Desa Miskin, Kutukan Kakek Sakti

201 dibaca

Warga Banjar Munti Gunung dan sekitarnya di Desa Tianyar Barat, Kubu, Karangasem banyak yang miskin dan menggepeng, salah satunya dipercaya sebagai kutukan.  Kini, pihak desa berencana menggelar upacara guna menghilangkan mitos buruk itu. Benarkah kondisi ini karena kutukan tokoh sakti ?Berikut laporan Es Danar Pangeran dari posmonews.com.

PERIHAL kemiskinan yang dialamo banyak warganya ini maka Perbekel Terpilih Desa Tianyar Barat, Gede Agung Pasrisak Juliawan saat rapat membahas pengentasan penggepeng itu di wantilan kantor Bupati Karangasem mengatakan, dari cerita para tetua desa itu yang diterimananya secara turun-temurun, pada zaman dulu, Munti Gunung merupakan kerajaan. Raja atau pemimpin desa, tengah menggelar rapat di pura puseh. Saat sibuk rapat, ada seorang kakek-kakek yang membawa air. Si kakek itu menawarkan air kepada prajuru desa yang tengah sibuk rapat itu. Namun karena kakek renta itu dekil dan berbau busuk, prajuru desa merasa jijik. Mereka mengatakan tak sudi menerima tawaran air dari si kakek. Kakek itu diusir pergi.

Disampaikan tetua desa, diduga kakek itu bukanlah kakek sembarangan. Dia diduga mengutuk agar sejak saat itu, warga Munti Gunung jatuh miskin dan desa di pegunungan itu tetap tandus. Karena banyak miskin dan tak ada sumber mata air, dalam keadaan terpaksa, warga setempat melakoni kehidupan meminta belas kasihan dengan turun ke desa, seperti menjalani hari raya. Kini, kata Pasrisak, dia berencana menggelar guru piduka ke Danau Batur atau ke Pura Batur di hulu desanya. Nantinya, direncanakan digelar upacara nuntun Ida Batari Danu Batur dan dilinggihkan di palinggih atau pasimpangan di mata air Sambungnyawa di desanya.

Dikatakan, di perbukitan, memang ada sumber mata air namanya Sambungnyawa. Air menetes di tebing di antara batu besar. ‘’Dalam rangka rencana kami itu. Kami sudah membuat arca Dewa Siwa, Ganeca dan nantinya juga dibuat arca Dewi Danu. Dari arca itu, tangan Dewi Danuh dibuat memegang kendi dan mengucurkan air,’’ katanya.

Selama ini dari mata air Sambungnyawa, merupakan tempat patirtaan. Saat ada pujawali di pura di desa itu, prajuru desa mesti nunas tirta di mata air itu. ‘’Kami berdoa agar kalau memang ada kutukan seperti itu pada zaman dulu, kami warga Munti Gunung kini mohon pengampunan, karena leluhur kami khilaf. Kami berdoa agar selanjutnya kami dilepaskan dari kutukan dan selanjutnya hidup damai dan sejahtera,’’ katanya.

Bulan depan, lanjutnya, di Pura Desa setempat juga bakal digelar upacara balik sumpah. Pada upacara itu menggunakan hewan kerbau atau masyarakat kami menyebutnya ngebo atau menggunakan caru kebo. ‘’Saat itu seluruh krama desa Munti Gunung yang merantau mesti menyempatkan pulang kampung guna menghaturkan bakti di Pura Desa,’’ ujar Bendesa Munti Gunung, Putu Dana.

Sampai kini warga Desa Munti Gunung dan Pedahan dan banjar sekitarnya yang masih melakoni kehidupan menggepeng, 138 KK atau 285 jiwa. Nah untuk memberdayakan potensi wilayah dan ekonomi warganya pemerintah Bali mulai merintis Desa Pakraman Munti Gunung, Kubu, Karangasem ini dimasukkan sebagai salah satu dari 20 desa wisata di Karangasem. Saat ini di desa yang dikenal sebagai salah satu asal penggepeng dari Karangasem itu, sudah dibentuk kelompok sadar wisata (Pokdarwis).

Menurut Kadis Budpar Karangasem Wayan Purna, alasanmengapa desa tandus itu dimasukkan desa wisata, dikarenakan kehidupan masyarakatnya unik. Begitu juga alamnya cukup indah berada di perbukitan, katanya, Kamis (25/2). Kabid Kawasan dan Daya Tarik Wisata Budpar Made Meganada menambahkan, pembinaan desa wisata akan dilakukan Pemprov Bali. Desa ini bersama desa wisata  Antiga tahun ini bakal mendapatkan pembinaan. Dengan dimasukkan sebagai desa wisata diharapkan kesejaheraan masyarakat di perbukitan meningkat. (bersambung)