Virus Corona Ladang Bisnis RS?

203 dibaca

Pandemi virus Covid-19 di Indonesia khususnya di dunia tergolong mengerikan. Pasalnya, tak ada satu orang pun yang akan tahu jika tubuhnya terpapar virus mematikan tersebut. Jika tidak diketahui dan tidak segera diobati, dalam hitungan jam bisa berskibat fatal.

Fenomena pandemi Covid-19 yang kini telah menyebar di seluruh dunia, kabarnya, virus corona kini dijadikan ladang bisnis oleh oknum-oknum tertentu, termasuk rumah sakit. Benarkah demikian?

Seperti yang belum lama terjadi di Bekasi Barat, seorang wanita diduga menderita tifus dan demam berdarah dengue (DBD) diubah statusnya menjadi seorang pasien positif Covid-19. Bahkan kabarnya, pihak keluarga disuruh untuk membayar biaya pengobatan di rumah sakit tersebut sebesar Rp. 20-30 juta.

Dikutip dari Mata Pers Indonesia, Yasser menceritakan kronologi sang ibunda diubah statusnya menjadi pasien positif Covid-19.
“Pada saat itu juga kami bersama keluarga berinisiatif membawa ibu saya ke Rumah Sakit Awal Bros, Bekasi. Setelah itu ibu saya langsung dapat tindakan rapid test, suhu tubuh dicek, masih normal, masih 37 awalnya suhu tubuh ibu saya,” katanya.

“Untuk sumber pembiayaan itu kita di cover oleh BPJS. Kita mendaftarkan dan diterima langsung oleh pihak Rumah Sakit Awal Bros dengan BPJS,” tuturnya.

Setelah itu, ibunda Yasser dibawa ke laboratorium, dengan hasil pemeriksaan positif tifus dan DBD bukan Covid-19.”Nah setelah itu, di tes laboratorium lagi darah ibu saya di Rumah Sakit Awal Bros yang ternyata hasilnya benar, ibu saya itu tifus dan DBD tidak positif Covid-19, dan hasil dari rapid test itu ibu saya non reaktif Covid-19,” cerita Yasser.

“Pada saat itu, dari bagian rumah sakit petugas laboratorium menyatakan ibu saya memang positif tifus dan DBD dan juga ada seperti cairan di paru-paru atau fleklah,” terangnya.

Namun karena ada cairan di paru-paru, sang ibunda dibawa ke ruang isolasi. Di sinilah letak kejanggalan terjadi, pihak keluarga menilai mengapa hanya sakit tifus dan DB serta ada cairan di pari-paru, seorang pasien harus menjalani masa isolasi.

“Ketika masuk di ruang isolasi ibu saya hari pertama itu seperti orang depresi, karena tidak ada yang menemani sampai-sampai ibu saya membawa infusan ke perawat yang meminta pindah dari ruang isolasi apalagi pihak petugas medisnya menggunakan baju hazmat dilengkapi Alat Pelindung Diri (APD) lengkap semuanya, jadi Ibu saya semacam gamang, itu yang menjadi satu ketakutan ibu saya,” kenang sang anak.

Namun sayangnya, di hari ketiga perawatan intensif tersebut, sang ibu meninggal dunia.”(Ibu saya) akhirnya meninggal dunia dengan keterangan tifus dan DBD dan disurat kematian ibu saya yang di tanda-tangani oleh dr. Viktor status ibu saya keterangannya tifus dan DBD bukan Covid-19,” jelasnya.

Sayangnya, kejanggalan lain kembali dirasakan pihak keluarga.”Nah pada saat kita mau membawa pulang ke rumah duka, disini, rumah kami ini, itu ditahan sama pihak rumah sakit, tidak diperbolehkan karena kami diarahkan prosesi pemakaman harus mengikuti protokoler pemakaman Covid-19. Disini kami merasa ganjal, kenapa mesti Covid, padahal ibu saya negatif,” tegas Yasser dengan nada kesal.

Selain ditetapkan untuk dimakamkan dengan protokoler pemakaman Covid-19, jenazah juga tidak boleh disemayamkan di rumah duka. Bahkan menurut pihak rumah sakit, jika jenazah disemayamkan di rumah, pihak keluarga harus membayar hingga puluhan juta rupiah.”Kalau emang memaksakan untuk ibu dibawa pulang katanya, bapak dikenakan biayanya umum, harus bayar 20-30 juta,” kisahnya.

Yasser merasa bingung, lalu fungsi BPJS-nya itu kemana.”Sampai hari ini kita tidak menerima hasil salinan rekapitulasi prosesi pengobatan ibu saya, seperti obat apa saja yang dikonsumsi oleh Ibu saya selama menjalani pengobatan di RS Awal Bros itu tidak ada,” ungkapnya.

Ketika mau membayar, pihak rumah sakit meminta surat pernyataan.”Karena kita masih galau dan keluarga belum siap alhasil kita mengikuti prosesi itu walau hingga saat ini hati kecil saya bertanya-tanya kemana BPJS,” paparnya.

Sementara itu, belum ada keterangan lebih lanjut dari pihak rumah sakit terkait.
Namun sebagian besar rumah sakit saat ini, telah menggunakan protokoler pemakaman Covid-19 untuk pemulasaran jenazah pasien PDP. (za)