Gus Baha: Cara Mendapatkan Malam Lailatul Qadar

470 dibaca

▪︎POSMONEWS.COM,-
BANYAK umat muslim mengejar Lailatul Qadar saat bulan suci Ramadan. Bahkan, tidak jarang mereka gas pol dalam menjalankan ibadah agar mendapatkan malam 1000 bulan. Lantas bagaimana menurut KH. Bahauddin Nur Salim (Gus Baha), tentang malam Lailatul Qadar?

Gus Baha dalam ceramahnya mendapatkan Lailatul Qadar menarik untuk disimak. Ulama ahli tafsir Alquran asal Rembang, Jateng, ini membeberkan hikmah Lailatul Qadar dan cara mencarinya.

Dalam satu kajiannya dilansir dari Channel Youtube NU Online, Gus Baha menerangkan bahwa Lailatul Qadar, Nuzulul Qur’an itu malam tanggal (17) Ramadan. Artinya, kalau itu memang disepakati ulama berarti itu sudah selesai.

Tapi Rasululah SAW. memerintahkan agar Lailatul Qadar itu dicari pada malam 10 terakhir Ramadan. Ada ulama yang mengatakan 10+10. Berarti mulai malam tanggal 11. Tapi keyakinan saya pokoknya dicari, yang penting yakin dapat.

“Saya punya kitab hadist yang kredibel. Ini kitab orang dahulu. Kitab itu menyebutkan, Nabi Muhammad SAW. sedang cerita tentang umur Nabi Nuh itu 1.000 kurang 50, berarti usianya 950 tahun. Nabi Ibrahim ratusan tahun. Kemudian Nabi Muhammad resah,” kata Gus Baha.

“Kalau umatku umurnya pendek-pendek terus bagaimana?” Allah pun merespons keresehan Kanjeng Nabi dengan memberi bonus Lailatul Qadar.”

“Lailatul Ummatan yang usianya pendek itu Aku memberi Lailatul Qadar yang nilainya sama dengan 1000 bulan (83 tahun 4 bulan).”

Artinya, umat Nabi kalau pas di bulan Ramadan kalau salat menghadap kiblat dan tidak bermaksiat, maka dapat Lailatul Qadar. Hal itu karena memang keresahan Nabi yang dijawab Allah:

“Meskipun umatmu umurnya pendek, Aku beri ibadah Lailatul Qadar.”

“Memang idealnya dicari tanggal berapa? Kalau saya biasa (malam) 11, kalau di sini 21, 23? Di desa saya, malam 17 itu yang ke musalla hanya saya. Yang lain itu 21, 23. Jadi, saya ini minoritas,” ungkap Gus Baha.

Kalau malam 21, 23 orang ibadah itu banyak. Ada orang yang bertanya;

“Tidak ibadah, Gus?”

“Aku sudah kelewat. Tapi, sisanya masih punyamu.”

“Karena minoritas, (Lailatul Qadar) sudah kelewat. (hehehe) Menurut saya, menghargai hadis dan menghargai Alquran itu tengah-tengah saja. Ada keterangan di Alquran itu tanpa tanggal,” tegasnya.

Ayat berikut:

شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ

Artinya: “Bulan Ramadan, bulan
yang di dalamnya diturunkan Alquran…” (QS. Al-Baqarah: 185)

Jadi, hal itu menunjukkan semua Ramadhan. Oleh karena itu, ada ulama yang menganggap mulai tanggal 1.

Karena Nabi berkata begini: “Carilah dengan sungguh-sungguh pada tanggal 10 akhir.” Berarti ada yang mencari tidak terlalu sungguh-sungguh tapi mulai pertama. Kalau kamu mencari sungguh-sungguh mulai tanggal 21, berarti itu dihitung permulaan. Berarti dihitung belum sungguh-sungguh.

“Saya ulangi ya. Yang disebut sungguh-sungguh itu klimaks mulai tanggal 1. Kalau kamu mencari sungguh-sungguh mulai tanggal 21,” ujar Gus Baha.

Kata Malaikat, lanjut Gus Baha, “Lho kok baru mencari sekarang?” Berarti dianggap pemula kan? Oleh karena itu tidak dapat (Lailatul Qadar), masalahnya pemula. Orang lainnya sudah waktunya mulai sudah waktunya dapat, kamu baru mencari,” terang Gus Baha sambil tertawa.

“Lah saya sudah mulai tanggal 1, saya baca Kitab Arba’in Nawawi khatam, baca Alquran khatam, kemarin tanggal 17 saya berdoa. Jadi potensi dapat saya lebih tinggi. Nah, kamu kan baru mulai tadi kan?” kelakar Gus Baha.

Gus Baha melajutkan, Berarti tidak terlalu sungguh-sungguh, karena baru mulai. Jadi diumumkan pas tanggal 1 Ramadan, kamu tidur. Pada saat tanggal 20 Ramadhn mulai sungguh-sungguh. Jika diibaratkan balapan, sudah kalah banyak.

Membaca hadist itu dijiwai. Nabi itu berkata “sungguh-sungguh”. Sungguh-sungguh itu tanggal 21. Tidak ada riwayat, “Harus dicari di tanggal 21, dari tanggal 1 rugi kan kira-kiranya tanggal 21”.

Adakah Nabi berkata begitu? Apa ada hadistnya? Tidak ada.

شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ

Kalau Nuzulul Qur’an itu memang (malam) 17. Sebab, 17 itu pas perang badar.

وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى
الْجَمْعَانِ
Artinya: “….dan kepada apa
yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al-Anfal: ayat 41)

“Tapi tetap tadi, keyakinan saya barokah, luasnya rahmat Allah. Ya semoga setiap umatnya Nabi yang penting saat itu tidak maksiat, shaleh-shaleh biasa begini, shaleh-shaleh ringan itu tetap dapat Lailatul Qadar,”

Sabda Nabi: “Tidurnya orang puasa itu ibadah”.

Jadi aslinya kamu tidak perlu ngongso-ngongso ibadah, tidurnya saja ibadah. Umat Nabi, melakukan kelon (berhubungan suami-istri) saja ibadah. Ada hadist shahih, “wa fi bud’i ahadikum shadaqah”.

Paham nggeh? Jadi, saya minta kalau pas Lailatul Qadar itu tidak perlu di dalam-dalamkan. Pokoknya yakin saja kalau itu bentuk kasih sayang Allah menggantikan umur umat Nabi (Muhammad) yang tidak sepanjang umur-umur orang dahulu. Itu jelas!

“Saya membaca teks, tidak mimpi, tidak mengigau, memang begitu. Tidak berlebihan, jadi dari awal itu memang bonus, memang hadiah. Tapi, sekarang kita berlebihan,” jelas Gus Baha.

“Gerakan menangkap Lailatul Qadar”. Apa itu? Malaikat ketangkap ya malu malah repot. Bikin istilah repot. Malaikat itu Nur, malah mau ditangkap.

Jadi, “Lailatul Qodri Khoirun min Alfi Syahrin artinya Malam kemuliaan itu lebih baik daripada 1000 bulan.” (QS Al-Qadar: Ayat 3).

Itu menggantikan umurnya Nabi Nuh dan Nabi-nabi terdahulu. Demikian penjelasan ulama KH. Bahauddin Nur Salim tentang Lailatul Qadar. **(zubi/sind)