Merusak Kekuatan Mistik

140 dibaca

Rencana pembangunan sumber pembangkit listrik tenaga uap yang akan dilakukan di Gunung Lawu dianggap sebagai tindakan salah. Anggapan ini tentu bukannya alasan. Pembangunan ini dikhawatirkan selain akan merusak kelestarian Gunung Lawu juga dikhawatirkan akan merusak pancer atau pusat kekuatan mistik Pulau Jawa. Jika sampai ini terjadi diperkirakan akan banyak bencana yang akan menimpa Nusantara, khususnya tanah Jawa. Benarkah demikian? Berikut laporan posmonews.com.

KETENANGAN suasana Gunung Lawu yang berada di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur terusik. Sebab, belakangan muncul rencana di gunung ini akan dilakukan pengeboran untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi. Adanya rencana pengeboran ini menimbulkan reaksi penolakan dari beberapa kalangan. Apabila pengeboran ini sampai terjadi dikhawatirkan akan terjadi malapetaka yang luar biasa akan menimpa nusantara khususnya Pulau Jawa. Anggapan ini muncul karena sampai sekarang Gunung Lawu dianggap sebagai tempat keramat dan pusatnya tanah Jawa.

Pengeboran yang akan dilakukan ini seperti menggambarkan keinginan manusia untuk mendikte alam, di mana manusia menginginkan agar alam mengikuti kehendaknya. Padahal yang terjadi alam bergerak sesuai dengan keinginannya sendiri. Dan jika sampai ada yang berani mendikte alam bisa dipastikan akan terjadi suatu bencana alam yang mengerikan. Di sisi lain pengeboran Gunung Lawu ini juga dikhawatirkan akan merusak budaya serta situs-situs bersejarah yang ada dan belum tergali di sana.

Tentang rencana pengeboran Gunung Lawu ini pihak Keraton Kasunanan Surakarta memiliki pendapat tersendiri. Sebagai benteng penjaga budaya terakhir Keraton Kasunanan Surakarta mempunyai empat benteng yang dijadikan sebagai pusat kekuatan spiritual. Dan secara spiritual empat benteng ini masih setia mengadakan komunikasi dengan keraton. Atas dasar kesetiaan ini apabila sampai ada yang mengusik atau merusak salah satu benteng pusat spiritual ini akan terjadi suatu hal yang kurang baik.

“Keberadaan empat titik benteng ini harus dijaga dengan baik. Sebab, apabila ada yang berani mengganggu empat pusat benteng tadi akan mengganggu keselarasan kekuatan gaib yang ada di tanah Jawa, khususnya di wilayah eks karisedenan Surakarta,” ujar Kanjeng Pangeran Aryo Winarno Kusumo, wakil pangarsa Pengageng Sasana Wilapa Keraton Surakarta.

Selanjutnya lelaki yang akrab disapa Kanjeng Win ini menjelaskan empat pusat benteng yang menjadi pusat spiritual dari Keraton Kasunanan Surakarta ini. Empat pusat benteng gaib ini biasa disebut dengan titik purwo. Letaknya ada di empat penjuru mata angin. Di sisi timur ada Gunung Lawu. Titik ini dijaga oleh Kanjeng Sunan Lawu. Adanya anggapan jika Gunung Lawu adalah salah satu pusat gaib tanah Jawa ini membuat puncak lawu dan daerah yang ada di lereng Gunung Lawu hingga saat ini banyak yang dijadikan sebagai tempat untuk beritual dan ngalab berkah demi tercapainya beragam tujuan.

“Fungsi benteng gaib ini adalah untuk menolak atau mentralisir semua kekuatan negatif yang hendak masuk wilayah eks. Karisidenan Surakarta yang berasal dari arah timur. Bukan hanya menetralkan saja, tetapi kekuatan gaib yang ada disana juga bisa digunakan untuk menolak gangguan-gangguan itu,” tambah Kanjeng Win.

Kemudian tentang titik atau benteng sebelah barat disebut dengan titik pracimo. Yang dimaksud dengan titik ini adalah Gunung Merapi. Titik ini dijaga oleh sosok gaib yang bernama Kanjeng Ratu Sekar Kedaton. Sosok ini bertugas mengayomi dan menjaga keselarasan keraton dari gangguan yang berasal dari barat. Atas dasar inilah setiap malam satu Sura kerabat keraton dan warga yang ada di lereng Gunung Merapi senantiasa melarung kepala kerbau sebagai ucapan terima kasih.

Selanjutnya di sebelah selatan ada titik daksimo yang menjaga titik ini adalah Kanjeng Ratu Kencana Sari. Segala kekuatan jahat dan kekuatan mistik yang mengakibatkan ketidakbaikan akan dibendung oleh kekuatan spiritual ini. Atas dasar inilah di daerah yang berada di sepanjang pantai selatan banyak dibangun pesanggrahan untuk melakukan tirakat guna meningkatkan daya jaga di titik selatan.

Sedangkan yang terakhir adalah titik untoro titik ini berada di sebelah utara. Keberadaan titik ini adalah di hutan Krendowahono, sosok yang menjaga titik ini adalah Bethari Kalayuwati. Fungsi dari benten ini adalah menjaga atau mengayomi wilayah utara. Dan mencegah masuknya daya atau kekuatan gaib yang sifatnya merusak dari arah utara. Hubungan keraton dengan penjaga benteng utara ini masih terjaga dengan baik. Hubungan tersebut diwujudkan dalam sebuah upacara yang dinamakan Mahesa Lawung. Upacara ini diwujudkan dalam penanaman kepala kerbau jantan yang belum pernah melakukan perkawinan.

Terjalinnya hubungan baik ini selain menjaga kelestarian kearifan lokal yang tersimpan dalam upacara-upacara yang dilakukan tadi. Juga digunakan menjaga agar keselarasan alam yang timbul dari terlaksananya acara tersebut juga tetap terjaga dengan baik. Dengan adanya alam yang laras tentu akan membawa kebaikan pada banyak pihak. Dan sebaliknya, apabila kondisi alam yang ada di sana tidak lagi selaras pastinya akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Dalam hal ini adalah Gunung Lawu. Sejak lama Gunung Lawu telah menjadi pusat kekuatan tanah Jawa. Jika keselarasan alam di Gunung Lawu ini sampai dirusak, maka kekuatan gaib yang ada di sana akan marah. Akibat dari kemarahan dari penunggu gaib yang ada di Gunung Lawu ini akan dirasakan oleh manusia. Agar kemarahan itu tidak terjadi tidak ada jalan lain kecuali menjaga kelestarian alamnya.

Terjaganya kelestarian Gunung Lawu juga menyimpan jejak sejarah yang cukup panjang. Di Gunung Lawu ini banyak ditemukan peninggalan-peninggalan masa lampau. Keberadaan situs ini dikarenakan pada masa lalu, saat Majapahit akan runtuh. Banyak pejabat keraton dari Majapahit yang mengungsi ke Gunung Lawu. Jika pengeboran ini dipaksakan untuk kepentingan suatu golongan, atau untuk manuver politik, pastinya akan terjadi sesuatu yang mengerikan.ZULY