Dibangun dengan Jurus Ilmu Silat

397 dibaca

Sebagaimana pesantren salaf pada umumnya, Pesantren Sabilur Rosyad dibangun dengan jurus ilmu silat. Di sela-sela mengajar ilmu silat dan ilmu hikmah, Kiai Amir menyelipkan pelajaran ilmu agama. Mulai membaca Alquran, membaca kitab-kitab kuning, manakiban, hingga tirakat.
Mahir silat, dan memiliki ilmu kanuragan yang cukup tinggi, menjadi buruan para remaja kala itu. Yaitu pada zaman pergolakan politik dan penjajahan. Khazanah itulah yang dijadikan para wali untuk mensyiarkan ajaran-ajaran agama Islam. Hingga tahun 1960-an, kondisi seperti itu masih berjalan.
KH Amiruddin Mu’in, pengasuh Pondok Pesantren Sabilur Rosyad Al Usmani, di Jalan Hang Tuah, Sidoarjo, Jawa Timur, mengawali pendirian pesantrennya dengan pengajaran jurus-jurus ilmu silat. Ilmu silat merupakan sarana yang paling jitu untuk mengumpulkan remaja pada kala itu. Setelah anak-anak remaja berkumpul, mereka diajari jurus-jurus silat. Di sela-sela mengajar silat, Kiai Amir mengajari ngaji.
Kiai Amir mengatakan bahwa pondoknya ini berdiri sekitar tahun 1965. Saat itu ia baru saja pulang dari menimba ilmu di Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang. Mendirikan pesantren di kampung halamannya saat itu menurutnya tidaklah mudah. Butuh perjuangan ekstra agar pesantren yang dicita-citakannya bisa berdiri. “Awalnya saya cari kesenangan apa yang ada pada masyarakat sini, akhirnya saya ajari silat dan pelan-pelan saya ajak ngaji,” ujarnya.
Sedangkan nama Al Usmani yang terdapat pada nama pondok merupakan bentuk kecintaannya terhadap kakeknya yakni Usman. Sejak kecil Kiai Amir yang merupakan 2 dari 5 bersaudara ini dididik dengan ilmu agama. Ayahnya merupakan guru ngaji di kampungnya.
Setelah tamat sekolah rakyat, suami dari Nyai Nur Maghriroh ini memutuskan untuk nyantri di Tambak Beras Jombang. “Saya sangat dekat dengan Ponpes Tambak Beras, karena kakek saya pernah bersama Kiai Wahab Chasbullah nyantri ke Sekh Kholil Bangkalan, Madura,” jelasnya.
Berdirinya ponpes ini menurut Kiai Amir berawal dari keprihatinan adanya ketidakadilan, kesewenangan, kemaksiatan, dan rusaknya akhlak di tengah-tengah masyarakat di wilayah Sidoarjo dan sekitarnya. “Saat itu kawasan ini merupakan area pasar. Dan tentunya banyak sekali preman dan masyarakat yang melenceng dari akhlak. Saya sangat prihatin, tetapi memang gak mudah untuk mengajak ngaji. Akhirnya saya ajak belajar silat,” tuturnya.
Menurutnya, etnis Tionghoa justru menghormati keberadaan pesantren ini. Jalan Hang Tuah merupakan perkampungan yang banyak dihuni oleh etnis Tionghoa. “Setiap kali ada kegiatan saya selalu diundang. Bahkan disuruh memimpin doa. Karena merasa kurang pas, akhirnya saya matur Gus Dur. Oleh beliau justru didukung, menurutnya Islam itu Rahmatan Lil Alamin, siapa tahu ada yang tertarik masuk Islam,” jelasnya.
Meski terkesan modern, tetapi pesantren ini masih mengutamakan metode salafiyah yang diajarkan di antaranya kitab kuning, nahwu sharaf, tauhid, kitab fikih, dan juga ilmu agama lainnya. “Kitab Alfiyah menjadi salah satu kitab yang utama di ponpes ini,” kata Kiai Amir.
Ditambahkan pula Qowaidul Bagdadiyah juga menjadi salah satu metode pengajaran yang harus dilaksanakan selama menimba ilmu di pesantren salaf ini. Seperti halnya ponpes yang berorganisasi Nahdlatul Ulama, ilmu falaq dan ilmu faroid juga menjadi salah satu kurikulum yang tidak bisa ditinggalkan dalam pengajarannya. “Santri juga wajib mengamalkan manaqib Nurul Burhani dan Kitab Dalail khoirot. Ini wajib dibaca usai sholat wajib,” katanya
Kiai Amir sangat menekankan amaliah dibanding hanya sebatas pengkajian ilmu agama semata, salah satunya, yakni melakukan tirakat sebagai sarana mendekatkan diri kepada pencipta. “Santri selain menimba ilmu syariat, juga wajib melakukan tirakatan,” jelasnya.
Begitu juga Kiai Amir yang diberikan kelebihan, yakni mampu memberikan kesembuhan dan pengobatan tak terbatas pada penyakit jasmani melainkan juga penyakit rohani. “Obat dari semua penyakit adalah Alquran, untuk itu saya menggunakan Alquran untuk sarana kesembuhan dan juga permasalahan yang pasien keluhkan,” ungkapnya.
Saat ditemui posmo di rumah yang sekaligus tempat praktik pengobatannya, beliau mengatakan bahwa tak ada penyakit yang tak bisa disembuhkan. Dan obat dari segala penyakit adalah Alquran. Untuk itulah selain menjadikan Alquran sebagai petunjuk hidup agar tidak tersesat juga menjadikan Alquran sebagai obat dari permasalahan hidup yang sedang umat alami.
Karena kelebihan yang dimilikinya inilah, banyak pasien yang berdatangan untuk mendapatkan keberkahan dari sang kiai. Dalam satu harinya bisa mencapai puluhan bahkan ratusan pasien dari berbagai kota. “Dari Bali dan Jakarta juga ada,” pungkasnya. Mus Purmadani