Ritual Kematian Ditentukan Status Ekonominya

90 dibaca

* Mengurai Agama Aluk Todolo Peninggalan Leluhur Suku Toraja (4-habis)

Jenis upacara ditentukan oleh status orang yang meninggal, dalam masyarakat Toraja dikenal sebagai tana’ atau kelas. Ada beberapa stratifikasi upacara Rambu Solo’.

1. Didedekan palungan, berlaku untuk semua tana’ atau kelas.

2. Disilli’, berlaku untuk semua kelas.

3. Dibai Tungga’, berlaku untuk semua kelas.

4. Dibai a’pa’, berlaku untuk semua kelas.

5. Tedong tungga’, untuk semua kelas.

6. Tedong tallu atau tallung bongi, untuk tana’ karurung ke atas.

7. Tedong pitu, limang bongi, untuk tana’ bassi.

8. Tedong kasera, pitung bongi, untuk tana’bassi dan tana’ bulaan.

9. Rapasan, untuk tana’ bassi dan tana’ bulaan. Jenis upacara pertama dan kedua diselenggarakan untuk kematian anak.

Jenis ketiga dan keempat berlaku hanya bagi para budak. Jenis kelima berlaku untuk semua kelas, termasuk budak asal sanggup menanggung biayanya. Dengan alasan ekonomis jenis upacara ketujuh merupakan yang paling sering dilaksanakan.

Tingkatan dalam upacara Rambu Solo’ menunjukkan strata sosial masyarakat. Tingkatan tersebut memiliki 4 macam yaitu:

1. Upacara Dasilli’ merupakan upacara pemakamam level paling rendah dalam Aluk Todolo (Merupakan nilai-nilai kepercayaan yang dianut orang Toraja atau secara khusus dapat disebut sebagai animisme (Panggarra 2014). Upacara ini untuk strata terendah dan untuk anak yang belum bergigi.

2. Upacara Dipasangbongi merupakan upacara untuk rakyat biasa/rakyat merdeka (Tana’ Karurung). Upacara ini hanya memerlukan waktu satu malam.

3. Upacara Dibatang atau Digoya Tedong merupakan upacara untuk bangsawan menengah (Tana’ Bassi) dan bangsawan tinggi yang tidak mampu. Upacara ini menyembelih satu ekor kerbau setiap hari selama upacara berlangsung. Kerbau diikat pada patok dan dijaga sepanjang malam dan tidak tidur.

4. Upacara Rampasan merupakan upacara untuk bangsawan tinggi (Tana’ Bulaan). Biaya yang besar dalam menyelenggarakan upacara rambu solo ditanggungnya oleh seluruh anggota keluarga. Setiap keluarga berpartisipasi dalam acara tersebut. Partisipasi dilakukan dengan menyerahkan harta benda yang dibutuhkan dalam upacara. Harta benda tersebut yang utama adalah kerbau, babi, dan lain-lain.

Tata Cara Upacara

Untuk mempersiapkan upacara rambu solo, didahului oleh beberapa aktivitas yang berkaitan dengan persiapan pelaksanaan upacara tersebut. Kegiatan-kegiatan pendahuluan sebelum upacara dilaksanakan, yakni acara pertemuan keluarga, pembuatan pondok-pondok upacara, menyediakan peralatan upacara, dan persediaan kurban dalam upacara.

Pada pesta kematian (Rambu Solo’) dilakukan pemotongan ternak kerbau yang tidak sedikit, dan bagi orang Toraja, kerbau dijadikan sebagai hewan kurban dalam acara ritual pada upacara adat kematian (Rambu Solo’).

Jumlah kerbau dalam prosesi rambu solo’ yang dikurbankan menyesuaikan stratifikasi masyarakat Suku Toraja. Bila golongan Rapasan (golongan Bangsawan) meninggal dunia maka jumlah kerbau yang akan dipotong untuk keperluan acara jauh lebih banyak dibanding dengan masyarakat yang bukan keturunan bangsawan.

Untuk keluarga bangsawan, jumlah kerbau biasa berkisar dari 24 sampai dengan 100 ekor kerbau. Sedangkan masyarakat golongan Tana’bassi (golongan menengah) diharuskan menyembelih 8 kerbau ditambah dengan 50 ekor babi.

Lama upacara sekitar 3-7 hari. Tapi sebelum jumlah itu mencukupi, jenazah tidak boleh dikuburkan ditebing atau ditempat tinggi. Maka dari itu tidak jarang jenazah disimpan selama bertahun-tahun di atas rumah atau di atas tongkonan (rumah adat Toraja) sampai akhirnya keluarga almarhum dapat menyiapkan hewan kurban.

Mengarak mayat merupakan sistem pengetahuan dalam tradisi Rambu Solo karena merupakan peristiwa yang nyata dan sudah dilakukan secara turun-temurun di Toraja. Mayat yang ada di dalam peti akan diarak dan dibawa ke tempat terakhirnya agar segera menghadap ke Tuhannya. Mayat itu nantinya akan dikuburkan ke tebing.

Rambu Solo memiliki beberapa sistem simbol yang dpat diketahui melalui peristiwa yang terjadi dalam tradisi tersebut. Sistem simbol yang terdapat pada Rambu Solo adalah simbol dalam ritual, simbol nyanyian, simbol bangsawan, simbol arwah, simbol melayat dan simbol kerbau. Ritual dalam Rambu Solo terdiri atas Mappassulu’, Mangriu’ Batu, Ma’popengkaloa, Ma’pasonglo, Mantanu Tedong, dan Mappasilaga Tedong.

Biaya Upacara

Upacara Rambu Solo’ di Tana Toraja memerlukan biaya yang sangat besar (mahal). Biaya yang tinggi tersebut disebabkan oleh banyaknya kerbau dan babi yang dikorbankan, dan lamanya upacara dilaksanakan.

Biaya yang besar dalam upacara Rambu Solo’ adalah untuk melakukan pengorbanan utama berupa penyembelihan kerbau belang atau tedong bonga. Selain mengorbankan kerbau belang, upacara rambu solo juga mengorbankan kerbau biasa dan babi yang jumlanya mencapai ratusan ekor bahkan ribuan ekor. Sehingga keseluruhan biayanya dapat mencapai milyaran rupiah.

Pengeluaran dalam perspektif budaya dilakukan dalam kegiatan perayaan adat tidak memiliki keterkaitan dengan perolehan pendapatan sebagai ikutannya, walaupun pengeluaran untuk perayaan tersebut membutuhkan pengeluaran biaya yang sangat besar.

Tongkonan

Tongkonan adalah rumah adat orang Toraja, yang merupakan tempat tinggal, kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya orang Toraja.

Arsitektur tongkonan dikenal dengan bentuknya yang khas melalui struktur bawah, tengah dan atas yang memiliki keindahan estetika struktur dan konstruksinya. Mekanika sistem struktur membentuk suatu sistem estetika arsitektural.

Tongkonan tidak lagi dijadikan rumah tempat tinggal tetapi sudah tidak dihuni lagi oleh karena setiap keluarga yang mendiami Tongkonan pada umumnya telah membangun rumah tinggal sendiri. Rumah adat Tongkonan yang sarat dengan ukiran mengandung makna yaitu melambangkan status sosial pemilik Tongkonan menempati lapisan atas.
**(zubairi indro)