• Menapaki Hidup Setelah Mati

633 dibaca

Kita tentu pernah bermimpi. Dalam mimpi itu kita bertemu dengan orang tua kita atau saudara kita, atau teman kita yang telah meninggal dunia. Kita tahu keadaannya. Kita juga berbicara dengan mereka. Ada yang mendapati kondisi mereka susah. Rumahnya jelek. Pakaiannya juga jelek.  Selalu bersedih.

Tapi ada juga yang melihat kondisinya  menggembirakan.  Orang yang sudah mati itu selalu riang. Rumahnya bagus. Pakaiannya bagus dan bersih. Lebih baik dari kondisinya saat di dunia.

Mimpi bertemu dengan orang yang telah meninggal itu benar adanya. Seperti itulah kondisi mereka. Setiap orang menempati rumah satu-satu. Ada yang rumahnya jelek dari gedeg (anyaman pohon bamboo), ada pula  yang  bagus, terbuat dari tembok, atau lainnya.  Kondisi mereka itu tak lepas dari amal mereka di dunia, dan bantuan dari yang masih hidup.

Selain yang kita lihat melalui mimpi, banyak keterangan yang menjelaskan tentang kehidupan di alam kubur. Baik ayat-ayat Alqur’an maupun hadis nabi SAW. Orang yang sudah meninggal, hakikatnya dia hanya berpindah alam. Dari alam dunia menuju alam barzakh (kubur). Jadi, sesudah meninggal bukan berarti urusannya sudah selesai dan tidak ada kelanjutannya.

Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 169, yang artinya :  Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.

Jadi, para roh orang-orang yang telah meninggal dunia, di kehidupan barunya, di alam kubur, juga mendapat rezeki. Dari mana rezeki itu ? tentunya dari Allah. Allah ta’ala memberi rezeki, dari kiriman keluarganya yang masih hidup. Yaitu pahala sedekah yang dikeluarkan, doa, zikir, atau bacaan Alqur’an.

Kisah

Sabit Al Banani, seorang alim, biasa melakukan ziarah kubur setiap malam Jumat. Di sana ia bermunajat dan taqarrub (mendekatkan diri) pada Allah hingga Subuh tiba.

Suatu ketika, Tsabit tertidur saat bermunajat, lalu bermimpi. Di dalam mimpinya ia melihat semua penghuni kubur keluar dari kubur mereka. Pakaian yang  mereka kenakan bagus-bagus dan indah. Wajah mereka juga berseri-seri.
Setiap orang dari mereka mendapat hidangan makanan bermacam- macam. Namun di antara mereka ada juga seorang pemuda yang tampak bersedih.  Wajahnya pucat, rambutnya kumal, pakaiannya jelek, kepalanya tertunduk, serta berlinangan air mata. Ia juga tidak mendapat hidangan seperti penghuni kubur lain.
Setelah itu para penghuni kubur kembali ke dalam kuburnya masing-masing dengan bahagia dan puas.  Kecuali pemuda itu.

Ketika pemuda itu juga hendak kembali ke dalam kuburnya, ia dalam kondisi penuh kesedihan. Duka cita serta putus asa.
Tsabit pun berkata kepadanya, “wahai anak muda, siapakah engkau? Mengapa mereka mendapat hidangan serta kembali ke kubur masing-masing dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Sedang engkau tidak mendapat hidangan, bahkan engkau kembali dengan kesedihan, duka cita, dan putus-asa?”
“Wahai Imam orang-orang mukmin,” pemuda itu berkata. “Aku ini seorang pendatang yang terasing dan tak seorang pun mengingatku, mendoakan, maupun melakukan amal kebaikan untuk aku.  Sementara mereka (para penghuni kubur yang lain) mempunyai anak cucu, kerabat serta keluarga,” paparnya.

“Mereka senantiasa mengingatnya dan mendoakannya, beramal baik dan bersedekah karenanya.  Sehingga setiap malam Jumat selalu datang pada mereka pahala kebaikan dan sedekah dari anak cucu, kerabat serta keluarga mereka,” sambung pemuda itu.

