Makam Disembunyikan Selama 300 Tahun

571 dibaca

Amanat dari Pangeran Jayakarta kepada keturunannya bahwa keberadaan makam beliau harus di rahasiakan selama Belanda/Penjajah masih ada di Bumi Tanah Air Nusantara. Hal ini dilakukan karena bila Belanda/Penjajah mengetahui letak keberadaan makam Pangeran Jayakarta, maka seluruh keturunannya akan di habisi. Oleh karena itu kerahasian tersebut terus di jaga hingga Belanda/Penjajah Kafir VOC sudah pergi tidak lagi di Tanah Air Bumi Nusantara. Berikut kelanjutan cacatan Tommy posmonews.com

Hingga akhirnya pada tahun 1950 M/1370 H, saat perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Jakarta ke 423 tahun, barulah makam Pangeran Jayakarta di sebarluaskan kepada masyarakat. Pada masa publikasi tahap pertama ini, di lakukan dalam tiga tahap, selain pada perayaan HUT Kota Jakarta ke 423 tahun, juga pada perayaan HUT Kota Jakarta ke 429 tahun, dan perayaan HUT Kota Jakarta ke 431 tahun.

Publikasi sejarah ini terus di lanjutkan, antara lain pada tahun 1975 M/1396 H, saat perayaan HUT Kota Jakarta ke 448 tahun, oleh Letnan Colonel Polisi yang sekaligus ketua umum warga, R. Abdullah Effendi. Dan pada tahun 1990 M/1411 H, saat perayaan HUT Kota Jakarta ke 463 tahun oleh ketua pengurus masjid Jami’ As-Salafiyah, R.H. Djunaedi.

Makam Keramat (Karommah Waliyullah) Pangeran Achmad Jayakarta bin Pangeran Sungaresa Djayawikarta berada dalam satu komplek dengan empat makam lainnya, yakni makam Pangeran Lahut (Adipati Di Jayakarta) yang merupakan putra dari Pangeran Jayakarta sendiri, Pangeran Surya bin Pangeran Padmanegara, Pangeran Shoegiri bin Sultan Abu’i Fath Abdul Fattah (Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Banten VI, 1651-1680), dan yang terakhir adalah Ratu Rafi’ah binti Pangeran Sanghiyang/Raden Muhammad Syarif.

Makam Pangeran Jayakarta

Untuk menghormati perjuangan dari sosok Pangeran Jayakarta sebagai Pejuang sekaligus Pemimpin Jakarta pada masa lalu, Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (PEMDA DKI JAKARTA) pada setiap tahunnya, yakni pada tanggal 22 Juni selalu mengagendakan atau di jadikan sebagai hari ziarah Gubernur DKI Jakarta beserta jajarannya.

Selain melakukan ziarah, Gubernur DKI Jakarta beserta Jajarannya juga di agendakan untuk beristirahat sejenak di Masjid Jami’ As-Salafiyah, serta berdialog dengan para sesepuh keturunan warga Jatinegara Kaum, keluarga besar Pangeran Jayakarta, terkait dengan perkembangan dan kemajuan pembangunan Ibu Kota Jakarta.

Di sisi lain, agenda juga di buat oleh Komando Daerah Militer (KODAM)-V Jaya-Jayakarta untuk ziarah ke makam Pangeran Jayakarta, yang waktunya bertepatan pada HUT KODAM –V Jaya-Jayakarta yakni pada tanggal 24 Desember. Kegiatan ini di lakukan oleh Panglima Kodam (PANGDAM) bersama-sama pasukan-pasukannya.

Untuk menunjukan rasa hormat Komado Daerah Militer (KODAM)-V Jaya-Jayakarta, maka di bangunlah sebuah monumen untuk mengenang atas jasa-jasa Pangeran Jayakarta. Letak dari monumen ini berada di depan bangunan makam Pangeran Jayakarta. Monumen ini di resmikan dan di tanda tangani oleh (PANGDAM) Mayjen TNI AD Joko Santoso, pada tanggal 24 Desember 2003, yang bertepatan pada HUT ke 58 KODAM-V Jaya-Jayakarta 1949-2003.

Prinsip Pangeran Jayakarta

Dengan adanya makam Pangeran Jayakarta, seharusnya menjadi bahan renungan dan pelajaran untuk di jadikan contoh figur/teladan atas jasa-jasa dan perjuangan-perjuangan beliau bagi para Umaro/Pemimpin Negara atau Kepala Daerah, selain itu juga bagi setiap warga negara dan generasi penerus perjuangan bangsa umumnya dalam menghadapi efek negatif yang di akibatkan oleh derasnya arus era globalisasi di zaman seperti saat ini.

Keberadaan makam tersebut bagaikan magnet yang dapat menarik sesuatu, sehingga pengunjung silih berganti datang untuk berziarah. Pengunjung yang berziarah juga tidak hanya berasal dari wilayah Jakarta saja, namun juga berasal dari luar Jakarta, bahkan dari mancanegara. Pangeran Jayakarta dalam hidupnya di kenal sebagai seorang pejuang yang amat taat kepada ajaran agama. Hal itu menjadi salah satu prinsip yang di pegang teguh oleh Pangeran Jayakarta.

Selain itu, Pangeran Jayakarta juga memiliki prinsip-prinsip hidup lain yang selalu di pegangnya, yakni (1) yang pasti Taat beribadah Agama Islam, (2) Berani berjuang demi kkebenaran, (3) Rela berkorban tampa pamrih, (4) Sayangi dan bantu kaum yang lemah, fakiir dan miskin, dan yang terakhir adalah (5) Selalu Bersilaturrohmi dan bermusyawarah.

Lain dari itu, Pangeran Jayakarta juga memiliki falsafah yang selalu menemani dalam setiap langkahnya, yakni “Tandurake Wawijilan Sing Bagus-Bagus, Supaya diraksa bener-bener, Anggeh Kepangan Rarageman”. Arti dalam falsafah ini adalah Tanamkan Benih Yang Baik-baik di Tanah Jayakarta, Peliharalah dan Jagalah, Kemudian Nikmatilah Buahnya (Hasil Dari Kebaikan Itu) Bersama-sama. ***