Mbah Jenggot dan Mbah Driyo

307 dibaca

Kabupaten Wonogiri secara admisitratif termasuk ke dalam Propinsi Jawa Tengah berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo Propinsi Jawa Timur. Wilayahnya berupa daerah perbukitan. Kontruksi tanah termasuk pegunungan,  menjadikan kabupaten ini memiliki banyak gua, dan tempat wisata alam.  Berikut tulisan Zuli dari posmonews.com.

Air Terjun Watu Jadah secara admisitrasi berada di dusun Nggrenjeng, Desa Girimulyo, Kecamatan Giripurno, Wonogiri, Jawa Tengah.  Wisata ini selain indah karena memiliki bentuk yang sangat unik. Mengingat letak air terjun ini yang jauh masuk ke hutan, maka perjalanan ke tempat ini juga memakan waktu lama.

“Memang jalan menuju ke lokasi air terjun masih sulit, tapi dengan disambung jalan kaki sekitar 15 menit bisa sampai ke sana kok,” ungkap Marjo, salah seorang sesepuh dari desa setempat.

Ikhwal penemuan air terjun ini sebenarnya sudah sejak lama, yaitu sekitar tahun 1999 silam. Namun baru di awal tahun 2012 ini masyarakat desa setempat tergerak untuk membuka lokasi ini menjadi tempat wisata baru. Seiring dengan penemuan air terjun itu, muncul cerita legenda yang dipercaya oleh warga desa setempat. Yaitu cerita tentang asal-usul air terjun itu sendiri.

“Sebenarnya cerita legenda itu sudah ada jauh sebelum penemuan air terjun. Bahkan sejak jaman orang-orang tua kami dulu sudah sering dengar cerita itu secara turun temurun,” bebernya.

Dalam cerita tuutur masyarakat setempat dikisahkan tentang perjalanan seorang tokoh yang bernama Mbah Jenggot dan Mbah Driyo.  Keduanya adalah kakak beradik yang dikenal sebagai wali atau kyai. Masing-masing mempunyai ilmu spiritual dan kesaktian yang sangat tinggi. Tak heran keduanya disegani oleh masyarakat di desa setempat ataupun dari luar desa.

Suatu hari keduanya berniat membangun sebuah padepokan di sebuah bukit. Setelah padepokan jadi timbul sebuah masalah. Yaitu tak adanya sumber air yang dekat dengan padepokan. Sumber air itu sangat penting untuk kehidupan para penghuni padepokan nantinya. Akhirnya Mbah jenggotpun berinisiatif mencari sumber air. Ia pergi setelah berpesan kepada Mbah Driyo agar menjaga padepokan dengan baik.

Saat pergi Mbah Jenggot memakai ikat kepala dari kain selendang yang dililit-lilitkan di kepala hingga tebal. Nah saat menuruni bukit itulah ikat kepalanya tiba-tiba terlepas ujungnya. Hal tersebut belum disadari oleh Mbah Jenggot. Sehingga pelan-pelan lilitan itu memudar dan kain selendangpun kleleran di atas tanah. Saat kain lilitan terakhir sudah lepas dari kepala, barulah ia tersadar.

“Karena sedikit marah, iapun mengutuk tanah dimana ada jejak selendangnya menjadi berlubang panjang. Lubang tanah yang timbul akibat kutukan tadi bentuknya memanjang dan wujudnya seperti seperti selokan,” ceritanya.

Untuk meredakan amarahnya, akhirnya ia pun berhenti dan melakukan semedi untuk mengendalikan amarahnya. Ia bersemadi selama beberapa hari, tanpa makan dan minum. Dalam semedinya ia mendapat petunjuk tentang mata air yang letaknya tidak jauh dari lokasinya. Setelah menyelesaikan semedinya, dia pun segera mencari di mana letak mata air itu berdasar petunjuk.

Setelah mencari untuk beberapa waktu, akhirnya diketemukanlah sumber mata air.  Agar semedinya bisa nyaman, ia membuat tempat semedi dari susunan batu-batu cadas yang ada.  Mula-mula ia hanya menyusun batu beberapa lapis saja. Saat susunan batu telah jadi, dan ia duduk di atasnya, tiba-tiba mata air yang memancar malah makin besar. Bahkan pancuran air itu mengenai tempatnya untuk bersemedi.

Akhirnya ia membuat susunan batu itu lagi hingga sampai berlapis-lapis ke bawah dan agak menjauh. Maksudnya untuk menghindari cipratan air terjun. Namun semakin ia membuat banyak susunan batu berlapis, pancaran air mata air malah semakin mendekatinya.

Karena kesal, akhirnya ia mengutuk sumber air atau pancuran air itu untuk tidak mengganggunya. Dan ia meminta aliran air agar langsung mengalir saja ke bawah melewati rute di mana sebelumnya ia berangkat. Setelah air mengalir ke bawah, ia pun mengurungnya dalam lubang panjang di tanah yang tanpa sengaja dibuatnya dari kutukan selendangnya yang lepas. Sejak saat itulah, maka air yang mengalir dari sumber air mengalir menuju selokan.(***)