Syekh Siti Jenar lahir di Semenanjung Malaka abad 14 M. Datang ke Pulau Jawa belajar kepada pamannya Syekh Datul Kahfi yang menetap di Giri Amparan Jati, Cirebon. Setelah dinyatakan lulus melanjutkan perjalanan menuju Bagdad untuk belajar agama Islam dengan kitab-kitab karya l-Halaj, Ibnu Arabi dan al-Jili. Berikut tulisan Husnu Mufid posmonews.com.
AYAH Syekh Siti Jenar bernama Syekh Datuk Sholeh dan ibunya Siti Aminah. Kedua orang tuanya berasal dari Iraq. Kemudian menetap di Kesultanan Malaka. Dari garis keturunannnya disebut-sebut, nyambung ke keturunan Rasulullah dari jalur garis Sayyidina Husain.
Semasa kecil Syekh Siti Jenar bernama Abdul Jalil. Nama itu sengaja diberikan kepadanya, dengan harapan (dari ayahnya), akan menjadi orang-orang yang teguh dalam mempertahankan keyakinan tentang ajaran Islam. Dimanapun berada tanpa mengenal rasa takut kepada siapa pun. Khususnya dalam menyebarkan ajaran Islam dimuka bumi manapun.
Sejak kecil tinggal bersama Syekh Datul Kahfi di Giri Amparan Jati Cirebon yang tidak jauh dari pantai dan bukit Jati. Karena ayahnya meninggal saat ia masih kanak-kanan. Sejak usia anak-anak sudah menunjukkan kepandaian dalam ilmu agama. Ilmu yang diberikan Syekh Datul Kahfi mampu diterjemahkan dengan baik. bahkan dihafal dengan lancar. Mungkin sudah menjadi bakan keturunan. karena orang tuanya seorang ulama besar dari kerajaan Malaka.
Menginjak usia dewasa dipercaya membantu pamannya, Syekh Datul Kahfi mengajar agama Islam di Padepokan Giri Amparan Jati Cirebon dan menjadi seorang guru agama Islam. Karena dianggap telah mampu menguasaai ilmu agama Islam dengan baik. Oleh karena itu, pamannya memberikan kekuasaan mengelola Padepokan Giri Amparan Jati yang berada di antara Gunung Sembung dan Gunung Jati Cirebon.
Sebagai seorang guru Syekh Siti Jenar lebih menyukai memakai baju atau jubah kuning kemerahan. Tapi bila dilihat dari jarak jauh nampak merah menyala. Bukan jubah putih selayaknya Wali Songo. Oleh karena itu, ia mendapat gelar atau julukan dari santri-santrinya sebagai Syekh Siti Jenar.
Memang waktu itu tren warna merah sangat dominan di Cirebon. Buktinya tembok dan masjid kuno yang ada wrnannya merah. Misalnya Masjid Panjunan, makam Syekh maulana Magribi, Tembok Smakam Sunan Gunung Jati. Boleh dibilang merupakan khasan tersendiri warna merah di Cirebon. Warna tersebut hingga saat ini dapat dilihat dengan nyata sebagai bukti sejarah masa lalu dan masih dipertahankan keasliannya.
Ketika Syekh Siti Jenar mencapai puncaknya sebagai guru di Padepokan Giri Amparan Jati milik Syekh Datul Kahfi, ada keinginannya untuk melanjutkan belajar agama lebih tinggi di negara asalnya. Kali itu dipilih tempatnya adalah Bagdad yang merupakan pusat agama Islam dan kerajaan Islam ternama di dunia.
Keinginan itu akhirnya terkabulkan atas ijin Syekh Datul Kahfi. Kemudian berangkatlah menuju Bagdad dengan naik kapal laut. Untuk mendapatkan kapal pun tidak mengalami kesulitan. Karena kapal-kapal besar dari Timur Tengah menuju Bagdad Irak cukup banyak. Mengingat Cirebon waktu itu menjadi pelabuhan laut internasional.
Tujuannya untuk menuntut ilmu agama Islam. Di negeri tersebut, waktu itu dikuasai oleh kaum Syiah. Mengingat Khilafah Abbasyiah telah runtuh akibat serangan tentara Khubhilai Khan dari Tiongkok. Ia berguru kepada seorang ulama, penganut mazhab Syi’ah Muntadzar. Kajian keislaman selalu dihadiri. Ilmunya menjadi semakin banyak dan wawasannya tentang agama semakin luas. karena bukan hanya mempelajari al-Qur’an dan hadis saja, melainkan membaca kitab-kitab karangan ulama-ulama Syiah yang hebat.
Kegigihan dan kesungguhan dalam belajar, akhirnya ia menjadi seorang murid yang terpandai dan mendapat gelar waliullah. Pencapaian derajad tersebut berkat ilmu yang dikuasai dengan baik. Banyak orang-orang yang belajar kepadanya.
Untuk meningkatkan ilmu ketauhitannya, Kemudian Syekh Siti Jenar memperdalam ilmunya dengan membaca kitab karangan al-Halaj, Ibnu Arabi, al-Jilli dan ulama-ulama sufi yang berpahaman Manunggaling Kawulo-Gusti atau paham Wahdatul Wujud. Kitab-kitab inilah rupanya yang mempengaruhi pemikirannya dalam memahami ajaran Islam. Memang waktu itu ajaran-ajaran Wahdatul Wujud berkembang bebas sebagai pengaruh dari ilmu pengetahuan Yunani.
Dengan demikian Syekh Siti Jenar telah menguasai ilmu dari para ulama Syiah dan ulama Wahdatul Wujud yang sangat berpengaruh waktu itu. Kedua paham tersebut dapat dikuasai dengan baik. Kemudian melaksanakan ibadah haji ke Makkah.***