Mengenang Minang Syeikh Ismail Al-Khalidi

204 dibaca

Beliau lahir pada tahun 1712 di Teluk Belanga, Simabur, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat – dan wafat  pada tahun 1844 di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat pada umur 132 tahun.  Beliau  lahir di lingkungan keluarga yang taat beragama.  Ia  telah mendapat pendidikan agama sejak kanak-kanak.  Setelah mengaji  al-Qur’an  di beberapa surau  di kampungnya, kemudian ia mempelajari dasar-dasar ilmu keislaman melalui kitab-kitab klasik karya para ulama Timur Tengah. Selain mursyid tarekat, Syeikh Ismail  juga dikenal sebagai ulama ahli ilmu fikih, kalam  (teologi), dan tasawuf.

Nama lengkapnya adalah Ismail bin Abdullah al-Khalidi al-Minangkabawi. Sedangkan sebutan kehormatannya adalah al-Alim al-Fadil al-Hammam al-Kamil Shahib al-Wilayah al-Karomah.  Ia adalah syekh tarekat Naqsabandiyah dari Sumatera Barat. Dia pelopor dzikir secara batin di Minangkabau dan menganjurkan untuk menjauhi musik dan tari.

Riwayat Hidup

Riwayat hidup dan silsilah keturunannya tidak diketahui dengan pasti. Diperkirakan ia masih mempunyai hubungan dengan orang-orang Bugis yang tinggal di Johor, Selangor dan Riau. Syeikh Ismail sendiri berasal dari Simabur, Batusangkar, dan pernah menjadi guru Sultan Riau, Sultan Muhammad Yusuf al-Khalidi an-Naqsabandi (1858-1899), dalam bidang Tasawuf.

Syekh Ismail memulai pendidikannya dari surau ke surau di daerah kelahirannya. Pertama kali ia mempelajari ilmu-ilmu alat seperti Nahwu dan Sharaf, kemudian bahasa Arab, Balaghah, Badi, Bayan, dan Ma’ani. Setelah ilmu-ilmu bahasa Arab ia kuasai, baru ia mempelajari ilmu tafsir, yang dimulai dari Tafsir Jalalain, kemudian ilmu Fiqih, ilmu Tauhid dan ilmu Tasawuf.

Syekh Ismail menganut tarekat Naqsabandiyah Khladiyah, yang menurut pengakuannya ia terima langsung dari Syekh Abdullah Affandi al-Khalidi, yang silsilahnya menyambung sampai ke Rasulullah saw.

Merasa masih kurang belajar di negerinya sendiri, ia melanjutkan pendidikannya ke Mekkah. Di tanah suci ia belajar kepada beberapa Syekh yang cukup terkenal yang juga pernah menjadi guru para sufi, seperti Syekh Muhammad bin Abdul Karim Samman Al-Madani, Syekh Atha’ullah, dan yang lainnya.

Diriwayatkan, Syekh Ismail banyak berjasa mengembangkan dan menyebarkan tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah di Minangkabau, Bengkulu, Jambi dan Riau. Melalui perkumpulan tarekat yang didirikannya maupun melalui buku-buku karyanya, yang terkenal diantaranya adalah Kifayat al-Ghulam fi Bayan Arkan al-Islam wa Syurutuh, berisi rukun Islam, Rukun Iman, Sifat Dua puluh, dan masalah-masalah yang wajib diketahui. Lalu Risalat al-Muqaranat Urfiyat wa Tanziyat wa Kamaliyat dan Ar-Rahmat al-habitat fi Dzikirism az-Azat wa ar-Rabitat.

Buku yang terakhir ini terdiri dari tujuh bab. Dalam buku ini ia menulis tentang wasiat agar bersahabat dengan orang-orang yang baik, terutama para ahli ibadah, dan menjauhi orang-orang yang jahat. Dia juga menguraikan wajib dan lezatnya dzikir Isim zat (nama Dzat Tuhan). Ia juga menjelaskan panjang lebar definisi Rabitah (ikatan, hubungan persaudaraan dalam tarekat) dan mereka yang terpilih sebagai Sabit (pemimpin) Rabitah. Selanjutnya ia bercerita tentang kesunnahan dan keindahan Rabitah, juga alasan-alasan mereka memilih Rabitah. Selanjutnya ia menjelaskan Rabitah para wali yang sempurna. Dan terakhir ia memberikan nasehat bagi mereka yang ingkar.

Dalam bukunya yang terkahir, Ar-Ramat al-Rabitat, ia mengajukan pembelaan bagi Rabitah tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah dengan mengemukakan argument sebagai berikut.

Menurut Ismail Rabitat yang diperintahkan kepada murid-murid tarekat, semuanya berdasarkan perintah dari Syekh-syekh tarekat Naqsabandiyah. Rabitah itu mempunyai dasar Hukum yang jelas, baik yang wajib maupun yang sunnah dan termasuk upacara keagamaan.

Ditulis : Bung Yon

Disari dari berbagai sumber