Penuturan Mas Bei Suryo, Kuncen Tembok Benteng Keraton Solo yang Dijebol

162 dibaca

▪︎SURABAYA-POSMONEWS.COM,-
Pemandangan yang membuat hati para pecinta budaya miris. Di sana-sini terlihat bata kuno reruntuhan tembok Baluwarti sisi barat bagian luar bekas Keraton Kartasura, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah dijebol menggunakan alat berat, Jumat (22/4/2022) itu menggunung.

Namun penjebolan tembok ini akhirnya dihentikan karena merusak bangunan cagar budaya dan kemudian diberi garis polisi. Kini kasus perusakan cagar budaya itu ditangani Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dan kepolisian.

Seperti bola panas, kasus penjebolan tembok Benteng Baluwarti bekas Keraton Mataram di Kartasura, Sukoharjo, oleh warga setempat ini menjadi polemik yang tak kunjung rampung bahkan menuju ranah hukum.

Usut punya usut, masyarakat ternyata juga kerap mengambil batu bata benteng eks Keraton Kartasura untuk membuat rumah sejak zaman dahulu.

Padahal benteng bekas Keraton Kartasura menjadi bagian perjalanan sejarah kejayaan Kerajaaan Mataran Islam di Jawa. Keraton Kartasura memiliki dua benteng yakni benteng bagian dalam bernama Srimanganti dan benteng bagian luar bernama Baluwarti.

Di dalam Benteng Srimanganti terdapat masjid, bangsal, dan permakaman. Sementara Benteng Baluwarti terletak hanya sekitar beberapa meter dari Benteng Srimanganti.

Juru kunci benteng bekas Keraton Kartasura, Mas Ngabehi Suryo Hastono, mengatakan zaman dahulu, panjang tembok Benteng Baluwarti bisa lebih dari satu kilometer. Kini, bangunan benteng yang tersisa hanya sepanjang 100 meter. Benteng tersebut yang dijebol warga untuk akses material ke dalam benteng.

“Zaman dahulu, banyak masyarakat yang ndodosi batu-batu benteng untuk membangun rumah. Diambil satu, dua dan seterusnya. Sebagian bangunan benteng berubah menjadi pekarangan milik warga,” katanya saat ditemui awak media di benteng bekas Keraton Kartasura, Minggu, (24/4/2022) lalu.

Pria yang akrab disapa Suryo itu menyampaikan kondisi itu terjadi selama bertahun-tahun lantaran masyarakat menggangap bekas Keraton Kartasura tak lagi digunakan setelah pemerintahan Mataram pindah ke Kota Solo pada 1745 silam. Selama ratusan tahun, kondisi bangunan benteng luar tak terawat dan sangat memprihatinkan.

Tertutup Ilalang
Sebagian bangunan benteng tertutup rumput ilalang dan terkesan kotor. Kemudian, pemerintah menebitkan UU No 11/2010 tentang Cagar Budaya guna melindungi dan menjaga berbagai situs cagar budaya di Indonesia.

“Nah, setelah UU Cagar Budaya terbit, tak ada lagi yang berani mengambil batu bata benteng karena ada sanksinya. Namun, sebelum ada UU Cagar Budaya pada 2010, banyak warga yang hendak membangun rumah mengambil batu bata benteng luar,” ujarnya.

Suryo menyebut pemilik lahan yang menjebol tembok Benteng Baluwarti Keraton Kartasura tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan pemerintah kelurahan atau pihak-pihak terkait. Suryo menganggap penjebolan benteng Keraton Kartasura merupakan kesalahan fatal.

“Beruntung ketahuan dan kegiatan proyek segera dihentikan. Kalau tidak, itu semua (Benteng Baluwarti) habis, tak tersisa,” ujarnya.

Lebih jauh, Suryo menambahkan salah satu kendala dalam menjaga dan melindungi kawasan eks Keraton Kartasura yakni anggaran operasional. Dia mengaku hanya menerima honor sebagai juru kunci dari Keraton Solo tak lebih dari Rp. 200.000 per bulan.

Padahal, Suryo bertanggung jawab membersihkan kawasan benteng bekas peninggalan Keraton Kartasura seluas 2,5 hektare.

“Setiap pekan, saya membeli obat pembasmi rumput. Biasanya, habis tiga botol. Sekarang, harga satu botol Rp. 110.000. Jadi anggaran operasional yang menjadi kendala,” paparnya.
**(DANAR SP)