan lubang tersebut dinamakan susuh angin.

Tidak jauh dari susuh angin ada sebuah sendang yang bernama sendang kencono sari Tirta Pewirta Sari Sanghyang Bawana. Air dari sendang ini dipercaya dapat digunakan sebagai salah satu sarana tercapainya suatu hajat, terlebih untuk pengobatan. Bekas-bekas ritual seperti bekas pembakaran dupa dan bekas botol minyak wangi di sekitar kawasan sendang menjadi bukti bahwa tempat ini merupakan tempat ritual yang disakralkan.

Untuk mencapai lokasi sendang pengunjung hanya tinggal menaiki tangga yang dipahat dari batu padas sungai. Namun, yang perlu diingat, pengunjung harus senantiasa berhati-hati karena jalan yang hanya cukup dilalui satu orang ini cukup licin. Jika sampai tergelincir pengunjung akan menghantam bebatuan sungai yang ada di bagian bawah sendang.

Meski dinamakan sendang, tetapi wujud dari sendang yang menyimpan tirta pewirta sari atau air kehidupan ini berbeda dengan sendang pada umumnya. Jika sendang pada umumnya sumber mata airnya berasal dari dalam tanah. Namun hal itu tidak berlaku di sendang ini. Sumber air yang ada di sendang ini justru berasal dari tanah bagian atasnya. Oleh karena air yang mengisi sendang ini berasal dari rembesan air dari bebatuan bagian atas, kebersihan airnya pun sangatlah terjamin.

Menurut keterangan Yatmono, warga sekitar, susuh angin dan sendang pewirta yang ada di tebing sungai ini ditemukan oleh Sunan Paku Buwana X, seorang raja yang pernah memerintah di Kasunanan Surakarta.

“Dulu, Sinuhun PB X sering berkunjung ke daerah sini untuk melakukan meditasi. Suatu hari saat akan melakukan meditasi, beliau menemukan susuh angin ini. Menurut cerita dari orang tua zaman dulu, susuh angin ini tembus sampai dengan pantai selatan. Adanya kisah semacam ini ditambah adanya keyakinan bahwa susuh angin memiliki kesamaan dengan susuh angin yang ada dalam cerita pewayangan, menjadikan banyak orang dari luar daerah melakukan tirakat di sekitar susuh angin dan sendang ini dengan beragam tujuan. Adapun tujuan mereka biasanya adalah mencari derajat kepangkatan. Dan ada pula yang ingin mendapatkan obat atas penyakit yang tengah dideritanya,” ujar Yatmono.

Segarnya udara khas pegunungan ditambah gemericik air sungai gunung yang ketika melintasi bebatuan merupakan nilai lebih susuh angin jika dibandingkan tempat ritual lainnya. Ketika pengunjung datang ke tempat ini ada baiknya memperhatikan cuaca dengan betul-betul. Ini dikarenakan air sungai yang mengalir tepat di bawah susuh angin tergolong sungai gunung. Jika hujan turun dengan lebat secara tiba-tiba di bagian atas ditakutkan akan mendatangkan banjir dadakan sehingga dapat menghanyutkan siapa saja yang berada di aliran sungai tersebut.

Belum lagi kondisi tebing yang terlihat labil. Membuat pengunjung harus ekstra hati-hati ketika mendatangi tempat ini. Selain itu pengunjung yang ingin mendatangi susuh angin ini disarankan mengenakan sepatu serta baju tebal. Sehingga tanaman perdu yang berduri tajam dan serangan binatang seperti nyamuk dan pacet tidak mengganggu pengunjung untuk menikmati keindahan alam yang ada di sekitar susuh angin dan sendang pewirta sari ini. ***