Warga Lamongan Sambut Tradisi Lebaran Ketupat di WBL

118 dibaca

▪︎LAMONGAN – POSMONEWS.COM,-
Pasca Lebaran Idul Fitri 1445 H, biasanya warga di Wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah menggelar Lebaran Ketupat yang jatuh seminggu setelah Idul Fitri. Jika tahun 2024 ini, Idul Fitri jatuh pada Rabu 10 April 2024, maka diperkirakan Lebaran Ketupat jatuh pada Rabu 17 April 2024 nanti.

Lebaran ketupat merupakan tradisi unik umat muslim Jawa saat bulan Syawal. Karenanya, masyarakat muslim Jawa selalu merayakan Lebaran Ketupat setiap tahun. Hal ini tidak terlepas dari sejarah Lebaran ketupat dan maknanya yang begitu berarti dalam kehidupan masyarakat Jawa.

Biasanya Lebaran Ketupat dirayakan masyarakat Jawa dengan berkumpul bersama keluarga, menyambangi sanak saudara, menggelar acara hajatan, dan reuni bersama teman-teman lama.

Di Lamongan misalnya, Lebaran Ketupat selain dirayakan okeh warga di setiap keluarga, dan kampung juga diwujudkan dalam satu Tradisi Kupatan di Pantai Tanjung Kodok, Kec. Paciran, pesisir Lamongan Utara. Namun kini wilayah pantai ini sudah berubah sebagai destinasi Wisata Bahari Lamongan (WBL).

Seperti tahun ini Tradisi Kupatan yang kemas menjadi Festival Ketupat kembali digelar oleh Dinas Pariwisata – Pemkab. Lamongan, Rabu (17/4/2024) di Parkir Timur WBL mulai Pukul 07.00 – selesai.

Menurut tokoh pinisepuh DPD Matra dan budayawan Lamongan Romo KH. Hidayat Ikhsan, menuturkan bahwa jauh sebelum menjadi event modern, Budaya Kupatan atau Hari Raya Ketupat sangat legendaris digelar di Pantai Tanjung Kodok itu.

“Saya ada catatan tentang upacara Ketupatan ini, dan mengawali ada upacara adat di Kawasan Tanjung Kodok, dahulu kala orang menyebutnya dengan istilah Besiar yakni mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan berakhir di Tanjungkodok yg kala itu masih alami, dan keindahan pantainya menarik untuk dikunjungi. Bahkan para Sinyo dan Nonik-nonik Belanda banyak yang berpelesiran di Tanjungkodok ini. Dan hal ini diceritakan pula oleh Tuan Rumemper orang Belanda yang pernah menjadi Jurukunci di Tanjungkodok kepada kami,” jelas Romo Ikhsan.

Dalam sejarah, lebaran ketupat sangat erat kaitannya dengan salah satu Wali Songo, yakni Sunan Kalijaga. Masyarakat Jawa mempercayai Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan ketupat.

Filosofi ketupat Kata “ketupat” atau “kupat” berasal dari kata bahasa Jawa “ngaku lepat” yang berarti “mengakui kesalahan”. Sehingga dengan ketupat sesama Muslim diharapkan mengakui kesalahan dan saling memaafkan serta melupakan kesalahan dengan cara memakan ketupat tersebut.

Banyak makna filosofis yang dikandung dalam makanan ketupat ini. Bungkus yang dibuat dari janur kuning melambangkan penolak bala bagi orang Jawa sedangkan bentuk segi empat mencerminkan prinsip “kiblat papat lima pancer,” yang bermakna bahwa ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah.

Sebagian masyarakat juga memaknai rumitnya anyaman bungkus ketupat mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia sedangkan warna putih ketupat ketika dibelah dua mencerminkan kebersihan dan kesucian setelah mohon ampun dari kesalahan.

Beras sebagai isi ketupat diharapkan menjadi lambang kemakmuran setelah hari raya. Pada masa lalu, terdapat tradisi unik yang berbau mistis, namun kini sudah jarang ditemukan.

Ketupat juga dianggap sebagai penolak bala, yaitu dengan menggantungkan ketupat yang sudah matang di atas kusen pintu depan rumah, biasanya bersama pisang, dalam jangka waktu berhari-hari, bahkan berulan-bulan sampai kering.

Biasanya, ketupat disajikan bersama opor ayam dan sambal goreng. Ini pun ternyata ada makna filosofisnya. Opor ayam menggunakan santan sebagai salah satu bahannya. Santan, dalam bahasa Jawa disebut dengan santen yang mempunyai makna “pangapunten” alias memohon maaf.

Saking dekatnya kupat dengan santen ini, ada pantun yang sering dipakai pada kata-kata ucapan Idul Fitri: Mangan kupat nganggo santen. Menawi lepat, nyuwun pangapunten (makan ketupat pakai santan. Bila ada kesalahan mohon dimaafkan).▪︎[DANAR SP]