Setiap kota tentunya memiliki cerita tersendiri mengenai keberadaannya. Seperti madiun yang ternyata kisah sejarahnya tidak luput dari hadirnya sebuah bangunan berupa klenteng yang berdiri di salah satu Kelurahan disana.Berikut tulisan Boy Cahyo dan Zul K posmonews.com.
Eksistensi Madiun tidak terlepas dari keberadaan Kelenteng Hwie Ing Kiong di Jl. HOS Cokroaminoto No. 63, Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun, Jawa Timur (Jatim). Namun tak banyak orang tahu bahwa kelenteng tersebut pada mulanya tidak berada di alamat tersebut.
Kepala Tata Usaha (TU) Kelenteng Hwie Ing Kiong Madiun, Erfan, mengungkapkan masyarakat Tionghoa di Madiun mula-mula menjalankan tradisi leluhur mereka untuk bersembahyang di Kuil Dewi Mazu Tian Shang Sheng Mu (Macopo) di timur Sungai Bengawan Madiun atau samping jembatan Madiun. Disinggung keberadaan lokasi Kuil Dewi Mazu tersebut, dia tidak mengetahui secara pasti.
“Jujur saya belum pernah melihat kuil Dewi Mazu lama. Beberapa pengurus juga tidak mengetahui secara pasti lokasi Kuil Dewi Mazu tersebut. Terdengar kabar, bangunan kuil di sekitar Sungai Bengawan Madiun sudah berangsur hilang karena digantikan dengan rumah-rumah warga,” kata Erfan di Kelenteng Hwie Ing Kiong Madiun.
Erfan menjelaskan karena sebuah kejadian penting berkaitan dengan Residen Belanda bernama Tan Soen Yong, Kuil Dewi Mazu yang tersusun dari bangunan sederhana tersebut bisa dikenal luas oleh masyarakat Madiun. Menurut dia, istri Residen di Madiun saat itu menderita sakit parah. Dokter menyarankan agar sang istri Residen menjalani pengobatan di negeri Belanda. Namun, karena keterbatasan waktu, Residen yang berkuasa atas pemerintahan dan tata laksana Madiun kala itu menolak usulan dokter.
“Kabar kondisi istri residen Belanda yang sakit terdengar hingga Liem Koen Tie, yakni Ketua Masyarakat Tionghoa Madiun waktu itu. Dia menyarankan Residen agar mengajak istrinya bersembahyang di kuil Dewi Mazu. Saran tersebut diikuti sang residen yang meminta istrinya datang ke Kuil Dewi Mazu,” ujar Erfan.
Setelah bersembahyang di Kuil Dewi Mazu, lanjut Erfan, istri sang residen pada malam harinya bermimpi didatangi seorang wanita Tionghoa yang mengenakan busana bangsawan khas negeri Tiongkok. Menurut dia, sosok perempuan yang muncul dalam mimpi istri residen tersebut menghibur dengan mengatakan penyakit yang diderita sang istri Residen tidak lama lagi akan sembuh. Setelah berkata demikian, sosok wanita itu pun menghilang dari mimpi istri residen.
“Mimpi tersebut diceritakan kepada residen dan keesokan harinya istri Residen segera meminum obat yang didapat melalui Yok Jiam atau Jiamsi Obat di Kuil Dewi Mazu selama sepekan. Sungguh suatu kejadian yang hampir tidak dapat dipercaya, sang istri Residen sembuh total dari sakit parah setelah mimpi bertemu sosok wanita berpakaian bangsawan Tiongkok,” papar Erfan.
Erfan menyampaikan sebagai ungkapan rasa syukur atas kesembuhan istrinya, sang residen lantas merestui perminataan masyarakat Tionghoa di Madiun saat itu untuk merelokasi Kuil Dewi Mazu ke tempat lebih layak, jauh dari ancaman banjir pada musim penghujan. Residen memberikan kemudahan warga Tionghoa untuk mendapatkan sebidang tanah dengan luas sekitar 10.000 m2 untuk dibangun sebuah kuil baru yang kemudian dikenal sebagai Kelenteng Hwie Ing Kiong Madiun di Jl. HOS Cokroaminoto No. 63, Kelurahan Kejuron.
“Pembangunan Hwie Ing Kiong Madiun dimulai tahun 1887 [Masehi] atau Yinli 2438 [menurut tarikh Imlek] dan selesai tahun 1896/Yinli 2447. Klenteng Hwie Ing Kiong Madiun baru diresmikan pada tahun 1897/Yinli 2448. Bangunan utama Hwie Ing Kiong bergaya khas Tiongkok. Berdasarkan kisahnya, arsitek dan tenaga kerja pembangunan Hwie Ing Kiong Madiun didatangkan langsung dari Fujian,” jelas Erfan.
Ubin Belanda
Erfan menceritakan ubin merah yang terpasang pada bangunan utama dibawa langsung dari Tiongkok dan sampai sekarang masih dipertahankan keutuhannya. Dia menambahkan, sebagai ungkapan rasa terima kasih, Tuan Residen Madiun menghadiahkan keramik khas negeri Belanda yang sampai sekarang masih terpasang di meja Altar Mazu sebagai memorabilian Tuan Residen.
“Setelah Kuil Dewi Mazu yang baru selesai dibangun, lanjut Erfan, dilaksanakan ritual keagamaan untuk memindahkan rupang atau kimsin Dewi Mazu dari kuil lama dengan disaksikan dan diikuti penduduk Tionghoa di Madiun,”ungka[Yuan salah seorang pengurus klenteng Hwie Ing Kiong Madiun.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sejumlah warga keturunan Tionghoa turut berperan dalam relokasi Kuil Dewi Mazu ke Kelenteng Hwie Ing Kiong di Jl. HOS Cokroaminoto No. 63, Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun. Mereka yang dalam catatan disebut sebagai “para budiman yang telah memprakarsai pembangunan Hwie Ing Kiong” juga merupakan pengurus pertama kelenteng itu.
Mereka adalah, Kapitan : Tan Soen Yong (Chen Shun Rong), Sie Hong Gwan (Shi Hong Yuan), Letnan : Tjan Heng Gwan (Zeng Heng Yuan), Ketua : Liem Koen Tie (Lin Kun Chi), Wakil : Liem Kwong Pio (Lin Guang Biao), Bendahara : Tan Ing Ju (Chen Ying Ru), Anggota : Njoo Kie Siong (Yan Qi Song), Njoo Kie San (Yan Qi Sang), Tan Bik Swat (Chen Bi Xue), Gwe Kwie Tjong (Wei Gui Zong)
“Kelenteng Madiun dikenal dengan nama Hwie Ing Kiong yang berarti istana kesejahteraan dan kemuliaan. Kelenteng Hwie Ing Kiong Madiun berdiri dan menjadi tempat bernaung sebagian besar masyarakat Tionghoa di Kota Madiun maupun Kabupaten Madiun dari dulu hingga sekarang,” jelas Erfan soal bagian sejarah Madiun. ***