Istilah Internal Solitary Wave soal KRI Nanggala 402

135 dibaca

Belum ada penyebab resmi yang ditetapkan untuk insiden KRI Nanggala-402 yang mengakibatkan gugurnya 53 awak kapal selam di dalamnya.
Kendati demikian, ada beberapa spekulasi yang dikaitkan dengan KRI Nanggala-402.

Salah satunya, fenomena bawah laut yang telah dialami banyak kapal selam, setidaknya sejak Perang Dunia II. Dugaan faktor alam yang memengaruhi insiden KRI Nanggala 402.

Seperti diberitakan bahwa Asisten Perencanaan dan Anggaran KSAL Laksamana Muda Muhammad Ali menyebut, tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 dapat dipengaruhi arus bawah laut.

“Masalah faktor alam, ini tentunya pada saat kapal selam di permukaan mungkin hampir sama dengan faktor alam yang dialami kapal atas air. Tapi pada saat kapal selam menyelam, mungkin yang paling berpengaruh adalah faktor arus bawah laut,” kata Ali dalam konferensi pers, Selasa (27/4/2021) lalu.

Ali menjelaskan, arus bawah laut tersebut memiliki kondisi berbeda di masing-masing tempat.
Namun, kata dia, awak kapal selam pasti dibekali buku panduan untuk memahami kondisi perairan yang akan dilayari, baik dari faktor oseanografi maupun hidrografinya.
Ali melanjutkan, terkait faktor alam, ada juga yang disebut dengan “internal solitary wave”.

“Ada internal solitary wave ini juga berdasarkan beberapa pakar ahli oseanografi itu ada arus bawah laut yang cukup kuat yang bisa menarik secara vertikal,” kata dia.

Akibatnya, kapal dapat ‘jatuh’ lebih cepat ke arah dasar laut dari biasanya. Untuk mengatasi itu, awak kapal selam mesti menggunakan tenaga pendorong yang lebih kuat dari biasanya.

Namun, Ali menekankan, faktor alam seperti apa yang menyebabkan KRI Nanggala 402 tenggelam harus dibuktikan melalui proses penyelidikan yang akan melibatkan para pakar dari dalam maupun luar negeri.

Internal Solitary Wave

Menurut para ilmuwan, gelombang soliter internal atau internal solitary wave, dapat mencapai ketinggian bawah laut yang menyebabkan kekhawatiran bagi kapal selam.

Internal solitary wave dihasilkan oleh interaksi pasang surut yang kuat, lapisan laut yang lebih hangat dan lebih dingin, serta geografi bawah laut.

Dilansir NPR, Jumat (30/4/2021), gelombang soliter internal ada di wilayah samudera tertentu di seluruh dunia. Sebagai contoh di Selat Gibraltar yang menghubungkan Mediterania dengan Samudra Atlantik, sebagian Pasifik Barat, dan Laut Cina Selatan.

Tak hanya ada di sana, gelombang soliter internal juga diketahui ada di kawasan Selat Lombok di Indonesia, tempat KRI Nanggala 402 hilang.

Matthew Alford, direktur asosiasi Laboratorium Fisika Laut di Scripps Institution of Oceanography di San Diego, mengatakan bahwa AS, China, dan Rusia telah menghabiskan banyak uang untuk mempelajari gelombang internal di Laut China Selatan karena potensi dampaknya.

“Gelombang internal sangat kuat dan berbahaya karena menyapu lapisan laut (dan berpotensi apa pun di dalamnya termasuk penyelam atau kapal selam) untuk jatuh ratusan meter hanya dalam beberapa menit,” kata Alford dalam email ke NPR.

“Selat Lombok juga dikenal sebagai daerah dengan gelombang internal yang kuat,” kata Alford, yang meneliti fenomena tersebut.

Meskipun dia belum pernah mendengar gelombang internal, menurutnya, tenggelamnya kapal selam karena gelombang soliter internal adalah skenario yang masuk akal.

Gelombang Soliter Internal

Sebuah studi tahun 1966 oleh Angkatan Laut AS mencatat bahwa bagian dari gelombang internal amplitudo besar dapat membuat kontrol kedalaman kapal selam menjadi sulit, terutama ketika kapal selam berjalan dengan tenang dengan kecepatan rendah.

Laporan berjudul Internal Waves: Their Influence Upon Naval Operations mencatat, gelombang seperti internal solitary waves dapat menyebabkan tenggelamnya kapal selam yang tak terkendali.

“Dalam Perang Dunia II, kapal selam menghindari Selat Gibraltar karena terkenal memiliki gelombang bawah laut yang tidak biasa yang dianggap berbahaya,” kata David Farmer, ahli kelautan fisik di Universitas Rhode Island, kepada USA Today pada 2014.

Pada puncak Perang Dingin pada tahun 1984, kapal selam Soviet yang tampaknya berjalan di bawah kapal tanker untuk menutupi jalan keluarnya dari Selat tiba-tiba menabrak lambung kapal tanker, menyebabkan kerusakan pada kedua kapal dan memaksa kapal selam itu ke permukaan.

Tabrakan tersebut diduga disebabkan oleh gelombang internal yang secara tak terduga mendorong kapal selam ke permukaan.

Maarten Buijsman, seorang ilmuwan kelautan di University of Southern Mississippi, setuju bahwa ada kemungkinan gelombang internal dapat menyebabkan tenggelamnya Nanggala.

“Beberapa gelombang internal dapat memiliki amplitudo yang besar dan mereka dapat menggantikan kapal selam,” kata Buijsman.

“Gelombang dihasilkan di atas topografi curam karena permukaan pasang,” imbuhnya kepada NPR.

“Di Laut China Selatan, amplitudo gelombang internal bisa sekitar 100 meter (330 kaki).”

Perkiraan Tentang KRI Nanggala 402

Dalam insiden KRI Nanggala-402, menurut para ahli apa yang terjadi mungkin kebalikan dari apa yang terjadi dengan kapal selam Soviet di Selat Gibraltar pada 1980-an.

Alih-alih gelombang internal yang menyebabkan kapal selam itu meluncur ke permukaan, kapal selam KRI Nanggala-402 justru didorong jatuh lebih dalam daripada yang dirancang untuk beroperasi dengan aman.

Insiden kematian KRI Nanggala-402 masih dalam penyelidikan. Seperti kita tahu, kapal selam bertenaga diesel buatan Jerman itu pecah menjadi tiga bagian di dasar laut pada kedalaman hampir 840 meter.
Gelombang internal hanya salah satu penjelasan yang mungkin paling masuk akal untuk insiden hancurnya kapal selam KRIN Nanggala-402 sejauh ini.
**(kmp/made)