Efek Larangan Ekspor, Petani dan Pekerja Sawit Menjerit

248 dibaca

▪︎JAKARTA-POSMONEWS.COM,-
Kebijakan Pemerintah RI melarang ekspor ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dan turunannya, seperti gunung es. Akibatnya produksi kelapa sawit anjlok, petani kesulitan mengirim hasil panennya ke pabrikan.

Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengungkapkan bahwa salah satu pabrikan yang tutup adalah anak perusahaan Wilmar.

“Kesulitan yang dihadapi petani kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, misalnya Perusahaan Wilmar melalui anak perusahaannya PT. Citra yang memiliki 3 PKS sampai dengan saat ini masih tutup. Sehingga berpengaruh terhadap penurunan harga TBS kelapa sawit yang cukup tinggi. Ditingkat petani, harga TBS kelapa sawit berkisar Rp. 1.600-1.750 per kilogram,” tulisnya dalam pernyataan sikap Bersama dengan Ketua Umum SPI Henry Saragih dan Sekretaris Jendral SPKS, Mansuetus Darto.

Mereka menduga bahwa penetapan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit saat ini tidak lagi merujuk pada harga internasional yang sebelumnya berlaku. Yang berlaku adalah harga nasional. Dugaan ini tidak lepas dari fakta sebelumnya bahwa pabrik kelapa sawit tidak mematuhi harga yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Hingga saat ini petani sawit di seluruh wilayah sentra sawit di Indonesia tengah menghadapi penurunan harga TBS kelapa sawit yang ditetapkan pemerintah provinsi setelah Permendag 22/2022 disahkan.

Penetapan harga TBS kelapa sawit Provinsi Riau untuk periode 11 – 18 Mei 2022, telah terjadi penurunan harga sebesar Rp. 972,29 per kg menjadi Rp. 2.947,58 per kg untuk sawit umur 10 – 20 tahun. Padahal sebelumnya pada periode 27 April – 10 Mei 2022, harga TBS kelapa sawit umur 10 – 20 tahun di Riau ditetapkan Rp. 3.919,87 per kg.

“Penurunan harga TBS kelapa sawit di tingkat petani menjadi tanda tanya besar, dasar atau rumus apa yang digunakan untuk menetapkan harga TBS kelapa sawit saat ini. Apakah harga CPO dan kernel turun secara drastis? Karena jika dibandingkan dengan Malaysia, harga TBS disana tidak turun, masih di harga sekitar Rp. 5.000 per kg,” tulisnya.

“Pemerintah segera mengawasi dan mengambil tindakan hukum yang tegas kepada pabrik kelapa sawit/perusahaan dari tingkat trader, grower hingga producer yang ikut andil dalam menentukan harga TBS kelapa sawit secara sepihak di lapangan yang tidak berdasar pada harga penetapan pemerintah serta berbagai praktik menyimpang lainnya yang merugikan petani sawit,” lanjutnya.

Petani Sawit Menjerit

Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalbar, M. Munsif, mengingatkan pabrik kelapa sawit (PKS) untuk mengikuti aturan pemerintah dalam penetapan harga tandan buah segar (TBS) sawit.

“Roh penentuan harga adalah pemerintah dan bukan perusahaan. Hal itu mengacu pada aturan yang ada, seperti Pergub Kalbar Nomor 63 Tahun 2018,” kata M. Munsif dalam rapat evaluasi penerapan harga TBS yang menghadirkan asosiasi perusahaan sawit dan petani, PKS, dan pemerintah daerah di Pontianak, Jumat (13/5).

Hal itu, kata dia, dalam rangka meningkatkan kondisi yang menguntungkan pelaku usaha dan petani itu sendiri.

Di lapangan saat ini, berdasarkan laporan dari asosiasi atau masyarakat melalui nomor aduan yang diberikan, harga TBS yang dibeli PKS di bawah harga yang telah ditetapkan oleh tim penetapan harga, termasuk di dalamnya itu ada perusahaan.

“Setelah larangan ekspor CPO, PKS menurunkan harga berdasarkan manajemen mereka. Padahal, harus mengacu pada aturan dan telah ditetapkan oleh tim. Bahkan, di lapangan berdasarkan aduan harga TBS sawit ada Rp 1.800,00 per kilogram,” kata dia.

Dengan kondisi yang ada, pihaknya tidak segan mengingatkan, bahkan menegur perusahaan, sebagaimana wewenang yang telah diberikan. Pemerintah sebagai pemberi izin, lanjut dia, harus membina dan bisa mengawal tata niaga sawit tersebut.

“Perlu diperhatikan bahwa pembelian sawit oleh PKS langsung melalui kelembagaan. Di luar itu maka dilarang. Namun, sekarang ada loading ram. Itu sebenarnya bisa diberi surat peringatan PKS,” katanya.

Berdasarkan data hasil penetapan TBS Periode II April 2022, harga terendah pada umur 3 tahun sebesar Rp 2.861,43 per kilogram dan harga tertinggi pada umur 10—20 tahun Rp 3.825,03 per kilogram.**(za/ant)