Dilansir melalui situs Pondok Pesantren Ilmu Alquran (PIQ), www.piqsingosari.com, nama lengkap beliau adalah Muhammad Basori Alwi Murtadlo. Lahir di Singosari, Kabupaten Malang, 15 April 1927 dari pasangan bahagia, Kiai Alwi Murtadlo dan Nyai Riwati.
Sejak kecil, beliau belajar Al-Qur’an pada ayahnya, Kiai Murtadlo. Lantas berguru kepada Kiai Muhith, seorang penghafal Al-Qur’an dari Pesantren Sidogiri (Pasuruan) lalu kepada kakak kandung beliau, Kiai Abdus Salam.
Lantas KH. M. Basori Alwi Murtadlo, juga belajar kepada Kiai Yasin Thoyyib (Singosari), Kiai Dasuqi (Singosari) dan Kiai Abdul Rosyid (Palembang). Sewaktu tinggal di Solo pada tahun 1946-1949, beliau sempat belajar di Madrasah Aliyah (MA) dan mondok di Ponpes Salafiyah Solo, Jateng. Bahkan, ketika sudah berkeluarga dan tinggal di Gresik, beliau masih menyempatkan diri mengaji kepada Kiai Abdul Karim. Adapun lagu-lagu Al-Quran beliau peroleh dari Kiai Damanhuri (Malang) dan Kiai Raden Salimin (Yogya). Selanjutnya, beliau memperdalam lagu Al-Qur’an melalui kaset rekaman para qari’ Mesir, khususnya Syaikh Shiddiq Al-Minsyawi.
Ustadz Basori Alwi, demikian singkat orang banyak memanggilnya. Saat ini usia beliau sudah lanjut, 92 tahun. Tak banyak orang memanggil beliau Kiai Basori. Entah apa sebabnya. Mungkin karena terkait dengan keahlian ustadz dalam melagukan Al-Qur’an. Sebab, pelantun Al-Qur’an biasanya dipanggil ustadz.
Apalagi, hingga kini, Ustadz Basori masih berkiprah di Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) dan Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ) tingkat Nasional dalam Dewan Hakim. Atau mungkin, kata “Ustadz” yang menurut Al-Khuli, diartikan “Profesor”, sehingga memang pas bila gelar “Profesor” di bidang pembelajaran Al-Qur’an, disematkan pada diri Kiai Basori Alwi sebagai ulama ahli Al-Qur’an yang berpengaruh di dalam maupun luar negeri.
Basori muda, sebelum belajar di Ponpes Salafiyah Solo, pernah mondok di Ponpes Sidogiri dan Ponpes Legi di Pasuruan antara tahun 1940-1943. Selain mengkaji ilmu-ilmu agama dengan kitab-kitab klasik khas pesantren salaf, Basori Muda juga tekun belajar Bahasa Arab.
Beliau pernah berguru kepada Syaikh Mahmud Al-Ayyubi dari Iraq, Sayyid Abdur Rahman bin Syihab Al-Habsyi (sewaktu di Solo), Syaikh Ismail dari Banda Aceh, Ustadz Abdullah bin Nuh dari Bogor (sewaktu di Yogyakarta). Guru beliau yang disebut paling akhir ini adalah pengasuh Ponpes Al-Ghozali dan redaktur siaran berbahasa Arab di RRI Yogyakarta ketika masih menjadi Ibukota darurat RI.
KH. M. Basori Alwi merupakan sosok praktisi dunia pendidikan yang profesional dan berpengalaman. Buktinya, beliau telah malang melintang berkhidmat di lembaga-lembaga pendidikan, baik umum maupun agama, formal maupun informal. Beliau mulai menjadi pengajar sekitar tahun 1950 saat tinggal di kawasan Ampel Surabaya, di rumah pamannya.
Disana, beliau ditawari mengajar di SMI Surabaya dan PGA Negeri Surabaya (1950-1953) dan di PGAA Negeri Surabaya (1953-1958). Sejak itulah, jiwa kepengajaran beliau semakin terasah. Ketika hijrah ke Gresik setelah mempersunting gadis di sana, beliau masih mengajar di Surabaya.
