Peninggalan Raden Kamandaka

1,121 dibaca

Bukan hanya tumpukan batu yang nampak seperti selendang atau kain yang ditumpuk. Keindahan dari Wadas Tinumpuk yang berada di Tamansari, Kecamatan Karanglewas, Kabupaten Banyumas ini menyimpan cerita tentang seorang kesatria yang dikenal dengan nama Raden Kamandaka.Berikut tulisan Aji Waloeyo dari posmonews.com.

DAHULU, Wadas Tinumpuk merupakan tanah kosong sebagai jalan menuju ke Tamansari dan ini termasuk persimpangan. Nah, dahulu digunakan juga sebagai tempat pertemuan antara rombongan Raja Pulebahas yang akan meminang Ciptoroso seorang putri dari Adipati Pasirluhur.  Dewi Ciptoroso konon berparas cantik. Bukan hanya cantik wajahnya saja. Namun berhati baik dan berbudi luhur. Sehingga, banyak para putra raja maupun para raja yang ingin meminangnya.

Pertemuan antara rombongan Raja Pulebahas dengan rombongan dari Kadipaten Pasirluhur pun ditentukan. Dengan membawa apa yang disyaratkan untuk meminang Dewi Ciptoroso termasuk kain dan emas permata yang dimasukkan kedalam kotak . Selanjutnya Dewi Ciptoroso yang bersama R.Kamandaka yang pada saat itu berubah wujud menjadi lutung atau kera mendekati Raja Pulebahas. Namun, sang lutung atau R. Kamandaka menyerang Raja Pulebahas. Terjadilah pertumpahan darah. Rombongan dari Raja Pulebahas dapat terkalahkan. Lari tunggang-langgang. Sementara, Raja Pulebahas tewas karena ditusuk keris oleh R. Kamandaka yang berubah wujud menjadi Lutung atau kera.

Dewi Ciptoroso sebenarnya tidak senang dengan Raja Pulebahas. Namun karena takut akan ayahandanya yang akan diserang, maka Dewi Ciptoroso mengiyakan. Dengan berbagai syarat saat Raja Pulebahas meminang. Namun sudah dipersiapkan oleh R. Kamandaka yang sebenarnya merupakan kekasih dari Dewi Ciptoroso hingga Raja Pulebahas dapat terkalahkan.

Dengan kalahnya rombongan dari raja Pulebahas, maka semua persyaratan yang dibawa termasuk kain dan emas permata ditinggal begitu saja dan konon barang-barang tersebut tidak diambil hingga sekarang dan merupakan harta karun yang tertinggal.

Pernah dilakukan penerawangan pada tempat tersebut dan menurut firasat yang didapatkan sebenarnya di Wadas Tinumpuk terdapat sekotak emas yang masih ada namun tidak dapat diambil begitu saja harus dengan menggunakan rangkaian ritrual yang mungkin pengambilannya tidak dapat diambil keseluruhan namun karena ada gaib penunggu maka harus diminta dulu dan umpama diperbolehkan maka akan dapat diambil seperti apa yang diperbolehkan oleh gaib penunggu baik macam maupun jumlahnya.

Saat itu permintaan yang harus dipersiapkan adalah 10 ekor ayam dan ubo rampe yang bentuknya minyak dan bunga namun itu saja masih harus melalui berbagai proses ritual. Pernah juga ada beberapa orang yang mengaku dari Surakarta yang katanya mendapat firasat untuk mengambil harta di tempat ini namun mereka mengambil secara manual dengan cara mengeduk tanah sehingga tidak mereka dapatkan.

Jika dilihat kasat mata memang tempat tersebut tampak biasa saja ada batu yang menjulang seperti tumpukan kain dan tempatnya pun tidak ramai namun sebenarnya ada aura lain yang sangat tinggi menjadikan kita harus permisi dan hati-hati.”Mereka gagal untuk mendapatkannya hingga kini tempat tersebut diyakini oleh sebagian orang, masih tersimpan harta,” pungkas R.Roejianto.***