Mengislamkan Mbah Mayang Madu

200 dibaca

 Sunan Banjanr merupakan seorang ulama dari Kalimantan. Datang ke wilayah Lamongan untuk mnyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat setempat yang masih memeluk Animisme dan Dinamisme. Bagaimana kisahnya siar Islam yang dilakukan? Berikut tulisan Husnu Mufid dari posmonews.com.

Pada tahun  1440-an Sunan Banjar melakukan perjalanan lewat laut dari Kalimantan menuju Pulau Jawa. Karena waktu itu hubungan antara  kedua masyarakat di dua pulau tersebut cukup terjalin dengan baik melalui perdagangan.

Pada saat menuju Pulau Jawa, Sunan Banjar mengalami masalah. Kapalnya karam di tengah lautan. Ia mampu berenang dan berhasil mendarat di Pantai  Desa Banjaranyar yang masih bernama Kampoeng Njelaq.

Sunan Banjar  kemudian ditolong oleh Mbah Mayang Madu, seorang penguasa di Kampoeng Njelaq dan merupakan penganut ajaran agama Hindu, yang memang suka menolong  orang-orang yang terdampar di wilayah kekuasaannya. Setelah beberapa minggu berdiam di rumah Mbah Mayang Madu, Sunan Banjar melihat situasi masyarakat setempat menganut  berbagai macam kepercayaan terhadap kekuatan gaib dan roh-roh leluhur. Sedangkan agama yang sedang berkuasa di kerajaan Majapahit masa itu adalah agama Siwa Budha.

Melihat kondisi tersebut, maka Sunan Banjar terketuk hatinya untuk menyebarkan ajaran agama Islam di tengah-tengah masyarakat  dengan cara-cara yang santun tanpa harus  melakukan pemaksaan. Langkah pertama Sunan Banjar adalah dengan  mengajak Mbah Mayang Madu agar mau agar bersedia  masuk Islam.  Hal itu dilakukan, jika Mbah Mayang Madu berhasil diislamkan, maka sudah barang tentu rakyat sekitar akan masuk Islam.

Berkat keteguhan, kesabaran dan ketekunan beliau dalam berjuang akhirnya beliau berhasil meng-islamkan Mbah Mayang Madu. Tanpa memaksa. Karena mengetahui ajaran Islam merupakan ajaran yang sesuai dengan hati nurani. Bahkan  dapat dijadikan sebagai pedoman kehidupan.

Dengan masuk Islam Mbah Mayang Madu,  maka  proses penyebaran Islam semakin berkembang. Mbah Mayang Madu menyokong dan memberi dukungan penuh tanpa ada pamrih. Selanjutnya, beliau bersama Mbah Mayang Madu saling bahu-membahu di dalam memperjuangkan misi sucinya, yakni menyebarkan ajaran Islam demi tegaknya kalimat tauhid “laa ilaha illallah”. Dengan berbagai macam rintangan mereka hadapi dengan penuh kesabaran, ketabahan dan semangat perjuangan.

Dalam kurun waktu singkat, warga Kampoeng Njelaq memeluk agama Islam. Kemudian Sunan Banjar berfikiran ingin mendirikan sebuah lembaga pendidikan secara permanen. Kemudian  berunding dengan Mbah Mayang Madu selaku tokoh masyarakat mengenai tenaga pengajarnya. Dari situ muncul ide untuk menemui Sunan Ampel di Surabaya. Akhirnya Sunan  Banjar bersama dengan Mbah Mayang Madu sowan menghadap Kanjeng Sunan Ampel di Ampeldenta, Surabaya. Di sana beliau menyampaikan keinginannya untuk mendirikan pondok pesantren dan sekaligus mohon bantuan tenaga pengajar yang ahli dibidang ilmu-ilmu diniyah.

Sunan Ampel sangat senang mendengar tujuan Sunan Banjar dan dengan senang hati  mengabulkan permohonan dan berjanji akan menugaskan putranya, R. Qosim untuk pergi ke Banjaranyar agar dapat membantu perjuangan Sunan Banjar dan Mbah Mayang Madu. Kemudian Sunan Ampel mengutus putranya Raden Qosim atau Sunan Drajad untuk pergi ke Lamongan guna membantu Sunan Banjar melewati jalur laut. Saat berada di tengah laut muncul badai. Sehingga kapalnya karam.

Sunan Drajad mencoba berenang untuk menyelamatkan diri dan ditolong oleh ikan. Hingga akhirnya sampai di pinggir pantai. Kemudian ditolong Mbah Mayang Madu. Dari sinilah awal perjuangan Sunan Drajad  bersama Sunan Banjar menyebarkan ajaran Islam.

Setelah berjalan beberapa tahun, Sunan Banjar berpulang ke Rahmatullah. Beliau dimakamkan di Desa Banjaranyar bagian utara. Kemudian menyusul Mbah Mayang Madu pun wafat, beliau dimakamkan di belakang Masjid Njelaq dan mendapat julukan Sunan Jelaq. Sepeninggalan Mbah Banjar dan Mbah Mayang Madu, maka tinggallah Kanjeng Sunan Drajat yang melanjutkan usaha-usaha yang sebelumnya dirintis oleh beliau bersama almarhum.***