Selain tradisi Ngerebeg di Tegallang, tradisi ini juga sudah menjadi bagian piodalan di Pura Kahyangan Kedaton, dan pelaksanaan upacara ini diikuti oleh semua warga pengempon pura, pada penanggalan kalender Hindu Bali, bertepatan pada hari Anggara (Selasa) wuku Medangsia. Berikut kelanjutan tulisan posmonews.com
Pura Dalem Kahyangan Kedaton sendiri dibangun sekitar tahun 1980-an, terletak di kawasan objek wisata Alas Kedaton, Desa Kukuh. Kec. Marga, Kab. Tabanan, Bali. Kawasan ini dikenal sebagai hutan lindung yang dihuni oleh ratusan kera dan puluhan kalong besar. Menjadi destinasi wajib para wisatawan saat kunjungan tour ke arah rute Bedugul – Tanah Lot. Tradisi Ngerebeg tersebut hanya digelar saat piodalan berlangsung di Pura ini, saat rangkaian seluruh upacara berakhir.
Lokasi Pura dimana tradisi ini digelar, sangat mudah dijangkau karena berada pada kawasan objek wisata, dari kota Tabanan hanya sekitar 4 km, sedangkan dari Kuta sekitar 40 menit berkendaraan. Jika anda penasaran ingin menyaksikan datanglah pada waktu yang tepat, bisa ikut paket tour yang telah kami sediakan ataupun sewa mobil di Bali.
Prosesi ini berlangsung setelah kegiatan persembahyangan selesai sebelum matahari terbenam saat matahari condong ke Barat, suara kentongan (kulkul) terdengar bertalu-talu. Pada saat tersebut para anak-anak remaja yang sudah antusias mengikuti prosesi ini mempersiapkan bahan-bahan sarana Ngerebeg, mereka membawa tedung, tombak, lelontek maupun bandrang, yang tidak kebagian cukup membawa ranting-ranting pohon saja, perlengkapan tersebut nantinya diarak mengitari pura.
Sebelum prosesi Ngerebeg dimulai, Petapakan Ida Betara berupa Barong Ket dan Barong Landung juga tedun ikut menyaksikan prosesi tersebut. Seluruh pemangku desa menyiapkan tirta yang nantinya dipercikkan kepada peserta, juga menyiapkan sarana tetabuhan seperti tuak, arak dan berem untuk persembahan ke Bhuta Kala.
Sorak-sorai peserta baik itu anak-anak, remaja maupun orang tuapun terdengar ketika pemangku mulai memercikkan tirta (air suci), setelah diperciki tirta, semua peserta yang membawa berbagai peralatan melesat mengitari pura sebanyak tiga kali. Saat prosesi berlangsung, kera penghuni hutan di kawasan objek wisata Alas Kedaton ikut bersorak, seolah ikut ambil bagian dan menyaksikan tradisi Ngerebeg tersebut.
Usai Nerebeg prosesi dilanjutkan dan ditutup dengan tarian Pendet yang dibawakan oleh para Pemangku, pemangku menarikan kincang-kincung, dengan posisi berhadap-hadapan terbagi dalam 2 baris, salah satu baris membawa tekor dari daun pisang emas dan baris satunya membawa botol yang berisi tetabuhan, pada saat mereka berpapasan yang satu menuangkan tetabuhan dan satunya menengadahkan tekor, sebagai pertanda upacara ini telah selesai.
Dalam bahasa religi dan spiritual, bahwa kata Ngerebeg bermakna greget yang artinya suka cita, perayaan yang sudah diwarisi turun temurun ini, bermakna sebagai ungkapan suka cita. Juga bisa bermakna sebagai simbol melepas hawa nafsu. Makanya dalam pelaksanaan prosesi ini, sorak membahana serta ungkapan perasaan suka cita terlihat jelas dan alhasil setiap perayaan tersebut sempurna dan berjalan lancar.
Pura Dalem Kahyangan Kedaton sendiri memiliki beberapa keunikan, seperti memiliki 4 pintu masuk di setiap penjuru mata angin, sampaian yang lazimnya dengan bahan janur sedangkan disini dari daun pisang emas, tidak menggunakan sarana kwangen dan dupa, jaja begina tidak boleh berwarna merah, tidak menggunakan penjor, menyapu hanya boleh dengan ranting pohon. Utama Mandala berada diposisi paling rendah tidak seperti pura di Bali lainnya.
DANAR S PANGERAN