Pengajian Online Kitab Kuning

256 dibaca

NGAJI kitab kuning di pesantren merupakan tradisi tahunan di pesantren-pesantren salaf. Bagi kalangan santri pesantren tradisional tentu mengenal istilah “ngaji pasaran”, pada bulan Ramadan.
Metode “ngaji kitab kuning” dengan pembacaan cepat itu, sanggup mengkhatamkan kitab puluhan hingga ratusan halaman, hanya dalam waktu singkat. Biasanya malam 25 bulan Ramadan, ngaji kitab kuning sudah selesai.
Tradisi ngaji pasaran sudah berlangsung lama, khusus dilaksanakan pada bulan suci Ramadan. Istilahnya metode pecepatan atau akselerasi, ketika seorang santri ingin mengkaji menamatkan satu kitab secara cepat dalam waktu relatif singkat.
Bulan Ramadan bagi kalangan pesantren bukan berleha-leha, para kiai, ustadz atau pengajar, termasuk para santri, justru semakin memacu diri dalam ngaji pasaran. Dengan pola itu, santri dan kiai tetap fokus menuntut ilmu, sambil menjalankan kewajiban puasa Ramadan.
Makanya ngaji pasaran pasti cepat dan hanya berlangsung sekitar 20 harian di pesantren. Dengan pola seperti itu kitab kuning dengan ketebalan puluhan hingga ratusan halaman, yang biasanya diselesaikan dalam waktu bulanan atau tahunan, hanya diselesaikan dalam hitungan hari kurang dari sebulan selama Ramadan.

Ngaji Online
Di tengah pandemi virus Corona atau Covid-19, tradisi ngaji kitab kuning bergeser menjadi ngaji online. Hal itu dilakukan karena para santri di pondok-pondok pesantren sudah di pulangkan ke rumah masing-masing.
Demi mencegah semakin meluasnya virus Covid-19, masyarakat diimbau untuk berada di rumah saja. Segala bentuk kegiatan yang mengundang kerumunan massa ditiadakan.
Masyarakat selama bulan Ramadan diminta melaksanakan ibadah di rumah masing-masing. Hal tersebut sebagai upaya memutus atau setidaknya meminimalisasi rantai persebaran Covid-19.
Aktivitas yang sedianya dilakukan dengan bertemu langsung di dunia nyata, digantikan dengan cara online atau daring. Di antaranya pengajian online.   Para kiai dan ustadz yang biasanya di bulan Ramadan mengaji dengan santri-santri dan masyarakat di masjid, musala atau tempat lainnya, berganti sistem ngajinya dengan mengadakan pengajian yang disiarkan langsung via berbagai platform media sosial. Para murid dan masyarakat dapat menyimak dan menyaksikan penjelasan mereka di rumah masing-masing. Bagaimana agama memandang fenomena pengajian daring?(zubairi indro)