Setelah lama merantau, pada tahun 1958, beliau kembali ke Singosari. Di sini beliau meneruskan tradisi mengajarnya dengan menjadi guru di PGAA Negeri Malang (1958-1960), dosen Bahasa Arab di IAIN Malang (1960-1961, sekarang UIN Malang). Di samping mengajar di lembaga formal, beliau aktif mengajar bacaan dan lagu Al-Qur’an di berbagai tempat. Sampai akhirnya, pada 1978, beliau mendirikan Pesantren yang dinamainya Pesantren Ilmu Al-Qur’an (PIQ) di Singosari, Malang.
Kiprah dan andil besar KH. M. Basori Alwi di bidang pendidikan Al-Qur’an sungguh luar biasa. Benar, jika beliau disebut pakar Al-Qur’an karena memang Ustadz Basori tiada henti mengajar Al-Qur’an dan mendakwahkannya. Dahulu, ustadz memang seorang qari’ (pelantun Al-Qur’an bil-ghina) tingkat nasional, bahkan internasional, walaupun tak seterkenal Abdul Aziz Muslim. Beliau ibarat pendekar yang sudah malang-melintang di dunia tilawah. Bersama dua qari’ nasional lainnya, Ustadz Abdul Aziz Muslim dan (alm.) Fuad Zain, dia pernah diundang untuk membaca Al-Qur’an di 11 negara Asia Afrika (Arab Saudi, Pakistan, Irak, Iran, Siria, Lebanon, Mesir, Palestina, Aljazair dan Libya).
Hal itu berlangsung selepas peristiwa pemberontakan G30S PKI tahun 1965.“Saat berkunjung ke Saudi, kami berkesempatan melakukan ibadah haji, dan itu adalah haji pertama saya,” kata Ustadz Basori.
Tak pelak lagi, Ustadz Basori tercatat sebagai tokoh kaliber Nasional dan Internasional di bidang Tilawatil Qur’an. Beliau salah satu pendiri Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadh (Organisasi para qari’ dan penghafal Al-Qur’an), sekaligus salah satu pencetus ide Musabaqah Tilawatil Qur’an tingkat internasional pada Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) tahun 1964.
Ustadz Basori juga termasuk penggagas MTQ tingkat Nasional. Sampai sekarang, beliau tidak pernah absen menjadi juri, baik pada MTQ dan STQ Nasional, maupun MTQ tingkat provinsi. Di samping itu, beliau dipercaya menjadi juri MTQ tingkat internasional di Brunei Darussalam (1985), Mesir (1998) dan Jakarta (2003).
Selain terjun di dunia pendidikan, Ustadz Basori adalah sosok aktivis organisasi kemasyarakatan yang ulet dan selalu konsen pada dunia dakwah Islamiyah. Tercatat, beliau pernah memegang tampuk kepemimpinan Gerakan Pemuda Ansor (1955-1958).
KH. M. Basori Alwi, bisa dibilang, sosok ulama yang komplet. Faseh berceramah dan penulis yang produktif. Beliau banyak menulis buku dan risalah ringkas, baik dalam bahasa Arab maupun bahasa Indonesia. Karya-karya beliau, antara lain:
1. Mabadi’ Ilm At-Tajwid (Pokok-Pokok Ilmu Tajwid) dilengkapi Kamus “Miftahul Huda” (Panduan Waqaf dan Ibtida’)
2. Madarij Ad-Duruus Al-Arabiyah (Pelajaran Bahasa Arab, 4 Jilid)
3. Dalil-Dalil Hukum Islam (Terjemahan Matan Ghayah Wat Taqrib, 2 Jilid)
4. Al-Ghoroib Fii Ar-Rasm Al-Utsmany (Seputar bacaan dan tulisan asing dalam Mushaf Rasm Utsmany)
5. Ahadiits Fi Fadhailil Qur’an Wa Qurra’ihi (Hadis-hadis tentang keutamaan Al-Qur’an dan para pembacanya)
6. Terjemahan Syari’atullah Al-Khalidah (Karangan Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki)
7. Pedoman Tauhid (Terjemahan Aqidatul Awwam)
8. Pengantar Waraqaat Imam Al-Haramain
9. Membahas kekuasaan (Terjemahan Al-Nasaih al-Diniyah Wa Al-Washaya Al-Imaniyah)
10. Al-Miqat Al-Jawwi Li Hajji Indonesia (Miqat Udara bagi Haji Indonesia)
11. Manasik Haji
12. Pedoman Singkat Imam dan Khotib Jum’at
13. Kumpulan khutbah Jum’at
14. At-Tadlhiyah, Petunjuk singkat tentang qurban
15. At-Tartil Waa Al-Lahn, risalah tentang Tepat dan Salah Baca dalam Al-Qur’an
16. Bina Ucap (Mahraj dan Sifat Huruf)
17. Bina Ucap (Hamzah Washol dan Hamzal Qotho’)
18. Dzikir Ba’da Shalat Jum’at
19. Zakat dan Penggunaannya
20. Hukum Talqin dan Tahlil
21. Tarawih dan Dasar Hukumnya
Dari sekian banyak karya ilmiah Ustadz Basori, dapat disimpulkan, bahwa pemikiran beliau amat dinamis dan berwawasan luas, mencakup berbagai bidang kehidupan umat beragama. Dengan berkembangnya dunia tehnologi modern, beliau pun tak ketinggalan zaman. Kiai Basori beserta para santrinya melahirkan rekaman melalui kaset, MP3, VCD dan DVD yang memuat panduan pembelajaran Al-Qur’an, praktek metode pengajaran, teori-teori ilmu tajwid dan sebagainya. Semua produk itu di buat di studio milik pesantren.
Dengan demikian, Ustadz Basori Alwi memang layak menyandang predikat kiai. Keikhlasan, amal ibadah dan perilaku beliau sehari-hari mendukung ke-kiai-annya. Dan jika seorang kiai disyaratkan memiliki kiprah yang kongkret di masyarakat, seperti pesantren atau pengajian-pengajian, Kiai Basori Alwi memiliki semuanya.
Kiai Basori dan pesantrennya, PIQ, telah menjadi salah kiblat yang penting dalam hal tilawah. PIQ menjadi pusat pembinaan para qari dan qariah dari kota dan kabupaten di seluruh Jawa Timur.
Tak hanya itu, Kiai Basori, sejak dulu juga menjadi rujukan untuk Qira’ah Bit-Tartil atau membaca Al-Qur’an yang baik dan benar, khususnya di beberapa tempat di Jawa Timur. Baik masyarakat umum, maupun masyarakat pesantren merasa perlu datang kepadanya untuk memintanya mengoreksi (mentashih) bacaan mereka dalam hal fasohah (pengucapan makhraj dan sifat huruf).
Paling tidak, ada tiga pesantren yang mempercayakan para gurunya untuk digembleng bacaan Al-Qur’annya oleh Kiai Basori, yang selanjutnya mereka tularkan kepada para santrinya.
Ketiga pesantren itu adalah Pondok Sidogiri (Pasuruan), Ponpes As-Salafiyah Asy-Syafi’iyah Asembagus (Situbondo), dan sebuah pesantren di Lumajang. Selain itu, beliau rutin mengajar masyarakat umum di Kota Probolinggo, Leces, Pacet (Mojokerto), Blitar, Sidoarjo, dan Malang.
Sekalipun Kiai Basori telah lanjut usia, kakek 23 cucu ini, hingga kini masih tetap aktif mengajar, baik di dalam maupun di luar pesantren. Rupanya, beliau tak pernah bisa melupakan pesan Kiai Muhith kepadanya. Selamat jalan sang “Profesor Alquran”.(zubairi indro/PIQ)