Surat Edaran Bupati Malang Menui Pro-Kontra

535 dibaca

Surat Edaran (SE) Bupati Malang, H.M. Sanusi, tetang Usaha Mikro Kecif Menengah dan Industri Kecil Menengah menui pro-kontra. SE Bupati Malang tersebut, menindaklanjuti Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia nomor 47/M-DAG/PER/612016 tentang Peningkatan Penggunaan Prodük Dalam Negeri, serta surat Gubernur Jawa Timur tanggal 7 September 2020 nomor : 500.1/1323/021.1/2020 perihal Himbauan Percepatan Belanja Pemerintah Daerah untuk Menggerakkan Perekonomian.

Dalam rangka mempertahankan basis konsumsi masyarakat dan penggunaan prodük Usaha Mikro Kecif Menengah dan Industri Kecil Menengah di Kabupaten Malang dengan mengutamakan prodük potensi industri lokal, maka diminta untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Seluruh Stakeholder di Kabupaten Malang diminta berperan aktif dalam upaya perkembangan, pemberdayaan dan pemasaran prodük lokal Usaha Mikro Kecil.

2. Dalam melaksanakan kegiatan kedinasan maupun lainnya diwajibkan menggunakan produk lokal Usaha Mikro Kecil Menengah dan Industri Kecil Menengah Kabupaten Malang.

3. Seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Malang wajib mendukung Gerakan beli produk lokal Usaha Mikro Kecil Menengah dan Industri Kecil Menengah Kabupaten Malang paling sedikit Rp. 50.OOO,- dengan menukarkan voucher belanja di Galeri Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Malang sebagai pusat produk Usaha Mikro Kecil Menengah dan Industri Kecil Menengah Kabupaten Malang, berlokasi di JI. KH. Agus Salim No. 7 Malang (depan Malang Plaza);

4. Jenis barang yang tersedia di Galeri Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Malang yaitu:
a). Kebutuhan Primer, berupa sembilan bahan pokok;

b) .vKebutuhan Sekunder, berupa produk makanan minuman olahan;

c). Kebutuhan Tersier, berupa kerajinan, batik dan produk lokal lainnya.

Sudarno Koordinator Good Governance Activator Alliance (GGAA) Sudarno, mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Malang ini sangat positif dalam menggerakkan perekonomian nasional dalam konteks lokalitas, sehingga perlu adanya dukungan para pihak terutama di pemerintah itu sendiri.”Jangan hanya memberikan himbauan kepada ASN, tapi tidak ada upaya kebijakan untuk mendukung hal tersebut. Apa kebijakan itu, kebijakan tersebut dalam bentuk adanya katalog lokal sebagai bagian dari kebijakan daerah dalam menggerakkan perekonomian lokal,” katanya.

Lebih jauh dalam setiap rapat-rapat dari OPD2 mempergunakan mamin (makanan dan minuman) dari UMKM disekitar Kantor OPD, sehingga hal ini akan berdampak positif memberikan daya dukung pengembangan produk UMKM di wilayah Kabupaten Malang.

Sedangkan penukaran voucher Rp. 50.000 bagi ASN di Dekranasda, jangan sampai hal ini dimonopoli oleh salah satu UMKM yang mana tentunya SE tersebut hanya sebagai kamuflase saja. Dekranasda pun juga perlu secara terbuka memsosialisasikan gerakan program tersebut.

Apa pemerintah sudah siap dengan tempat karena ASN Kabupaten Malang sendiri sekitar 17.000 orang. Dengan jumlah sebanyak itu apa sanggup memenuhi kebutuhan primer itu?

Persaingan ekonomi dengan belanja online juga sudah cukup banyak dengan geratis ongkos kirim. ASN yang jauh dari Galeri UMKM Jl. Agus Salim No 7 Kota Malang, tentu sangat memberatkan.

“Jika saya harus membelanjakan
voucher dari potongan gaji Rp. 50.000,- ke Galeri UMKM ya mending saya belanja di darah sendiri,” keluh ASN asal Kasembon S.Wahana.

Menurutnya, kalau dirinya pergi ke Galeri UMKM jauh dengan resiko macet biaya lebih besar.”Otomatis tidak akan saya lakukan jika terkait kebutuhan primer dan sekunder, ya lebih baik belanja online dengan geratis ongkos kirim,” paparnya.

Dirinya sangat bangga dengan produksi sendiri tetapi jika itu tidak menguntungkan gomna lagi.

“Kalo menurut saya sendiri jangan diterapkan untuk daerah yang jauh disamping itu sekarang sudah banyak dijangkau dengan belanja online,” ungkap dia.

Selama ini untuk mendukung pelaksanaan membeli produk UMKM, Pemda Kabupaten Malang, telah melakukan pemotongan gaji ASN sebesar Rp. 50.000,- kemudian diganti dengan voucher belanja senilai Rp. 50.000.

“Saran saya sebaiknya Dinas yang menangani itu membuat kebijakan kurang keberpihakan kepada ASN karena selama ini juga sudah banyak potongan,” keluh salah satu ASN.
**(ahmad/jono/adek)