Mengkaji Keajaiban Segumpal Daging (2)

295 dibaca

Kajian  ini melanjutkan ngaji keajaiban segumpal daging. Hakikatnya adalah wedaran bab lapisan jiwa. Yaitu jiwa yang berada di dalam segumpal daging putih, yang terletak di dalam kepala manusia.

Ada tiga macam ruh yang ditata Tuhan pada jasad manusia. Ruh yang utama ditaruh di dalam dada. Pada edisi lalu telah diuraikan pada rubrik ini. Ruh yang kedua diletakkan di dalam kepala, yang menjadi bahasan kali ini. Dan, yang ketiga ditaruh pada tempat wewadi (kemaluan). Ketiganya saling berhubungan. Apabila hubungannya putus, selesailah hidupnya.

Wedaran ini merupakan kaweruh klasik. Sumbernya dari kitab-kitab tasawuf karya ulama-ulama kuno. Oleh winasis di Jawa, diuraikan menjadi ilmu wirid. Bab yang membabar lapisan jiwa dinamai Wirid Wirayat Jati. Yaitu ajaran yang mengungkap rahasia dan hakikat ilmu kasampurnan.

Dahulu, di dalam mengajarkan ilmu wirid, penyampaiannya melalui wejangan. Sang guru mengucapkan kata-kata yang diulang-ulang, para muridnya menyimak dan menghafalnya. Ilmu ini sifatnya rahasia, sehingga tidak boleh ditulis.

Wirid Wirayat Jati menghimpun 8 macam wejangan. Wejangan itu disebut juga Wirid Wolung Pangkat, atau 8 tingkatan. Bab lapisan jiwa diuraikan pada wejangan ke-4, 5, dan ke-6. Kaweruh ini kemudian dinamakan ‘Kaweruh Kesejatian’. Yaitu ilmu pengetahuan yang menerangkan mengenai singgasana Tuhan, yang ditata pada diri manusia.

Wejangan dimaksud sudah sangat memasyarakat. Khususnya di kalangan pangudi kebatinan. Tiga kerajaan Tuhan yang tersusun dalam diri manusia, aktivitasnya menjadikan kelangsungan peradaban di bumi.

Kerajaan gaib Tuhan yang pertama, ditata pada otak manusia. Kaweruh ini menerangkan ajaran sejatinya wujud, sebagai pertanda terjadinya kehendak, yang tidak berubah-ubah keadaannya.

Wejangan ini menerangkan bab sempurnanya manusia. Sumbernya dari dawuh Tuhan kepada kanjeng Rasul SAW. Yang terjemahannya : Sejatine Ingsun anata palenggahan, dumunung ana ing enggon parameanningSun, jumeneng ana sirahing manungsa. Kang ana sajroing sirah iku utek, kang gagandengan ana ing antarane utek iku manik, yaiku telenging netra, aran pramana. Sajroning manik iku budi, sajroning budi iku nafsu, kang uga ingaran angen-angen. Sajroning nafsu iku sukma, kang uga ingaran nyawa, roh utawa getih. Sajroning sukma iku rahsa, kang uga ingaran cipta. Sajroning rahsa iku Ingsun, ora ana Pangeran, nanging ingsun sajatining urip kang anglimputi sagunging kahanan.

Artinya: Sesungguhnya Aku menyusun tahta berada di tempat keramaian-Ku, yang bertempat di kepala manusia. Yang ada di kepala itu, pertama ‘dimak’ yaitu otak, yang ada di antara otak itu ‘manik’, di dalam manik itu budi, di dalam budi itu nafsu, di dalam nafsu itu sukma, di dalam sukma itu rahsa, di dalam rahsa itu Aku, tidak ada Tuhan selain Aku, sejatinya hidup yang meliputi segala sesuatu.

