Berziarah ke Makam Sultan Hasanuddin Banten

639 dibaca

 

 

 

Bangsa yang bijak adalah bangsa yang mengingat leluhurnya. Leluhur tanah Banten, sekaligus pendiri Kasultanan Banten adalah Maulana Hasanuddin. Ia bergelar Pangeran Sabakingkin. Berkuasa  sebagai Sultan Banten dalam rentang waktu 1552 – 1570 M.

Berdasarkan sejarah Banten, Maulana Hasanuddin merupakan salah seorang putera dari Sunan Gunung Jati.  Ibunya bernama Nyi Kawunganten, putri Prabu Surosowan, Bupati Banten. Sejak kecil Sultan Hasanudin telah diberi gelar Pangeran Sabakingkin atau Seda Kikin oleh kakeknya.

Begitu Sang Prabu wafat, kedudukannya diwariskan pada putranya yang bernama Arya Surajaya atau Prabu Pucuk Umun. Yang kemudian memerintah di wilayah Banten Girang,  yang kala itu di bawah kekuasaan kerajaan Pajajaran. Pada masa itu agama yang diakui secara resmi Hindu.

Sementara itu, Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon untuk menduduki posisi bupati Cirebon menggantikan pangeran Cakrabuana yang wafat. Sedangkan  pangeran Hasanudin  memilih tetap tinggal di Banten untuk menjadi guru agama Islam. Di Banten ia mendirikan pesantren, dan memiliki santri yang cukup banyak,  sehingga diberi gelar Syekh. Sejak itu, ketenarannya jauh melampaui karisma Bupati Banten, yaitu pamannya sendiri Prabu Pucuk Umun.  Lantaran  pamannya kalah pamor, menjadikan hubungan keduanya berubah tidak harmonis.

Ayahnya,Sunan Gunung jati memberinya tugas berdakwa di kawasan banten. Tugas itu diembannya dengan baik. Bersama para santrinya ia melakukan dakwah Islam dari gunung ke gunung di sekitar Banten hingga ke Ujung Kulon.

Upaya Syekh Hasanudin dalam menyebarkan agama Islam bukan tak mengalami hambatan, justru hambatan yang terbesar dari pamannya sendiri yaitu Prabu Pucuk Umun. Ia bersikeras ingin mempertahankan ajaran Sunda Wiwitan (agama Hindu yang dipengaruhi kepercayaan animisme) sebagai satu-satunya agama resmi kala itu. Hal ini tidak menggetarkan semangat Syekh Hasanudin. Ia  terus menyebarkan dakwah Islam dengan gencar.

Karena pamornya terancam, Prabu Pucuk Umun menantang keponakannya untuk bertaruh. Yaitu  adu ayam jago. Hal itu dilakukan untuk menghindari jatuhnya korban jiwa. Jika ayam jago Pucuk Umun kalah, maka jabatannya sebagai Bupati Banten Girang akan diserahkan pada Syekh Hasanudin. Sebaliknya, jika ayam jago Syekh Hasanudin yang kalah, maka dakwahnya harus dihentikan. Tantangan itu pun diterima Syekh Hasanudin.

Duel ayam jago dilakukan di lereng Gunung Karang. Akhir pertarungan dimenangkan oleh jago milik Syekh Hasanudin. Sang paman,  Pucuk Umun pun menepati janjinya. Dia menyerahkan tahta Kabupaten Banten kepada Syekh Hasanudin.

Selanjutnya, ia dan para pengikutnya mengasingkan diri ke pedalaman Banten. Tepatnya di sekitar Gunung Kendeng. Atas perintah Pucuk Umun, para pengikutnya diminta menjaga serta mengelola kawasan tersebut. Konon inilah yang menjadi awal mula urang Kanekes yang dikenal juga dengan sebutan Suku Baduy.

Sementara itu, para pengikut Pucuk Umun lainnya yang sebagian besar terdiri dari punggawa dan pendeta,  menyatakan masuk Islam. Atas keberhasilannya, Syekh Hasanudin diangkat sebagai Bupati Banten. Pemerintahan di Banten Girang kemudian dipindah ke Banten Lor di pesisir Utara pulau Jawa.

Dari sinilah, tangan dingin Syekh Hasanudin terbukti mampu memajukan segala bidang. Ketika akhirnya Banten berubah menjadi kesultanan, Sultan Maulana Hasanudin menjadi Sultan pertama Banten. Makan lama-makin berkembang.

Kemudian melakukan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia mendirikan benteng pertahanan yang dinamakan Surosowan. Nama yang diambil dari nama kakeknya dari pihak ibu. Kemudian menjadi pusat pemerintahan, setelah Banten menjadi kerajaan sendiri.

Bersama Kerajaan Demak, Sultan Hasanudin melakukan penaklukan Pelabuhan Sunda Kelapa yang dikuasai penjajah. Kala itu  sekitar tahun 1527 M. Sunda Kelapa  merupakan pelabuhan utama  Kerajaan Sunda.

Sultan Hasanudin berkuasa sebagai Sultan Islam selama 18 taun. Yaitu dalam kurun waktu 1552 – 1570 M. Banyak peninggalan Sultan Hasanuddin. Salah satunya adalah Masjid Agung Banten. Peninggalan itu kini disebut Banten Lama. Letaknya sekitar 10 KM sebelah utara kota Serang. Kini dijadikan obyek wisata religi.

Setelah wafat, Sultan Hasanuddin jasadnya dikebumikan di komplek Masjid Agung Banten Lama. Lerletak di Kelurahan Banten, Kecamatan Kasemen, Kota Serang. Di komplek makam itu juga dikebumikan keluarga Sultan.  Kini makam sultan banyak diziarahi banyak orang. Tentu saja para peziarah mendoakan Sultan Maulana Hasanuddin.

Di lokasi komplek makam Sultan Maulana Hasanuddin, selain berziarah, masyarakat dapat melihat berbagai benda bersejarah yang ada di Kawasan Banten Lama.  Ada bangunan sisa-sisa kebesaran Kerajaan Banten, serta beberapa senjata peninggalan Sultan, seperti meriam. Kunjungan wisatawan ke tempat penziarahan tersebut bukan hanya berasal dari wilayah Banten, melainkan juga luar Banten, seperti Jakarta, Bogor, Depok, Bandung, bahkan dari Pulau Jawa.

Pada kampanye Pilpres  ke Banten pada  Sabtu (3/11/2018) lalu , Presiden RI Jokowi memanfaatkan waktu untuk berziarah ke makam Sultan Maulana Hasanudin, di komplek Masjid Agung Banten. Bersama rombongan orang nomor satu RI itu khusuk berdoa.

Yon Ngariono.