DARI MEGENGAN, NYEKAR HINGGA CINJO

437 dibaca

Tradisi Ramadhan Orang Lamongan  (1)

▪︎LAMONGAN-POSMONEWS.COM,-
Ada beberapa tradisi yang melekat bagi warga muslim di Lamongan di saat Ramadhan seperti di malam awal puasa ada Megengan. Sebelumnya juga diikuti dengan Nyekar (ziarah) ke makam keluarga. Dan saat Ramadhan mencapai Malam Likuran juga ada tradisi Cinjo. Bagaimana pernik tradisi ini?

Megengan adalah salah satu tradisi penyambutan datangnya bulan suci ramadhan dan mengakhiri puasa atau menyambut Idul Fitri. Karenanya megengan ini adanya digelar setiap setahun sekali baik Idul Fitri maupun Idul Adha.

Dari penelusuran posmonews.com di Wilayah Lamongan Selatan, sebut saja di dusun Pilangbango, desa Baturono misalnya  megengan Idul Fitri atau pembuka biasanya dihelat setelah pengumuman sidang isbad, yaitu sidang yang dilakukan oleh kementrian agama untuk menentukan ada atau tidak adanya hilal, yang dilakukan oleh kementrian agama jelang Ramadhan tiba.

Lalu Megengan kedua atau penutup digelar malam sebelum takbiran sebagai akhir puasa, dan esok paginya akan dilaksanakan Salat Id.

Menurut Modin (Kesra) Pilangbango,  Suriyanto, tradisi megengan ini sudah pasti dilaksanakan di Bulan Ramadhan. Biasanya digelar setelah salat magrib dan sebelum tiba salat tarawih. Caranya dengan mengundang para tetangga untuk berdoa’a bersama di rumah dan bergantian. Biasanya  dilaksanakan per tetangga dekat dalam satu rumpun misalnya 8-10 orang.

Keunikan tradisi ini adalah pembuatan berkat atau berkatan yang didalamnya ada nasi, lauk, buah, dan jajan-jajan toko yang ditaruh dalam tempat yang disebut rege,  bak khusus dan dibungkus plastik kresek.

Ada nilai sosial dan religius dalam tradisi ini yaitu mendatangkan para tetangga untuk mendoakan para leluhur yang terdahulu, dengan adanya megengan ini menjadikan kerukunan terhadap tetangga tetap terjaga selain itu juga dapat menjadikan kita tetap teringat dengan para leluhur yang sudah mendahului dengan mengirim do’a dan juga kita sudah dapat bersedekah dengan memberikan berkatan kepada para tetangga.

Tradisi Megengan sedikit berubah saat pandemi Covid 19 di tahun 2020,  2021 lalu, terutama bab mengundang tetangga harus ditiadakan sementara. Khawatir ada kerumunan yang berpotensi penularan. Akhirnya disepakati berkat megengan langsung dibagikan dari rumah ke rumah.

Saat ini situasi kembali normal tradisi Megengan pun digelar seperti semula. Ny. Hernik (45) salah satu warga Pilangbango mengatakan Megengan tahun 2022 yang mengundang tetangga sudah bisa dilakukan.

“Ya namanya tradisi kan harus ada uniknya, memang saat gawat-gawatnya korona dulu,  berkat megengan harus kita bagi saja kayak tradisi “ater-ater” saling bertukar makanan pada tetangga, ” katanya.

Menurut ibu pedagang ini megengan di kampungnya kini juga diatur oleh kelompok emak-emak. Selamatannya diatur dengan cara bergiliran misalnya anggota kelompoknya 9 orang, maka Megengan dimulai H-3. Jadi tiap malam ada 3 orang yang kebagian untuk menjadi tuan rumah Megengan itu.

“Biar tidak mubazir, makanan menumpuk sehingga kita atur. Jumlahnya menyesuaikan sesuai banyaknya tetangga kita, tapi di kampung ini rata-rata 8-10 orang,” tukasnya. (bersambung)
**(DANAR SP)