Mencari Jalan Kesempurnaan (4)

200 dibaca

Di dalam Alqur’an surat Al-Isra’ ayat 44 Allah menegaskan, yang artinya :  Tujuh lapis langit dan bumi serta apa yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Tidak ada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya. Namun kalian tidak memahami tasbih mereka. Sesungguh-Nya Dia Maha Penyantun lagi Pengampun”.

Jadi, semua  makhluk, benda-benda, baik yang hidup maupun yang mati  seperti langit, bumi, gunung-gunung, matahari, bulan, bintang-bintang, pepohonan, hewan, burung dan segala sesuatu pada bertasbih dan berdoa kepada Allah. Tak terkecuali bebatuan.  Batu-batu bertasbih dan bedoa kepada Allah ta’ala, sehingga pada suatu saat Allah mengangkat derajat dan memuliakannya. Atas rahmat Allah itulah,  bebatuan yang keberadaannya di dasar sungai, di dalam tanah, di gua-gua, di gunung, yang biasanya diambil untuk bahan bangunan, diinjak-injak berubah menjadi mulia. Benda itu diletakkan pada jari-jemari, di leher, di telinga  manusia sebagai hiasan. Dijadikan asesoris keindahan yang dibanggakan. Harganya pun melangit mengalahkan emas.

Atas kemuliaanya itu,  pada suatu hari, batu-batu  yang ada di Indonesia, mulai dari Aceh hinggá Papua, berkumpul untuk menggelar kongres. Rapat akbar itu bertujuan mencari pemimpin. Yaitu Rajanya batu.

Dalam pesewakan agung itu, datang batu mulia mirah, didekatnya juga ada batu mulia Geni Maya yang mempertontonkan cahayanya yang merah menyala bagaikan bara api. Ada juga batu mulia kuning, memperlihatkan keindahannya. Yaitu cahaya kuning bersinar, yang bernama berlian Mirah delima.

Hadir juga batu mulia ungu, memperlihatkan cahaya ungu yang manik Pulpa Raga. Ada lagi batu mulia hijau, memperlihatkan cahayanya yang hijau berpendar, yang disebut berlian Tinjo Maya. Juga hadir batu mulia biru, memperlihatkan cahayanya yang biru, disebut berlian Manik Nila Pakaja. Juga ada batu mulia hitam, memperlihatkan cahaya hitam pekat, disebut Mustikaning Bumi.

Kesemuanya indah.  Tidak ada yang mengecewakan, sehingga menyebabkan semua kupu-kupu yang menyaksikan menjadi malu, disebabkan kalah indah dengan batu yang warna-warni.

Mengapa kupu-kupu kalah indah dengan  kerikil-kerikil itu ? ternyata rahasia kelebihannya adalah cahaya. Kupu-kupu hanya meiliki warna saja, tidak memiliki cahaya. Sedangkan batu-batu memiliki warna dan mengandung cahaya.

Sebutir batu permata putih yang cahayanya bersinar terang, yang bernama Manik Maya, yang sejak awal datang di tempat itu, memperhatikan sikap kupu-kupu yang merasa malu. Batu putih itu berkata kepada para kupu-kupu :   “Wahai kupu, sesungguhnya semua warna kalian itu indah, yang putih, yang merah, yang kuning, yang ungu, yang hijau, yang biru, dan juga yang hitam, tidak ada satu pun yang tidak indah, kekukarangannya hanyalah tidak mengandung cahaya. Seandainya bisa bercahaya, betapa indahnya, sebab, warna itu bisa terlihat  karena kekuatan cahaya, walaupun merah, hijau, biru, jika tidak bersinar  itu hampa. Meski pun warna putih atau pun merah, jika bersinar maka menjadi indah,” kata batu Manik Maya.

“Coba perhatikan ujud diriku ini, tidak lain hanyalah putih, warna putih itu tidak berbinar dan tidak mencolok, namun karena mengandung cahaya, sehingga putihku indah bercahaya, itulah diriku yang disebut  Permata Manik Maya,” sambungnya.

Cerita ini hanyalah sekedar kiasan bagi manusia. Tidak hanya permata saja, manusia yang tampan rupawan, dihias busana, jika tidak ada cahayanya, tidak ada daya tariknya, dan tidak ada pancaran wibawanya, akhirnya pun tidak menjadi perhatian dan tidak dipercaya.

Walau pun manusia itu tidak tampan, serta kurus badannya, jika luhur budi-nya, jujur  hatinya, maka akan menjadi pusat perhatian dan dihormati, sehingga banyak yang hormat dan mencintainya. Hal itu dikarenakan pancaran wibawanya yang tinggi, mengagumkan, yang terpancar dari cahaya budi  dirinya yang bening. (dinukil dari Serat Kaca Wirangi).

Warna putih, merah, kuning, ungu, hijau dan sejenisnya itu semua sebagai gambaran  Rahsa, artinya menjadi ibarat perwatakan manusia. Sedangkan cahaya sebagai ibarat terangnya Budi manusia.

Maksud dari gambaran diatas adalah, manusia yang bisa memuat semua warna, tidak   cukup hanya menggunakan budi dan kesadaran. Namun harus ‘tidak memiliki watak’. Tidak memiliki watak artinya, tidak mengandalkan atas watak hatinya, seperti suka terhadap yang itu, benci terhadap yang ini, suka terhadap kesenangan, mengeluh jika susah, suka pada keindahan, benci segala keburukan. Ringkasnya :  Memiliki kesenangan di dalam hati yang tidak bisa dirubah, serta mempunyai suatu yang dibencinya.

Cak Yon N.