Keris Diakui sebagai Warisan Dunia

215 dibaca

Keris, seperti juga teater Kabuki dari Jepang, pentas tradisional India— Ramlila yang mengetengahkan epik Ramayana—Samba dari Brasil, Mak Yong dari Melayu, ”Masih hidup dan dihayati, tradisi masih berlanjut. Berbeda dengan budaya samurai di Jepang yang kini sudah mati,” ungkap Direktur Jenderal Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) Koichiro Matsuura, yang ditemui Kompas pekan lalu, beberapa saat setelah menyerahkan sertifikat pengakuan UNESCO itu kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta.

Sebenarnya ada 64 warisan budaya yang diusulkan berbagai negara untuk diakui sebagai warisan dunia oleh UNESCO tahun ini. Akan tetapi, setelah melalui penilaian para juri yang bersidang pada 20-24 November 2005 dengan ketua Putri Basma binti Talal dari Jordania, hanya 43 yang diakui sebagai warisan budaya oral serta nonbendawi manusia (intangible cultural heritage of humanity). Sementara mahakarya (masterpiece) yang diakui UNESCO tahun 2001 serta tahun 2003, termasuk wayang, jumlahnya 47.

Maka, total mahakarya warisan budaya dunia yang diakui 90. ”Proklamasi yang ketiga kali ini kemungkinan adalah yang terakhir. Konvensi akan segera dilaksanakan segera setelah 30 negara memiliki instrumen ratifikasi dan disetujui, seperti yang sudah dilakukan 26 negara sebelumnya,” ungkap Matsuura. Ratusan ribu dollar AS per tahun diperkirakan akan mengalir guna melestarikan keris Indonesia dan juga wayang.

”Lewat momentum penghargaan UNESCO ini mestinya kita menata kembali pandangan tentang keris,” ungkap Ir Haryono Haryoguritno, pakar keris yang memimpin tim riset pustaka dan lapangan juga diskusi selama setahun sejak Agustus 2004.

UNESCO memandang keris memiliki nilai luar biasa sebagai karya agung ciptaan manusia. Selain berakar dalam tradisi budaya dan sejarah masyarakat Indonesia, keris juga masih berperan sebagai jati diri bangsa, sumber inspirasi budaya, dan masih berperan sosial di masyarakat. Jika usulan wayang sampai empat kali dikembalikan laporannya—sebelum diakui sebagai warisan dunia 2003—usulan keris langsung diterima.

”Indonesia perlu bangga,” ungkap Matsuura, yang sempat mengoreksi cara seorang pejabat Indonesia menarik sebilah keris dari warangkanya itu. Meski orang Jepang, Matsuura lebih berminat terhadap produk budaya asal Indonesia ini. Tidak sekadar tahu. ***