Wisik Gaib Tirakat di Pantai Selatan

189 dibaca

IKHWAL pendirian bangunan ini tidak terlepas dari wisik gaib yang diterima oleh R. Edwin Setya Permadi saat menjalankan tirakat di pantai selatan beberapa waktu yang lalu. Gapura Agung Pajang yang diresmikan pada bulan sura dalam kemarin memiliki pesan menarik dan dapat dijadikan solusi atas kesemrawutan kondisi negara Indonesia saat ini.

Tentang pesan tersirat yang tersimpan dalam bangunan ini tidak bisa terlepas dari ajaran kearifan lokal yang dibumikan oleh Jaka Tingkir, selaku pendiri Kasultanan Pajang yang juga dikenal dengan nama Sultan Hadiwijaya. Adapun isi dari pesan yang disimbolisasikan melalui bangunan gapura ini adalah baiknya semua orang dapat meniru kearifan pohon beringin. Maksudnya adalah sebaiknya pengetahuan yang dimiliki oleh manusia dalam hal apapun ini selayaknya pohon beringin yang biasa menaungi dan mengayomi siapa saja yang berada di bawahnya.

“Pohon beringin jika dilihat dari wujudnya memang berbeda dengan sejumlah pohon lain. Jika pada umumnya pohon tumbuh lebih mengutamakan pokoknya untuk tumbuh ke atas, pohon beringin justru menumbuhkan dahannya ke samping. Hal inilah yang menyebabkan pohon beringin lebih rindang daunnya jika dibandingkan dengan pohon lainnya. Sifatnya yang seperti ini menjadikan pohon beringin sering dijadikan tanaman peneduh oleh penanamnya,” ujar R. Edwin.

Menurut R. Edwin sifat pohon beringin ini mengingatkan kepada manusia agar pengetahuan atau kelebihan yang ada dalam dirinya jangan hanya digunakan demi kepentingan pribadi. Akan jauh lebih baik apabila pengetahuan dan kelebihan yang ada dalam diri seseorang digunakan demi kebaikan bersama. Tidak hanya itu, pohon beringin menurut R. Edwin merupakan lambang perlawanan dari sifat egois.

“Pohon beringin yang lebih cenderung melebarkan daun-daunnya ini adalah lambang dari sifat egois. Tanaman ini lebih mementingkan mengayomi sesama daripada tumbuh meninggi hanya demi kepentingan diri sendiri,” tambahnya.

Terlepas dari hal ini, dalam kehidupan sehari-hari sudah sangat jarang ditemui orang yang punya sifat pohon beringin. Kebanyakan orang lebih senang mengumpakan diri sebagai pohon yang harus tumbuh meninggi. Dengan segala upaya manusia berupaya meningkatkan pengetahuan dan segala kelebihan yang ada di dalam dirinya. Usaha seperti ini sebetulnya tidaklah salah dan sah saja dilakukan dalam kehidupan seorang manusia. Namun, ada baiknya apa yang diraih oleh manusia itu dapat memberi manfaat bukan hanya untuk dirinya saja tetapi akan lebih baik jika apa yang dimiliki orang yang bersangkutan juga berguna bagi kehidupan orang lain.

Konsep tentang kearifan pohon beringin telah lama digunakan oleh leluhur-leluhur masyarakat Jawa. Tengok saja nama gapura agung majapahit yang bernama Gapura Waringin Lawang dan sepasang beringin keramat yang ada di alun-alun Selatan Karaton Yogyakarta. GapuraWaringin Lawang digambarkan sebagai penegas kejayaan Majapahit di masa lampau. Sementara sepasang gapura di alun-alun selatan Kasultanan Yogyakarta itu digambarkan bagi siapa saja yang mampu melewati lorong diantara beringin tersebut akan terwujud keinginannya. Tentang hal ini ada baiknya tidak ditelan mentah-mentah. Melainkan dikupas sedikit demi sedikit sehingga pesan tersembunyi dalam pesan tersirat ini dapat terkuak.

Di sisi lain pohon beringin yang berbatang kuat dan kokoh, dengan daun yang lebat dan akar yang kuat memiliki kemampuan untuk mencengkram tanah yang kuat. Tidak hanya itu pohon beringin ini juga memiliki sulur yang menjuntai ke tanah. Ini dapat diartikan bahwa kita sebagai manusia harus bisa kuat, memiliki prinsip dasar yang tetap atas nama kebenaran, sehingga kita bisa mengayomi dan memberikan perlindungan bagi orang di sekitar kita.

“Pohon beringin yang memiliki batang tubuh sebesar itu hadir melalui proses. Pohon beringin ini melalui proses hidupnya dari biji yang kecil. Saat masih dalam bentuk biji banyak orang yang tidak menganggap. Namun, setelah menjadi beringin besar banyak orang dan makhluk lain yang membutuhkan kerindangan daunnya. Ini melambangkan sikap baik sekecil apapun harus mampu kita lakukan. Sebab, bila terus dipupuk lama-lam perbuatan baik yang kuta lakukan akan berbuah manis dan dapat dirasakan fungsinya untuk kemaslahatan bersama,” tambahnya.

Selain itu semangat toleransi yang pernah diusung dan dibumikan oleh Kasultanan Pajang ini harus tetap dijaga. Menurut R. Edwin yang dinamakan toleransi bukanlah menyatukan atau menyeragamkan semua perbedaan, tetapi menerima perbedaan sebagai salah satu kekayaan bangsa. Dengan didirikannya Gapura Agung Waringin Lawang di Petilasan Kasultanan Pajang ini lelaki yang masih memiliki trah dari Sultan Hadiwijaya ini menginginkan agar masyarakat tahu bahwa Kasultanan Pajang memang ada dan bukan sekedar cerita pengantar tidur saja. Dan yang tidak kalah pentingnya semangat dan nilai-nilai keutamaan yang pernah coba dibumikan semasa Kasultanan Pajang kembali digali dan selebihnya disebarluaskan sebagai bentuk kearifan lokal yang berguna dalam membentuk jati diri sebuah bangsa. Tentang apa yang diinginkan oleh R. Edwin ini tentu tidak berlebihan. Sebab, selama ini banyak masyarakat yang belum banyak mengetahui tentang adanya Kasultanan Pajang.

Penyebab ketidaktahuan masyarakat tentang keberadaan Kasultanan Pajang ini dimungkinkan karena rentang berdirinya Kasultanan Pajang ini hanya sebentar. Dalam catatan sejarah yang ada Kasultanan Pajang ini hanya memiliki satu raja saja yakni Sultan Hadiwijaya. Pasca Sultan Hadiwijaya surut atau meninggal dunia hegemoni pemerintahan di tanah Jawa digantikan oleh sebuah Dinasti Mataram Islam yang didirikan oleh Panembahan Senopati, dimana sisa-sisa kejayaan dari dinasti ini masih dapat terlihat sampai sekarang.

Walaupun hanya sebentar tampil dalam panggung sejarah nusantara, tetapi Kasultanan Pajang memiliki sumbangsih besar terhadap kerajaan-kerajaan yang berdiri sesudahnya. Adapun  hal yang bisa dikatakan sebagai warisan dari Kasultanan Pajang ini berupa wejangan yang harus dimiliki oleh siapa saja yang berkeinginan menjadi seorang pemimpin. Dalam wejangannya seorang pemimpin dalam sebuah negara atau wilayah haruslah mampu menjadi Khalifatullah Panatagama yang artinya mampu menjadi wakil Tuhan untuk mengayomi semua pemeluk agama. ***