Pangeran Jayakarta Lakukan Gerilya

135 dibaca

Walaupun Pangeran Jayakarta dan pasukanya telah mundur dari serangan Belanda yang licik dan penuh tipu daya. Namun dia masih tetap bersemangat dan berusaha keras untuk menyerang dan merebut kembali kota yang baru di proklamasikan oleh Coen tersebut. Hal itu dilakukan dengan membentuk pasukan-pasukan gerilya yang terdiri dari pasukan Keraton Jayakarta dan pasukan Kesultanan Banten yang tersisa. Berikut catatan Tommyk posmonews.com

PANGERAN Jayakarta yang di dampingi oleh sesepuh Banten, Pangeran Wijaya Kusuma, selanjutnya menyamar sebagai rakyat biasa untuk melihat situasi dan kondisi Kota Batavia atau Keraton Jayakarta yang telah di tinggalkannya.
Sementara itu untuk merencanakan strategi perang, Pangeran Jayakarta dan Pangeran Wijaya Kusuma menjadikan Kampung Dalam atau wilayah Jatinegara Kaum sebagai Base Camp pertahanan. Perjalanan pasukan perang dilakukan melalui 4 jalur, yakni jalur darat, jalur berkuda, jalur sungai, dan yang terakhir jalur perahu atau sampan.
Strategi perang gerilya tersebut di bagi menjadi dua pasukan, pasukan pertama berada di posisi timur Jakerta/Jayakarta Lama atau Batavia di bawah pimpinan dan arahan Pangeran Achmad Djakerta atau Pangeran Jayakarta. Sedangkan pasukan kedua berada di posisi barat Jakerta/Jayakarta Lama atau Batavia di bawah pimpinan dan arahan sesepuh Banten, Pangeran Wijaya Kususma.

J.P Coen Tewas
Pada tahun 1627 hingga 1629 J.P Coen kembali berkuasa di Batavia untuk yang kedua kalinya. Melihat hal tersebut, maka terjadilah serangan-serangan gerilya dari pasukan Pangeran Jayakarta bersama-sama dengan Senopati II (Panglima Perang Sultan Agung 1613-1645) dari Mataram.
Dalam catatan sejarah, terjadi 2 kali serangan gerilya hebat yang di lakukan oleh pasukan Pangeran Jayakarta. Yang pertama serangan pada tahun 1628 di bawah pimpinan Baurekso (Bupati Kendal, Jawa Tengah). Dalam serangan itu, pasukan yang di pimpin Baurekso mmengalami kegagalan atau kekalahan. Hal itu terjadi karena peluru yang digunakan oleh serdadu peran Coen masih bercampur dengan barang-barang najis.
Sedangkan serangan gerilya yang kedua, terjadi pada tahun 1629 di bawah pimpinan Dipati Ukur (Bupati Dayeuh, Priyangan, Jawa Barat). Berkat rahmat Allah SWT, dan berkat ketabahan hati serta taktik dan setrategi, serta arahan dari Sang Pangeran dan Sang Sultan, serangan gerilya yang kedua ini dapat dimenangkan.
Dalam pertempuran tersebut, J.P Coen berhasil di kalahkan dan dibunuh oleh Sang Sultan menggunakan kerisnya sendiri, yang bertepatan pada tanggal 20 september 1629. Namun hal itu di bantah oleh Belanda. Menurut Belanda, Coen tewas karena penyakit kolera, bukan karena kalah dalam peperangan.
Di sisi lain, Pangeran Jayakarta yang juga terjun dalam peperangan yang kedua ini, sempat terdesak oleh serdadu Belanda. Dalam kondisi terdesak semacam itu, Pangeran Jayakarta lantas melakukan siasat dengan membuang jubahnya ke dalam sebuah sumur, yang oleh serdadu Belanda di anggap Pangeran Jayakarta lah yang terjun.
Mengetahui hal itu, sumur tersebut di hujani peluru oleh Belanda, walaupun sebenarnya bukan Pangeran Jayakarta yang ada di dalam sumur itu, melainkan hanya jubahnya saja. Berkat izin Allah SWT melalui keilmuan bathin yang di miliki oleh Pangeran Jayakarta, Belanda berpikir Pangeran Jayakarta telah gugur dan jasadnya berada dalam sumur. Sehingga sumur itu di jaga ketat oleh serdadu-serdadu Belanda, dan selanjutnya di timbun dan kini di jadikan sebagai makam petilasan Pangeran Jayakarta.
Sementara itu, Pangeran Jayakarta bersama dengan pasukan dan pengikut-pengikutnya hijrah ke wilayah timur Batavia, yang hanya di tumbuhi semak belukar, rawa-rawa dan Hutan Jati. Namun ada pula pasukan maupun pengikut-pengikut Pangeran Jayakarta yang hijrah menuju Banten.
Pangeran Jayakarta kemudian menetap di samping Masjid/Base Camp yang di bangunya pada tahun 1920 M/1041 H, serta berketurunan hingga beliau wafat pada sekitar pertengahan abad XVI.
Pangeran Jayakarta dan pengikut-pengikutnya, serta keturunan-keturunanya menamakan tempat hijrahnya ini dengan nama Kampung Dalem, atau Kampung Ningrat Keraton, nama ini di gunakan dari tahun 1619 hingga 1799. Lalu berubah kembali menjadi Djatinegara, yang berarti Pemerintah Sejati (sebenarnya), atau Pemerintah Di Hutan Jati, nama ini di gunakan pada tahun 1799 sampai dengan 1901.
Kemudian berubah lagi menjadi Jatinegara Kaum atau Pemerintahan Negara Yang Sejati Didalam Satu Kauman. Hingga kini wilayah yang menjadi tempat hijrah Pangeran Jayakarta di berikan nama Kelurahan Jatinegara Kaum, Kecamatan Pulogadung, Kotamadya Jakarta Timur. ***