Ada tujuh lapisan gaib yang ada di kepala manusia. Lapisan-lapisan itu disebut juga lapisan jiwa. Dikatakan demikian karena hidup dan saling menghidupkan. Lapisan Jiwa yang paling dalam yaitu Rahsa (Sejatinya Hidup), yang menghidupkan lapisan-papisan bagian luar yang membungkusnya.

Dari paling luar, wujudnya kepala. Merupakan wadah atau emban pintu-pintu jiwa. Wujud pintu-pintu itu berbeda satu sama lain, namun saling berhubungan. Fungsinya juga berbeda. Pintu-pintu yang dimaksud, yaitu mata, hidung, telinga, mulut.

 

  1. Kepala, merupakan tempat kemakmuran (keramaian).
  2. Utek, kandangnya (wadahnya) cahaya, pembukanya mata.
  3. Manik, sejatinya pramana (yaitu sifat awas dan waspada), pembukanya penglihatan.
  4. Budi, sejatinya manah (hati, perasaan), pembuka/sumbernya pembicaraan.
  5. Nafsu, sejatinya angan-angan, pembuka/sumbernya suara.
  6. Suksma, sejatinya nyawa, pembukanya surga.
  7. Rahsa, sejatinya hidup, pembukanya pengrasa.

 

Bila dibalik dari paling dalam, maka susunannya sebagai berikut: Rahsa (sejatinya hidup), menghidupkan pembungkusnya, yaitu Sukma atau nyawa. Getaran sukma menghidupkan pembungkusnya, yaitu nafsu. Polah tingkah nafsu menghidupkan Budi (gerakan), sehingga keluar suara atau pembicaraan. Gerakan Budi sawabnya menghidupkan Manik. Gejolak manik menghidupkan otak. Otak yang hidup, mengeluarkan pemikiran-pemikiran, gagasan, rancangan, ide-ide kreatif, perenungan, ingin belajar, ketakwaan, dan macam-macam.

Alam kemakmuran atau keramaian yang ada di dalam otak manusia itu, pembabaran adalah perwujudan jagat gumelar ini. Apa-apa yang bersifat buatan di atas bumi ini, merupakan obah-mosiking otak manusia. Yang kegunaannya untuk manusia sendiri. Gedung-degung bertingkat pencakar langit, rumah-ramah tinggal berbagai bentuk, bangunan-bangunan, jalan, mobil-mobil berbagai merek dan bentuk, kapal laut, pesawat terbang, kereta api, aneka senjata api, dan macam-macam.

Begitu pula untuk keindahan. Isi keindahan yang ada di kepala manusia, yang dikeluarkan berwujud aneka pakaian. Tuhan hanya menyediakan tumbuhan kapas, serat tanaman, dan sejenisnya. Otak bekerja membuat pakaian yang aneka macam. Membuat pabrik tekstil, alat-alat pintal, dan lainnya. Juga menggali gunung-gunung mengambil serbuk emas dan bebatuan untuk dijadikan perhiasan. Menyelami lautan mengambil kerang-kerang, memungut batu-batu mutiara.

Pada alam, membuat taman-taman, arena bermain, membuat danau-danau, menata sungai-sungai, dan macam-macam sehingga tempak indah.

Aneka makanan dan minuman yang lezat-lezat yang kita dapati di berbagai restoran, di pasar-pasar, warung kuliner, toko-toko, dan di rumah-rumah, merupakan hasil kerja otak.

Sebagai hiburan, dengan otak manusia menciptakan alat-alat musik dan memainkannya, membuat alat pengeras suara, bernyanyi, sehingga dunia menjadi gegap gempita.

Intinya, Tuhan menjadikan kepala manusia sebagai Baitulmakmur, artinya tempat keramaian. Dinamakan demikian karena segala yang ada di dunia ini merupakan af’al Tuhan (pekerjaan Tuhan), melalui sunnah-Nya, yaitu dengan alat otak manusia. Bukan otak para malaikat, jin, atau makhluk lain. Tujuannya untuk meramaikan dunia. (bersambung)

Cak Yon N.