Resep Bubur Syuro Sunan Bonang

168 dibaca

SETIAP datangnya bulan Ramadan, Yayasan Mubarrot Sunan Bonang di Kelurahan Kutorejo, Kecamatan Kota, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, memiliki tradisi unik. Selama Ramadan membagikan bubur Syuro peninggalan Sunan Bonang.
Tradisi membagikan bubur Syuro yang dilakukan Sunan Bonang tersebut sampai sekarang tetap dilestarikan. Bahkan resep pembuatan bubur Syuro itu tidak pernah berubah sejak Sunan Bonang masih hidup.
Menurut Sekretaris Yayasan Mubarrot Sunan Bonang Tuban, Ilham Abdul Muhith, di lokasi Makam Sunan Bonang, menjelaskan bubur Syuro yang dibuat itu dibagikan kepada pengunjung, juga masyarakat di sekitar makam di Kelurahan Kutorejo.
Sesuai kebiasaan, bubur Syuro yang dibuat sekitar 12 kilogram, sudah termasuk daging kambing, juga bahan lainnya, selain beras.“Ya, bisa untuk 300 warga lebih menu bubur Syuro dengan jumlah 12 kilogram,” katanya menegaskan.
Sesuai sejarah, bubur Syuro mengambil makna dari “As Syuro” yang artinya berbagi. Oleh karena itu bubur Syuro yang rasanya gurih dan lezat itu dibuat untuk dibagikankan kepada warga di sekiarnya termasuk pengunjung yang datang ke Makam Sunan Bonang.
Menurut catatan di Wikipedia, Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465, dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim. Dia adalah putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Bonang adalah sebuah desa di Kabupaten Rembang.
Nama Sunan Bonang diduga adalah Bong Ang sesuai nama marga Bong seperti nama ayahnya Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel. Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M, dan saat ini makam aslinya berada di Desa Bonang.
Namun, yang sering diziarahi adalah makamnya di Kota Tuban.

Tradisi Bubur Syuro
Tradisi memasak bubur Syuro dilakukan masyarakat Tuban, Jatim. Memasak bubur Syuro harus dilakukan di halaman Masjid Astana Sunan Bonang, Kelurahan Kutorejo, Tuban. Para juru masak disibukkan menyiapkan bumbu bubur Syuro, yang disiapkan di dua wajan berukuran besar sebagai wadah mengaduk bubur.
Beras 25 kilogram, daging sapi 6 kilogram, balungan 10 kilogram, dicampur bumbu gule, dan parutan 10 kelapa menjadi pelengkap bubur suro. Setidaknya memerlukan waktu tiga jam untuk memasak bubur yang turun temurun sejak Sunan Bonang tersebut, sekitar tahun 1500 M.
Para juru masak mulai berkumpul pukul 13.00 WIB. Lalu mereka meracik bumbu dan segala keperluan bubur hingga matang pada pukul 16.00 WIB. Setelah itu didiamkan dan dibagi kepada warga maupun pengunjung pada pukul 17.00 WIB.
Warga yang mengantre pembagian bubur kebanyakan masyarakat sekitar, lalu ada juga pengunjung yang bertepatan berada di kawasan Masjid Astana juga kebagian. Bahkan rasa bubur ini diyakini tidak berubah sejak dulu.
Sebab, resepnya ini turun-temurun sejak zaman Sunan Bonang.(za)