Keris Nagasasra Jadi Rebutan Spiritual

135 dibaca

Bagi orang awam keberadaan Gunung Ketonggo secara administrasi masuk ke dalam wilayah Desa Dlingo, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali, Jateng. Tapi bagi kalangan penggemar laku tirakat tempat ini tidaklah asing. Ini dikarenakan gunung ini diyakini menyimpan energi sangat besar. Bahkan di masa silam gunung ini dijadikan salah satu tempat tirakat bagi prajurit dan panglima di era Kerajaan Majapahit. Berikut tulisan Zuly posmonews.com.  

 Untuk mencapai Gunung Ketonggo ini terbilang susah-susah gampang. Sebab tidak ada papan petunjuk keberadaan gunung ini. Namun hal ini tidak menjadi masalah karena mereka yang ingin mendatangi Gunung  Ketonggo . Memasuki kawasan gunung pengunjung akan disambut dengan nuansa pedesaan yang khas. Hijaunya area persawahan milik warga yang dibuat terasering menjadi daya tambah keindahan gunung.

Jika dilihat wujudnya Gunung Ketonggo ini lebih tepat disebut dengan bukit. Untuk mencapai puncak bungkit pengunjung hanya perlu berjalan kaki sekitar kurang dari lima belas menit. Jika sekilas dilihat puncak gunung  tidaklah seperti gunung lainnya. Di puncak gunung pengunjung tidak bisa melihat daerah yang lebih rendah karena puncak gunung masih ditutupi oleh rerimbunan daun tanaman liar. Namun hal ini tidaklah menjadi soal. Sebab yang menarik dari gunung ini bukanlah indahnya pemandangan. Keunikan gunung Keonggo adalah keberadaan watu leter yakni sebuah batu yang berbentuk seperti meja. Watu leter inilah yang sering didatangi oleh para pecinta laku spiritual guna mengasah kemampuan spiritualnya dan untuk menajamkan mata batinnya.

Jalur pendakian di Gunung Ketonggo ini ada tiga yakni jalur utara, jalur tengah, dan jalur selatan. Tiga jalur pendakian ini diyakini sudah ada semenjak ratusan tahun silam. Dan yang menggunakan jalur pendakian  berbeda-beda. Ada jalur yang khusus digunakan untuk kalangan prajurit. Dan jalur yang digunakan khusus untuk para panglima.“Jalur pendakian yang dari arah utara dan selatan adalah jalur yang digunakan untuk kalangan prajurit Majapahit. Sedangkan untuk jalur tengah khusus digunakan untuk para panglima Majapahit,” ujar Sutoyo, selaku juru kunci Gunung Ketonggo.

Sutoyo juga menambahkan jika Gunung Ketonggo adalah gerbang gaib untuk menuju keraton Majapahit. Anggapan itulah yang membuat di puncak gunung  pada malam-malam tertentu didatangi oleh beragam kalangan dengan berbagai tujuan pula. Selain itu ada keyakin bahwa di tempat ini tersimpan sebuah pusaka berbentuk keris jenis naga sasra. Keris ini berada di sebelah utara. Namun, demikian tidak ada yang berani mengambilnya. “Sampai sekarang keris itu masih ada di sana. Pada saat-saat tertentu keris ini akan menampakan diri. Jika keris itu muncul orang-orang desa tidak ada yang berani mengambil. Sebab mereka tahu ada harga mahal yang harus dibayar. Jika bukan nyawa si pengambil yang hilang, nyawa sanak keluarga akan hilang sebagai mahar atas keris tersebut,” tambah Sutoyo.

Masih menurut keterangan Sutoyo gunung ini bisa dijadikan sarana terwujudnya berbagai keinginan. Namun hanya satu yang tidak diperbolehkan. Dan hal yang tidak dibolehkan itu adalah untuk menderaskan rejeki atau dalam kata lain untuk mencari penglarisan atau pesugihan. Jika sampai ada yang berani melakukannya gaib yang ada di gunung ini akan marah.“Dulu warga sini pernah ada yang coba-coba mencari kemudahan hidup dengan laku tirakat di gunung ketonggo. Namun bukannya memperoleh apa yang diinginkan si pelaku justru dipermainkan dan dimarahi habis-habisan oleh penunggu gaib gunung itu. Si pelaku itu merasa dijumpai oleh seorang lelaki. Dan oleh lelaki itu si pelaku dikatakan sebagai orang yang tidak tahu terima kasih. Sosok gaib yang mewujudkan diri sebagai seorang lelaki itu mengatakan jika seluruh penduduk sudah diayomonya namun kenapa masih merasa kurang? Sesudah ditemui sosok gaib itu si pelaku meminta maaf dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi,” kenang Sutoyo.

Sampai sekarang gunung ketonggo ini pada malam-malam tertentu masih sering didatangi oleh banyak kalangan baik yang datang secara individu maupun kelompok. Berdasarkan pengamatan Sutoyo yang paling sering mendatangi gunung ketonggo ini adalah perkumpulan yang menampakan diri Paguyuban Klampis Ireng. Paguyuban ini memiliki anggota yang lintas agama. Dan saat melakukan pertemuan selain meditasi kelompok ini juga melakukan mbabar kawruh tentang tanda-tanda alam, ilmu kasepuhan, dan kesejatian rasa.

Sementara itu Sutoyo juga menambahkan jika watu leter yang ada di puncak gunung memiliki kekuatan gaib tersendiri. Hanya saja kekuatan gaib yang ada di watu leter ini sedikit berkurang seiring dengan berjalannya jaman. Masih lekat dalam ingatan Sutoyo di masa lalu watu leter ini bisa diduduki oleh oleh orang berapapun jumlahnya tanpa berdesak-desakan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, dan adanya perubahan keyakinan sifat gaib yang ada di watu leter ini telah berkurang. Akan tetapi tempat sekitar watu leter masih menyimpan energi yang cukup besar sehingga banyak orang yang menggunakannya untuk mengasah ketajaman mata batin sekaligis meningkatkan kemampuan spiritualnya. ***