SESUAI kalender Jawa yang saat ini memasuki bulan Suro, Kesultanan Ngayogyakarta menggelar upacara adat jamasan pusaka kereta kuda kencana. Dalam tradisinya, upacara jamasan kereta kuda dilangsungkan pada setiap hari pasaran Kliwon. Jika tidak pada hari Selasa Kliwon, maka jamasan kereta kuda diadakan pada hari Jumat dengan pasaran Kliwon.
Abdi dalem punokawan pangkat Wedono, Rono Wiratmo, ditemui usai jamasan menjelaskan, sesuai tradisi leluhur pada setiap Selasa atau Jumat dengan pasaran Kliwon, kereta kuda kencana paling tua dan dianggap keramat, Kanjeng Nyai Jimat, dijamasi. Sebagai kereta pendamping, dipilih salah satu kereta kuda lainnya secara bergantian setiap tahunnya.
“Kali ini giliran Kereta Kuda Kus Gading yang dipilih sebagai pendampingnya”, ujar Mbah Rono.
Sementara itu, jamasan yang berarti memandikan benda pusaka yang dianggap keramat, menurut Mbah Rono, pada dasarnya adalah pembersihan benda-benda keramat dari kotoran atau karat yang menempel pada besi pusaka. Karena itu, dalam prosesi jamasan itu digunakan jeruk nipis yang mampu membersihkan karat, minyak kelapa serta bunga setaman untuk mengharumkan tosan aji.
Puasa Sebelum Jamasan
Mbah Rono juga menjelaskan, sebagain abdi dalem ada yang sengaja berpuasa sehari sebelum melakukan jamasan. Sebagai orang Jawa katanya, Bulan Suro sebagai awal tahun baru Jawa memang sudah adatnya disambut dengan laku prihatin, untuk mengharap berkah Alloh agar diberi keselamatan dan kebaikan lahir batin.
Mbah Rono tidak menampik, jika air jamasan pusaka kereta kuda juga dianggap sebagai simbol berkah Sang Raja Sultan Hamengku Buwono yang bertahta, sehingga pada setiap gelaran upacara jamasan kereta kuda itu, ribuan orang dari berbagai daerah sengaja datang selain untuk melihat ritual jamasan, mereka juga berharap bisa membawa pulang air bekas jamasan.
Pada setiap jamasan kereta kuda ini hanya Kanjeng Nyai Jimat saja yang selalu dijamasi. Sedangkan satu kereta lagi dipilih secara bergantian setiap tahunnya. Ungkap Mbah Roni, Kereta Kencana Kanjeng Nyai Jimat menjadi yang utama untuk dijamasi setiap tahun di bulan Suro, karena kereta kuda tersebut merupakan yang paling bersejarah dan sangat berharga.
“Kereta Kanjeng Nyai Jimat sudah ada sebelum Keraton Yogyakarta berdiri. Kereta itu merupakan titian ndalem (tunggangan, Red) Sultan HB I sejak masih berperang melawan Belanda”, jelasnya.
Sementara itu, Kereta Kus Gading merupakan bekas titian Sultan HB VIII buatan Belanda tahun 1901, yang pada zamannya ditarik oleh 4 ekor kuda. Sedangkan, Kereta Kanjeng Nyai Jimat juga buatan Belanda pada tahun 1800-an, yang digunakan untuk upacara kebesaran dan penobatan raja. Namun, ada kepercayaan jika Kereta Kuda Kanjeng Nyai Jimat itu berasal dari Kanjeng Ratu Kidul. Jamasan pusaka kereta kuda kencana Keraton Yogyakarta tak pernah sepi pengunjung. Warga dari luar daerah bahkan seringkali datang malam sebelumnya dan menginap. Tidak sedikit pengunjung ikut mandi saat jamasan berlangsung, dan membawa air jamasan untuk dibawa pulang dengan botol plastik. ***