Presiden Jokowi Pilih Robot, PNS Diambang Pintu “Kiamat”

348 dibaca

Pengeluaran Pemerintah RI, ratusan triliun rupiah setiap tahunnya untuk membayar Pegawai Negeri Sipil (PNS). Beban sangat berat, karena nominalnya mencapai 15% dari total belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Seperti dikutip berdasarkan APBN 2022, Rabu (25/11/21) belanja pegawai tahun depan bisa mencapai Rp 400 triliun. Belanja pegawai tersebut meliputi pembayaran gaji dan tunjangan serta pemenuhan kebutuhan utama birokrasi.

Belanja ini lebih tinggi dibandingkan dengan belanja barang dan modal yang sebenarnya memberikan pengaruh besar terhadap perekonomian nasional. Malahan belanja pegawai justru setara dengan pembayaran utang beserta bunga yang harus dibayarkan pemerintah.

Tak heran, upaya efisiensi atas belanja pegawai terus dilakukan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan mencetuskan keinginan untuk mengganti PNS dengan robot kecerdasan buatan atau artificial inteligence.

“Ini bukan barang yang sulit. Barang yang mudah dan memudahkan kita untuk memutuskan sebagai pimpinan di daerah maupun nasional,” ujar Presiden Joko Widodo (Jokowi) di depan seluruh kementerian/lembaga saat memberikan pengarahan dalam pembukaan Musrenbangnas RPJMN 2020-2024 pada Desember 2019 lalu.

Menurut Jokowi, hal tersebut lebih baik ketimbang menumpuk beban dalam APBN. Di samping itu hal tersebut juga mampu menciptakan birokrasi yang sederhana dan bermanfaat bagi masyarakat.

“Nanti dengan big data yang kita miliki, jaringan yang kita miliki, memutuskan akan cepet sekali kalau kita pakai AI. Tidak bertele-tele, tidak muter-muter,” tegasnya.

Berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) dikutip dari CNBC Indonesia, jumlah PNS per 30 Juni 2021 adalah 4,08 juta orang. Di mana porsi tebesar adalah instansi daerah dengan 77% atau 3,1 juta orang.

Sementara itu jumlah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Indonesia adalah 49 ribu orang dengan komposisi terbesar juga daerah sebanyak 95% atau 47 ribu.

Kepala Biro Hukum, Humas dan Kerjasama BKN, Satya Pratama, menyampaikan penekanan wacana ini bukan berarti seluruh PNS akan dipecat. Melainkan kolaborasi antara sumber daya manusia dan teknologi.

“Tidak (dihilangkan), tetap ada PNS. Namun jumlahnya tidak gemuk atau besar,” ujarnya.

Konsep ini butuh perencanaan yang lebih matang dan komprehensif. Sehingga waktu yang dibutuhkan juga tidak singkat. “Itu masih dikaji lebih lanjut,” jelasnya.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebelumnya sempat meneliti kemungkinan rencana tersebut. Teknologinya bisa disediakan oleh pemerintah maupun swasta, namun masalah yang muncul adalah ketidakmampuan PNS untuk memanfaatkan teknologi.

Misalnya untuk menggantikan eselon III dan eselon IV dengan robot dibutuhkan sebuah data latih yang dari data itu akan dihubungkan dengan algoritma. Barulah robot atau kecerdasan buatan akan bisa menggunakan algoritma dari data tersebut.
**(ram/ahmad)