Anak-anak sekalian. Ketahuilah bahwa seorang hamba itu berada di antara Allah Ta’ala dan makhluk-Nya: Bila berpaling dari makhluk-Nya menuju Allah swt, Allah mendekatkan kepada-Nya dan menyambungkannya untuk lebih dekat. Karena apabila Allah Ta’ala mencintai seorang hamba, Dia bergegas menurut kadar kedekatan hamba kepada-Nya, dan kadar kecintaannya pada Allah Ta’ala, dan si hamba tidak sama sekali berpaling kepada sesuatu selain Allah swt. Jika si hamba memandang sesuatu selain Allah swt, Allah swt menyiksa sang hamba dengan sesuatu yang membuat berpaling tadi, dan sesuatu itu dijadikan cobaan atas dirinya.
Ingatlah pada Ibhlis La’natullah ketika memandang dirinya, lantas berkata tentang Adam: “Aku lebih baik dibanding dia…” Maka Allah swt, langsung melaknat dan melemparnya.
Begitu pun para malaikat, ketika mereka memandang tasbihnya dan penyuciannya kepada Allah swt, dengan mengatakan, “Sedangkan kami bertasbih dengan memuji-Mu dan menyucikan-Mu…” maka Allah Ta’ala memberikan ujian kepada mereka dengan bersujud kepada Adam.
Begitu pula setiap orang yang mengatakan, “Aku….” Pada saat yang sama Allah Ta’ala berfirman, “Tidak! Namun Aku!” lantas Allah melemparkan siapa pun yang berkata “Aku” tadi ke derajat paling rendah.
Sedangkan orang yang berkata, “Engkaulah Allah,” maka Allah justru mengangkat derajatnya setinggi-tingginya.
Berpaling itu ada dua: Berpaling mata (muka). Berpaling qalbu. Berpalingnya mata seperti firman Allah swt kepada Nabi Muhammad saw, kekasih-Nya:
“Janganlah engkau palingkan kedua matamu kepada pesona (kenikmatan) hidup yang telah Kami berikan di antara mereka (orang-orang kafir itu) sebagai bunga kehidupan dunia agar Kami uji mereka di dalamnya. Sedangkan rezeki Tuhanmu lebih bagus dan lebih abadi.” (Thaaha: 121)
Lalu, Allah Ta’ala memberikan anugerah kepada mereka, ketika Allah menjaganya, dengan mengatakan, “Kalaulah bukan Kami kokohkan kamu, maka benar-benar kamu hampir condong pada mereka, dengan sesuatu yang sangat sedikit (hina).”
Lalu Allah swt memujinya karena Nabi Muhammad saw, sama sekali tidak berpaling kepada selain Allah swt, dalam firman-Nya: “Mata hatinya tak pernah berpaling dan tak pernah dusta.”
Allah swt mewariskan ”meninggalkan total” di atas, dengan mengangkat tirai hijab, hingga beliau melihat apa yang dilihat, dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya (Muhammad) telah melihat Jibril dalam rupa hakiki pada waktu yang lain.”
“Siapa beliau Kang?” bisik Pardi ke Kang Soleh.
“Beliau ini hamba Allah yang tak pernah memalingkan pandangannya ke selain Allah….”
“Maksudnya?”
“Mata hatinya tak pernah berkedip kayak kamu. Kalau kamu lebih banyak memejamkan mata hatimu, jadi sering kehilangan Allah….”
Pardi manggut-manggut, penuh dengan rasa haru dan ta’dzim pada nenek itu.
“Nek, doakan kami seisi kedai ini ya?” pinta Pardi.
Nenek itu hanya tersenyum. Lalu nenek itu menunjukkan jari telunjuknya ke arah langit berkali-kali. Lalu tersenyum lagi.
Pardi dan Dulkamdi hanya bengong tak habis pikir. Dari mana asalnya nenek ini, ada-ada saja Kang Soleh ini.
“Saya dari Allah, sekarang bersama Allah, dan mau menuju ke Allah… Karena semua hanya bagi Allah…”
Mendengar ucapan nenek tua itu dengkul Pardi gemetaran. Masya Allah, Subhanallah!
Luqman Hakim MA
Jakarta Sufi Center