Ulama di Pulau Kalimantan cukup terkenal pada zaman Belanda. Beliau adalah Syekh Abdurrahman Siddik. Ia putra Syekh Muhammad ‘Afif bin Mahmud bin Jamaludin Al-Banjari. Dilahirkan pada tahun 1857 di Kampung Dalam Pagar Martapura Kalimantan Selatan. Berikut ini kisah hidupnya.
Selagi muda memang suka membaca kitab-kitab yang bernafaskan ajaran Islam. Karena itu, ia menguasai berbagai ilmu agama Islam mulai dari syariat hingga ilmu tasawuf. mengingat waktu itu ajaran-ajaran tasawuf berkembang cukup pesat. Gurur-gurunya merupakan orang-orang yang memiliki ilmu yang cukup tinggi. Khususnya dalam bidang keagamaan. Oleh karena itu, semasa mudanya dihabiskan mengaji keberbagai ulama yang ada di Kalimantan.
Setelah merasa ilmunya cukup tinggi. Kemudian menyebarkan ajaran islam dikampung halamannya sendiri. lama kelamaan santri-santrinya cukup banyak datang dari berbagai daerah Indonesia, Malaysia dan Singapura. karena waktu itu tidak ada batasan wilayah. juga antara Singapura, Malaysia dan Indonesia bukan merupakan kerajaan tersendiri, melainkan dalam kekuasaan penjajah Belanda dan Inggris.
Meskipun hidup pada zaman penjajahan Belanda dan Ingris Syekh Abdurrahman Siddiq tidak memiliki rasa takut untuk menyebarkan agama Islam di Pulau Kalimantan. Ia bukan hanya berdakwah kepada masyarakat muslim yang ada di daerahnya. Tapi juga berdakwah di daerah pedalaman Kalimantan yang masyarakatnya masih menganut agama Animisme dan Dinamisme. Masyarakat tersebut adalam Suku Dayak.
Dalam perkembangannya, Syekh Abdurrahman Siddiq mengajar diberbagai pulau dan negeri sebrang. Muridnya jumlahnya semakin banyak. Pengajiannya banyak dihadiri umat Islam. Sehingga murid-muritnya berbagaimacam ragam etnis dan bangsa. Ia merupakan seorang ulama dari etnis Banjar Kalimantan yang sangat di kenal dan menyamai ulama-ulama dari Jawa. Waktu itu, ulama-ulama di Jawa sedang berperang menghadapi Belanda dan menyingkir didaerah pedesaan.
Setelah sekian lama berdakwah di Kalimantan melanjutkan perjalanan menuju makkah. karena waktu itu banyak ulama-ulama yang pergi kesana, baik sebagai pengajar maupun menuntut ilmu. Karena waktu itu pusat agama berada di kota kelahiran Rasulullah.
Di Mekkah, setelah belajar pada ulama-ulama. kemudian diangkat sebagai guru di Masjidil Haram. Karena waktu itu Masjidil Haram juga sebagai pusat belajar agama Islam. Murid-muridnya pun datang dari berbagai kerajaan. Seperti, Singapura, Malaysia, Jawa, Turki, Iran, Arab Saudi dan Kalimantan. Waktu itu anak-anak muda yang datang ke makkah bukan hanya berhaju, melainkan belajar ilmu agama islam. mengingat di Indonesia belum ada perguruan tinggi Islam dan pondok pesantren yang mengajarkan ilmu agama tingkat tinggi.
Selang beberapa tahun ia pulang kembali ke Kalimantan untuk mengislamkan orang-orang Kalimantan. Kemudian melanjtkan dakwahnya ke Riau. Hingga akhir hayatnya tidak kembali ke Makkah. Beliau Wafat pada umur 72 tahun bertepatan di Sapat, Indragiri Hilir Riau pada 10 Maret 1930.
Beliau dimakamkan di Kampung Sapat Indragiri Hilir Propinsi Riau bersanding dengan makam ibu asuhnya Mak Ciknya Siti Sa’idah. Mengingat sejak usia 2 tahun ibu kandungnya meninggal dunia. Disampingnya lagi disemayamkannya istrinya. Kemudian disekitarnya makam-makam murid-muridnya yang berasal dari Singapura, Malaysia dan Kalimantan. Meskipun telah meninggal dunia, pengaruhnya hingga kini masih terasa ada. Tiap bulan banyak masyarakat yang menziarahi. Khususnya bagi para pegagum dan orang-orang yang mencintai para ulama. ***