Fatwa MUI: Soal Pendaftaran Haji Saat Usia Dini

205 dibaca

Minat kaum muslimin sangat besar untuk melaksanakan ibadah haji, karena meningkatnya kesadaran untuk berhaji dan meningkatnya kemampuan ekonomi.

Lamanya daftar tunggu (waiting list) pendaftaran haji adalah sebuah fakta dari meningkatnya minat berhaji dan keterbatasan kuota.

Salah satu usaha untuk melaksanakan haji pada saat kondisi fisik masih bugar di tengah waiting list yang cukup panjang adalah dengan cara mendaftar haji saat usia dini.

Atas dasar itu muncul pertanyaan dari masyarakat tentang hukum pendaftaran haji saat usia dini.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) memandang perlu menetapkan fatwa tentang pendaftaran haji saat usia dini, untuk dijadikan sebagai pedoman.

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup (istitha’ah) mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali Imran [3]: 97).

Dari Ibnu Umar ra. berkata: Rasulullah SAW. bersabda: “Islam itu didirikan atas lima perkara. Yaitu, bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya, mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa pada bulan Ramadan, menunaikan ibadah haji ke Baitullah bagi yang mampu melakukannya.” (Mutafaqun Alaih).

Kemampuan (qudrah, istitha`ah) itu ada kalanya berupa kemampuan (kesehatan) badan, kemampuan materi, atau keduanya sekaligus.

Pendapat pertama adalah pendapat Imam Malik. Menurutnya, haji wajib bagi orang yang mampu berjalan dan kasab (mencari bekal) dalam perjalanannya.

Pendapat kedua adalah pendapat Imam Syafi’i. Oleh karena itu, Imam Syafi’i mewajibkan orang lumpuh untuk mencari pengganti (yang menghajikannya) jika ia mempunyai biaya untuk mengupahnya.

Pendapat ketiga adalah pendapat imam kami yang agung (Abu Hanifah ra). Pendapat terakhir ini didukung oleh sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh Baihaqi dan lainnya dari Ibnu Abbas, ia berkata:

“Jalan” (yang dimaksudkan dalam ayat al-Qur’an) adalah kesehatan badan seseorang dan ia mempunyai uang untuk (memperoleh) bekal dan kendaraan tanpa harus berdesak-desakan.

Sarat istitha’ah dalam malaksanakan ibadah haji ada lima, (pertama) sehat jasmani. Disaratkan mampu naik kendaraan dan tidak merasa payah. Dan kalau masih merasa payah ketika naik kendaraan maka ia tidak masuk kategori istitha’ah.

Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:

1. Usia dini adalah usia sejak kelahiran sampai usia akil-balig (mukallaf).

2. Mukallaf adalah seorang muslim yang terkena beban hukum.

3. Istitha’ah haji adalah kemampuan melaksanakan ibadah haji dari sisi ekonomi, transportasi, kaamanan dan kesehatan.

4. Wajib ‘ala al-faur adalah suatu kewajiban yang pelaksanaannya mesti disegerakan.

Ketentuan Hukum

1. Pendaftaran haji pada usia dini untuk mendapatkan porsi haji hukumnya boleh (mubah), dengan sarat sebagai berikut:

a. Uang yang digunakan untuk mendaftar haji diperoleh dengan cara yang halal.

b. Tidak mengganggu biaya-biaya lain yang wajib dipenuhi.

c. Tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. Tidak menghambat pelaksanaan haji bagi mukallaf yang sudah memiliki kewajiban ‘ala al-faur dan sudah mendaftar.

2. Hukum pendaftaran haji pada usia dini yang tidak memenuhi syarat yang disebut pada angka 1 adalah haram.

Rekomendasi:

1. Pemerintah membuat kebijakan untuk memprioritaskan calon jamaah yang sudah masuk kategori wajib ‘ala al-faur.

2. Pemerintah menerapkan prinsip keadilan terhadap manfaat dari setoran awal haji yang disetorkan calon jamaah.

3. Pemerintah membuat kebijakan untuk perbaikan pengelolaan haji, di antaranya dengan mengupayakan aturan untuk memperpendek antrian haji.
(za)

• Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional X tanggal 10-12 Rabi’ul Akhir 1442 H/25-27 November 2020: