Burung Hong dan Naga Mas Penjaga Regol

256 dibaca

Klenteng Tjoe Hwie Kiong adalah sebuah Klenteng Tri Dharma yang terawat dan indah, yang berada Jl. Yos Sudarso No 148, Kediri, Jawa Timur. Berikut ini hasil liputan Boy Cahya dari posmonews.com

Klenteng Tjoe Hwie Kiong Kediri dibangun pada 1895 oleh orang-orang keturunan Tionghoa di Kediri yang secara bergotong-royong mengumpulkan dana untuk bersama-sama membangung tempat ibadah ini. Mereka kebanyakan adalah para imigran yang berasal dari daerah Fujian di Tiongkok yang datang ke Hindia Belanda untuk memperbaiki nasib.

Pintu gerbang Klenteng Tjoe Hwie Kiong dengan dinding yang juga bermotif susunan bata berwarna merah menyala dan garis kuning. Lubang masuk ke dalam klenteng berbentuk lengkung bertulis “Yayasan Tri Dharma Tjoe Whie Kiong Kediri”, dan hiasan guci serta bunga berbentuk lidah api ada di atas temboknya.

‘Tembok warna merah dan kuning memendar sangat berani pada dinding bermotif susunan bata Klenteng Tjoe Hwie Kiong ini terlihat sangat mencorong. Ornamen pada pintu lengkungnya khas oriental dan terlihat indah,”ungkap Siu An Li salah satu pengurus kelenteng.

Memasuki halaman klenteng Tjoe Hwie Kiong terlihat patung Burung Hong, semacam burung Phoenix, berukuran besar dengan detail ukiran yang sangat indah. Jumbai-jumbai ekor pendeknya menyerupai lidah-lidah api kemerahan dengan tiga bulu ekornya menjuntai panjang seakan hendak merengkuh bola matahari di atasnya.

Di seberang patung burung Hong terdapat patung naga emas yang tak kalah besarnya. Bersama burung Hong, patung naga itu menjadi penjaga regol Klenteng Tjoe Hwie Kiong dengan sisik-sisik berapi kuning merah, seakan tengah terbang melayang di atas gulungan awan putih biru. Mulut naga terbuka garang dan sepasang sungutnya berdiri tegak.

Di sebelah kiri dan kanan bangunan utama Klenteng Tjoe Hwie Kiong terdapat menara pembakar kertas sembahyang (Kim Lo). Di halaman sebelah kanan juga terdapat panggung semi permanen dengan lukisan bangunan khas Tionghoa di puncak pegunungan dengan tebaran awan dan burung bangau yang terbang.

Klenteng Tjoe Hwie Kiong memiliki tiga buah pintu utama di tengah, dan pintu lengkung di sisi samping kiri kanannya. Di wuwungan tengah Klenteng Tjoe Hwie Kiong terdapat sepasang naga, sementara di wuwungan kedua terdapat sepasang ikan keemasan yang di masing-masung punggungnya terdapat patung pendeta.

Di bawah patung naga terdapat relief orang-orang suci yang tengah menunggang kuda, dan di tengah-tengah sepasang naga itu terdapat patung pria bersila yang di kepalanya menjunjung semacam bakul. Ornamen garis-garis bulat melingkar merah dan kuning, dengan sepasang naga di tengahnya, terdapat pada dinding kiri kanan depan Kelenteng Tjoe Hwie Kiong.

Arwah Leluhur

Altar Tri Nabi Agung di Kelenteng Tjoe Hwie Kiong sebelah kiri berisi rupang Lao Tze bagi penganut Tao dengan lambang Yin-Yang; di tengah adalah altar dengan rupang Buddha Sakyamuni bagi penganut Buddha dengan lambang Swastika, dan yang kanan adalah rupang Kong Hu Cu bagi penganut Konghucu, dengan lambang Genta Suci.

Altar Kwan Sing Tee Kun (Kwan Sing Tek Kun) atau Kwan Kong juga ada di Kelenteng Tjoe Hwie Kiong. Ia jenderal terkenal zaman Sam Kok (165-219 M), yang setelah mencapai kesempurnaan bergelar Bodhisatva Satyakalama Kwan Seng Tek Kun. Gelar Tek Kun (Di Jun) adalah gelar Bodhisatva pria, dan Pho Sat adalah gelar Bodhisatva wanita. Kwan Kong juga bergelar Fu Mo Da Di (Penakluk Mara), dan Guan Fa Li Zu (Penegak Hukum).

Hiolo Kelenteng Tjoe Hwie Kiong berbentuk agak tidak lazim yang berada di depan altar utama. Bagi masyarakat Tionghoa, membakar hio dianggap merupakan cara untuk berkomunikasi dengan arwah leluhur dan orang suci. Ketika seseorang berdoa sambil memegang hio, maka jiwanya menjadi transparan, sehingga para dewa pun tahu apa yang tersimpan di dalamnya.

Seorang wanita lewat baya tampak berdoa di Klenteng Tjoe Hwie Kiong sambil memegang hio yang sudah dibakar. Setelah bersoja sebanyak tiga kali, hio ditancapkan pada hiolo. Hioswa atau hio adalah alat sembahyang utama bagi orang Tionghoa, baik yang menganut agama Buddha, Konghucu, Tao, maupun Hindu.

Saat pengunjung menyalakan hio, api yang menyala di ujung hio tidak boleh ditiup, tetapi api dimatikan dengan cara mengibas-ngibaskan. Asap hio yang lurus menusuk langit mengisyaratkan bahwa doa seseorang terkirim langsung dan diterima oleh para dewa di langit, sedangkan asap hio yang menyebar atau mengalir ke bawah, bisa menjadi pertanda bahwa doanya tidak dikabulkan.

Menara pembakar kertas (Kim Lo) di sebelah pintu samping Klenteng Tjoe Hwie Kiong yang langsung keluar ke jalan raya memunggungi tembok dengan relief indah bergambar seorang dewi yang memangku sebuah musik petik, menyerupai Dewi Saraswati dalam agama Hindu, serta pohon dengan tebaran bunga dilatari arakan mega putih dan langit biru.

Di halaman belakang Klenteng Tjoe Hwie Kiong juga terdapat kolam jernih dengan loji kecil di atasnya. Kolam itu berisi puluhan Ikan Koi besar dengan warna-warni yang sangat indah. Ikan Koi adalah sejenis ikan karper (Cyprinus carpio) yang berasal dari Tiongkok dan dianggap membawa keberuntungan bagi pemiliknya. ***