Kebijakan Subsidi Energi di Indonesia

137 dibaca

• Oleh: Dr. Ir. H. Suharso Monoarfa 
(Menteri PPN/Kepala Bappenas)

SEJARAH panjang kebijakan subsidi energi di Indonesia dapat ditelusuri kembali dari masa sebelum krisis ekonomi di Asia, dimulai pada tahun 1997 ketika pemerintah menyediakan energi yang terjangkau bagi masyarakat miskin dengan merancang subsidi yang tepat sasaran.

Ada 7 jenis bahan bakar yang dijual dengan harga subsidi (Kerosene Penerbangan, Bensin Penerbangan, Marine Fuel Oil, Industrial and Marine Diesel Oil, Bensin/RON 88, dan Minyak Tanah), pada tahun 1999 minyak tanah dan bensin penerbangan dihapus dari daftar, dan pemerintah mempertahankan harga bahan bakar yang rendah hingga tahun 2005.

Beberapa tonggak sejarah kebijakan subsidi energi di Indonesia antara lain program konversi minyak tanah ke LPG pada tahun 2007 dan penghapusan subsidi BBM/RON88 di Jawa, Madura, Bali, dan pulau-pulau lain kecuali untuk distribusi, menyusul reformasi energi di tahun 2015 ini.

Harga bensin dan listrik untuk bisnis skala besar dan konsumen perumahan menengah-atas sedang direformasi agar semakin selaras dengan harga pasar. Namun demikian, harga produk minyak bumi lainnya (solar, minyak tanah), LPG 3 kg, dan listrik untuk konsumen rumah tangga miskin masih jauh di bawah biaya rata-rata.

Dari sisi konsekuensi anggaran, Subsidi BBM dan Listrik yang harus dibayar pemerintah sebelum reformasi 2015 sangat besar. Pada 2014, tak kurang dari Rp 230 triliun menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Kondisi ini berubah setelah Presiden terpilih, Bapak Jokowi, pada awal tahun 2015 menghapus subsidi BBM. Realisasi anggaran subsidi energi turun signifikan dari Rp331,8 triliun pada 2014 menjadi Rp119,1 triliun pada 2015, khusus subsidi BBM pasca reformasi hanya Rp60,7 triliun atau berkurang Rp169,3 triliun.

Reformasi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) tahun 2015 yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia antara lain penghapusan subsidi untuk bensin dan penerapan subsidi tetap untuk solar, Melalui berlakunya Peraturan Presiden No. 191/2014, pemerintah telah menghapus sepenuhnya subsidi untuk bensin. Saat ini, hanya solar (HSD 48) dan minyak tanah yang disubsidi. Skema subsidi tetap diterapkan untuk solar guna meminimalkan eksposur risiko fiskal di masa mendatang.

Bidang reformasi lainnya adalah satu kebijakan harga BBM sejak Januari 2017. Menurut Peraturan Menteri Energi No. 36/2016, harga BBM harus sama di seluruh negeri. Sebagian besar lokasi yang akan dicakup oleh program ini berada di Papua dan Kalimantan Utara. Program tersebut menyiratkan bahwa harga BBM di Papua akan disetarakan dengan harga BBM di Jawa.

Ini akan meningkatkan efisiensi distribusi dan meningkatkan daya beli. Pemerintah juga mendorong penggunaan biofuel sebagai energi alternatif. Melalui Kebijakan Energi Nasional Indonesia berdasarkan Peraturan Presiden No. 5/2006, telah ditetapkan target 5% untuk penggunaan bahan bakar nabati.

Pada tahun 2015, Indonesia meningkatkan kewajiban pencampuran biodiesel dari 10% menjadi 15% untuk keperluan transportasi dan industri, dan 25% untuk pembangkit listrik. Sejak awal 2016, Indonesia telah menerapkan wajib 20% pencampuran biodiesel.

Dengan reformasi berkelanjutan, dampak anggaran yang signifikan telah dicapai, pada tahun 2015, subsidi bahan bakar fosil sebagai persentase terhadap PDB telah menurun secara signifikan dari 2,3 persen menjadi 0,5 persen.

Tidak hanya menurunkan porsi subsidi, dan mempertahankan angka di 0,3 persen menjadi 0,7 persen setelah reformasi, tetapi juga menciptakan ruang fiskal untuk program pemerintah, beralih dari subsidi ke sektor yang lebih produktif, seperti pendidikan, serta kesehatan dan bantuan sosial.

Penghematan subsidi juga dapat dimanfaatkan untuk sektor lain yang bernilai tambah tinggi dan mendukung daya saing perekonomian, seperti infrastruktur. Mengingat pasca Pandemi Covid-19, pemerintah membutuhkan lebih banyak anggaran untuk mendukung pemulihan ekonomi. Kebijakan lebih lanjut harus diambil oleh Pemerintah untuk melanjutkan reformasi subsidi energi (LPG dan Listrik).**