“Sebenarnya aku ini orang yang hendak berhaji bersama ibuku. Tapi ketika kami sampai di kota ini, ketetapan Allah (maut) berlaku untukku.
Maka ibuku menguburkanku di tempat ini.  Kemudian ibu menikah dengan seorang laki-laki.  Sehingga lupa padaku dan tak pernah mengingatku, mendoakanku, maupun mengirimkan pahala sedekah untukku. Sungguh, sepanjang waktu aku berada dalam keputusasaan dan kesedihan.”
Tsabit berkata, “wahai anak muda, katakan padaku di mana ibumu tinggal saat ini? Aku akan memberitahunya tentang dirimu dan keadaanmu.”
Pemuda itu menjawab, “wahai imam orang-orang mukmin, sesungguhnya ibuku tinggal di desa sana, rumahnya begini dan begini. Katakan padanya semua tentang diriku. Seandainya ia tidak memberi sedekah padamu maka katakana : ‘Sesungguhnya di dalam kantongmu terdapat seratus keping uang perak warisan suami pertamamu. Sedangkan yang berhak memiliki uang itu adalah anakmu yang sudah meninggal dan terasing.Maka sedekahkanlah kepadaku apa yang seharusnya menjadi haknya.”
Ketika terbangun dari tidur, Tsabit segera pergi mencari ibu si pemuda yang ditemuinya dalam mimpi itu. Setelah bertemu ibu pemuda itu, Tsabit mengatakan tentang semua yang dialami anaknya. Dan juga mengatakan tentang seratus keping uang perak yang menjadi hak anaknya, yang kini ia simpan.
Mendengar semua yang dikatakan Tsabit, perempuan itu jatuh pingsan karena sedih dan sesal yang amat dalam.  Ketika siuman, perempuan itu segera menyerahkan seratus keping uang perak sembari berkata : “aku pasarahkan padamu sedekah seratus keping ini demi anakku yang terasing.”
Maka Tsabit pun menerima uang itu, kemudian menyedekahkan semuanya demi si pemuda yang ia temui di dalam mimpinya.
Seperti biasa, malam Jumat berikutnya, Tsabit melakukan ziarah kubur lagi. Ia kembali ketiduran saat munajat, hingga bermimpi seperti kemarin.

Hanya saja pemuda yang kemarin ia temui dalam mimpi itu kini mengenakan pakaian bagus dan wajahnya berbinar-binar. Ia tampak bahagia. Pemuda itu berkata padanya, “wahai Imam orang-orang mukmin, semoga Allah membalas-kasihanimu sebagaimana engkau telah membalas- kasihani aku.”
Dari hikayat tersebut, nampak bahwasannya orang yang sudah meninggal merasakan kesedihan bilamana keluarganya yang masih hidup melakukan kejelekan atau tak beramal kebaikan. Sebaliknya jika keluarganya melakukan amal-amal kebaikan. Maka orang yang sudah meninggal akan merasakan kebahagiaan. Karena mendapat bagian dari pahala mereka, tanpa sedikit pun terkurangi hitungan pahala milik mereka.

Saling Berkunjung

Aktifitas para penghuni kubur, tak ubahnya seperti kala hidup di dunia. Mereka saling berkunjung. Berkomunikasi satu sama lain. Layaknya ketika mereka masih hidup di dunia. Hanya saja mereka  sadar bahwa mereka sudah tidak lagi berjasad.

Penghuni kubur saling berkunjung satu sama lain, mungkin membingungkan bagi beberapa orang. Mereka berpikir bahwa roh-roh atau arwah-arwah yang tidak baik pasti akan terkena azab kubur. Lalu bagaimana mereka bisa berkunjung ke temannya di kubur yang lain lagi?

Penghuni kubur saling berkunjung satu sama lain bisa dilihat penjelasannya lewat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Khatib Baghdadi dan al-Uqaili, dan nilainya adalah shahih. Isi dari hadits tersebut menjelaskan bahwa kita sebaiknya mengenakan pakaian yang bagus atau bagus sekali saat sedang mengurus jenazah.

Hal ini dilakukan agar mereka bisa merasa nyaman saat mereka ingin berkunjung dalam kubur orang-orang yang mereka kenal. Mereka mengenakan kafan yang dipasangkan pada badan mereka di saat terakhir.

Biasanya ruh-ruh dari mereka yang sudah lama mati akan mendatangi mereka yang baru meninggal dunia. Hal ini dilakukan agar ruh lama mengetahui bagaimana keadaan keluarga serta kerabatnya yang masih hidup.

Seringkali juga orang-orang shalih yang sudah lama wafat akan mendatangi dan bertanya mengenai banyak hal. Kadang malah ingin membantu ruh yang baru datang ini untuk melakukan berbagai macam hal yang bisa dilakukan. Ketika penghuni kubur berkumpul, mereka biasanya akan berkomunikasi layaknya ketika mereka masih hidup, hanya saja mereka akan sadar bahwa mereka sudah tidak lagi berjasad.

Yon Ngariono