Polemik Fatwa MUI Jatim

132 dibaca

Oleh : Drs. Husnu Mufid,MPdI

Merespon permintaan teman2 melalui inbox tentang polemik fatwa MUI Jatim, saya tidak mau masuk dlm substansi masalah yang difatwakan. Namun, saya hanya mengomentari tingkatan atau status mengenai keadaan dari fatwa MUI dalam sistem hukum nasional dan dalam upaya pelaksanaan pengaturan kehidupan berbangsa dan bernegara. Fatwa merupakan suatu keputusan hukum atas suatu masalah yg dilakukan Ulama MUI yang berkompeten baik dari segi ilmu atau kewaraannya. Fatwa dikeluarkan baik diminta ataupun tidak, karena itu perkembangan fatwa dalam sistem hukum Islam sangat penting seiring dg permasalahan sosial yg semakin hari semakin banyak dan kompleks dibandingkan dengan permasalahan yg terjadi pada masa Nabi, dan para sahabat.
Permasalahan yang dialami Rasul/para sahabatnya tidak serumit yg dihadapi sekarang, disisi lain Allah SWT telah mencukupkan wahyuNya dan hadits yg disampaikan Rasul untuk memecahkan permasalahan-2 yang ada.

Fatwa MUI merupakan perangkat aturan kehidupan masyarakat yang bersifat tidak mengikat dan tidak ada paksaan secara hukum bagi sasaran diterbitkannya fatwa untuk mematuhi ketentuan fatwa tersebut. Namun di sisi lain, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar materi muatan yg terkandung dalam Fatwa MUI dapat diserap dan ditransformasikan dalam merumuskan prinsip-prinsip hukum yang tidak bertentangan dg hukum Islam dan dapat menjadi materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang memiliki kekuatan hukum dan mengikat umum.

Pasal 29 (2) UUD 1945 dinyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-2 penduduk untuk memeluk agamanya masing-2 dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Kata menjamin dalam ayat (2) pasal 29 UUD 1945 tsb bersifat imperatif, artinya negara berkewajiban secara aktif melakukan upaya-2 agar tiap-2 penduduk dapat memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Sebenarnya, melalui ketentuan pasal 29 (2) UUD 1945, seluruh syariat Islam, khususnya yang menyangkut bidang-2 hukum muamalat, pada dasarnya dapat dijalankan secara sah dan formal oleh kaum muslimin, baik secara langsung maupun tidak langsung, dg jalan diadopsi dalam hukum positif nasional. Keharusan tiadanya materi konstitusi dan peraturan perundang-undangan yg bertentangan dg nilai-nilai ke-Tuhanan YME tersebut adalah konsekuensi diterapkannya prinsip Ketuhanan YME sebagai salah prinsip dasar penyelenggaraan negara, tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 dan tidak mengganggu keutuhan NKRI.

Merujuk beberapa negara saat ini, fungsi fatwa dalam sebuah negara dapat dibedakan melalui tiga fungsi utama yakni (1) Negara yang menjadikan syariah Islam sebagai dasar dan UU negara yang dilaksanakan secara menyeluruh dan sempurna, maka fatwa memainkan peranan penting. (2) Negara yang mengaplikasikan hukum sekuler, maka fatwa tidak mempunyai peranan dan tidak berfungsi dalam negara. (3) Negara yang menggabungkan penerapan hukum sekuler dan hukum Islam, maka fungsi fatwa lebih bertumpu dalam ruang lingkup hukum Islam saja. Indonesia adalah negara yang mengaplikasikan pola pemerintahan ketiga, sehingga menjadikan kajian fatwa di Indonesia begitu menarik. Berdasarkan Pasal 7 (1) UU No.12 Thn 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, jenis dan hierarkhi peraturan perundang-undangan adalah sbb:
1. UUD 1945.
2. Ketetapan MPR.
3. UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU,
4. Peraturan Pemerintah.
5. Peraturan Presiden,
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Kemudian di dalam Pasal 8 ayat (1 dan 2) UU No.12 tahun 2011 disebutkan pula bahwa keberadaan jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dlm Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yg ditetapkan oleh MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, KY, BI, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yg dibentuk dg UU atau Pemerintah atas perintah UU, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kab/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yg setingkat diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh UU yg lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Apabila merujuk jenis dan hierarkhi sbagaimana tersebut dalam UU No.12 Tahun 2011 tersebut, maka posisi Fatwa MUI tidak merupakan suatu jenis peraturan perundang-undangan yg mempunyai kekuatan mengikat secara umum. Kemudian bagaimana kedudukan fatwa MUI dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Kedudukan Fatwa MUI terdapat dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan.

Dalam catatan sejarah sejak berdirinya MUI sampai dg sekarang, telah banyak fatwa dan nasihat MUI sebagai produk pemikiran hukum Islam yang terserap dalam berbagai UU baik di bidang sosial politik maupun bidang Ekonomi bisnis. Indikator yang mendukung kecenderungan tersebut dapat dilihat dari lahirnya beberapa Peraturan Perundang-undangan, antara lain: UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Kompilasi Hukum Islam , UU No:1/2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dll.

Perkembangan dewasa ini menunjukan bahwa fatwa MUI memiliki kedudukan yang semakin kuat secara sosiologis sebagai sebagai bahan dan rujukan dalam pembentukan UU , hal ini dapat dilihat dalam UU No:40 Thn 2007 tentang PT Pasal 109 dinyatakan : Perseroan yg menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah yg terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi MUI yang bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.

Dengan demikian jelaslah, bahwa Fatwa MUI merupakan perangkat aturan kehidupan masyarakat yang bersifat tidak mengikat dan tidak ada paksaan secara hukum bagi sasaran diterbitkannya fatwa untuk mematuhi ketentuan fatwa tsb. Namun di sisi lain, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, melalui pola-pola tertentu, adanya kewajiban bagi regulator agar materi muatan yg terkandung dalam Fatwa MUI dapat diserap dan ditransformasikan dalam merumuskan prinsip-prinsip tsb menjadi materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang memiliki kekuatan hukum dan mengikat umum.