Gajahmada, Andongsari dan Kisah Lembu Peteng

155 dibaca

▪︎Sarasehan Sejarah Gajah Mada, Kebangkitan Nusantara dari Bumi Lamongan (4Habis)

▪︎LAMONGAN-POSMONEWS.COM,-
Banyak komentar beragam menyoal hasil Sarasehan Gajah Mada – Kebangkitan Nusantara dari Bumi Lamongan di Pendopo Lokatantra, Lamongan, terutama terhadap pakem tutur Dewi Andongsari yang diyakini sebagai ibunda Gajahmada.

Terdapat berbagai versi tentang asal usul Gajah Mada. Satu di antara versi itu menduga Gajah Mada lahir di Desa Modo, Kabupaten Lamongan. Di tempat itu ada petilasan yang dipercaya sebagai tempat kelahiran Gajah Mada.

Budayawan budayawan Lamongan Viddy AD Daery (alm), pada saat Seminar dan Rembug Budaya di Lamongan menyebutkan ada sejumlah cerita rakyat (folklore) yang umum dikisahkan di wilayah pedalaman Lamongan mengenai keberadaan Gajah Mada. Cerita rakyat itu menuturkan bahwa Gajah Mada adalah anak kelahiran Desa Mada, sekarang Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan.

Di era Kerajaan Majapahit, wilayah Lamongan bernama Pamotan. Di wilayah Ngimbang-Bluluk ada situs kuburan Ibunda Gajah Mada, yakni Nyai Andongsari. Di dekat ada situs kuburan yang diyakini sebagai kuburan Gajah Mada namun dalam posisi “Islam”, karena kuburannya menghadap ke arah yang persis sebagaimana kuburan orang Islam. Tapi tidak ada bukti sejarah yang dapat meyakinkan bahwa kuburan tersebut adalah kuburan Gajah Mada.

Ibu Gajah Mada diduga asal desa Modo. Ayahnya adalah Raja Majapahit yang menikah secara tidak sah, istri simpanan atau istilahnya lembu peteng dengan gadis cantik anak seorang Demung (kepala desa) desa Modo, wilayah Kali Lanang, Lamongan. Anak itu dinamai Jaka Mada atau jejaka dari Desa Mada. Diperkirakan kelahirannya sekitar tahun 1300.

Selanjutnya, oleh kakek Gajah Mada yang bernama Empu Mada, Jaka Mada dibawa pindah ke desa Cancing, kecamatan Ngimbang. Wilayah yang lebih dekat dengan Biluluk, salah satu Pakuwon di Pamotan, benteng Majapahit di wilayah utara. Sementara benteng utama berada di Pakuwon Tenggulun, Kec. Solokuro.

Ketika Gajah Mada menyelamatkan Raja Jayanegara dari amukan pemberontak Ra Kuti, dibawanya Jayanegara ke arah Lamongan, yakni Badander, mungkin Badander Bojonegoro, Badander Kabuh, Jombang, dua-duanya rutenya ke arah Lamongan (Pamotan-Modo-Bluluk dan sekitarnya). Kronik sejarah lain menerangkan bahwa Bedander adalah Blitar lama.

“Daerah Modo adalah ibukota sejak zaman kerajaan Kahuripan, Airlangga, bahkan anak-cucunya juga mendirikan ibukota di situ, dekat dengan Kali Lamongan yang merupakan cabang utama sungai Brantas,” ujar pegiat budaya Arie Groyok.

Ibukota ini baru digeser oleh cicit Airlangga ke arah Kertosono-Nganjuk, dan baru di zaman Jayabaya digeser lagi ke Mamenang, Kediri. Selanjutnya oleh Ken Arok digeser masuk lagi ke Singosari. Baru oleh Raden Wijaya dikembalikan ke arah muara, yaitu ke Tarik.

Namun anaknya, yakni Tribuana Tunggadewi, diratukan di daerah Lamongan-Pamotan-Bluluk lagi, yaitu Kahuripan. Jadi Tribuana Tunggadewi sebelum jadi Ratu Majapahit adalah Bre Kahuripan alias Rani Kahuripan, Lamongan.▪︎[DANAR/ARIFIN]